20 : Siapa Yang Bisa Mencintaimu Seperti Aku ?

302 51 7
                                    

Ava pasti tertidur sangat lelap karena ia melihat Atman duduk di seberangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ava pasti tertidur sangat lelap karena ia melihat Atman duduk di seberangnya. Pria itu tidak melakukan apa-apa, hanya memerhatikannya yang setengah sadar. Kelopak mata Ava nyaris tidak bisa terangkat, otot-otonya terlalu rileks untuk merespon kehadiran apapun.

Lalu, Atman menghilang.

Kepala Ava terantuk bahu berkali-kali, Wija tidak duduk di sebelahnya sekarang, melainkan Gada. Pandangan Gada jauh melampaui jendela kabin, tertuju pada sosok perkotaan yang makin kecil, kembali pada belantara tanaman liar yang biasa melindungi kehadiran mereka.

"Kau masih melihat bisa?" Gada memecah keheningan.

"Masih. Susah mengajaknya bicara, tapi aku selalu melihat... " Ava mencari istilah yang tepat, "kondisi emosinya. Dia... tidak tenang."

Gada hanya tersenyum kecut."Sinaga pasti cukup mengguncang mereka."

Ava mengangguk sepakat. "Kenapa kau menuruti Konsorsium begitu saja?"

"Kenapa tidak?"

"Apa yang mereka tawarkan?"

Jawabannya datang nyaris secepat nafas. "Kita perlu mempersenjatai petani, buruh, orang-orang sipil yang memihak kita."

"Jadi kau membangun pasukan?"

"Supaya mereka bisa membela diri."

"Kita tidak bisa membangun perang, Gada."

"Kita perlu mempertahakan diri." Gada bersikeras. "Aku harus melindungimu."

Nafas Ava tersendat, pikirannya mulai urung mendebat. "Menurutmu masih ada waktu?"

"Masih. Ini hanya rencana cadangan, utamanya adalah menyiarkan ini ke dunia luar. Kalau mereka memperhatikan -"

"Tekanan datang sendiri dan Shangkara harus selamatkan wajahnya." Ava menyambar.

"Brilian." Gada menepuk puncak kepala Ava perlahan.

Kabin jadi lebih luas setelah suplai diserahkan pada Elegi, Ava beringsut ke sisi lain kabin untuk menyandarkan kepala di tembok. Diam-diam ia melirik cincin di tangan Gada, dengan pikiran dipenuhi ocehan Putu yang terlalu naif untuk tahu apa yang Ava lalui. Dia nyaris tidak berguna, kalau dipikir-pikir. Walau ia tahu darah di balik kulitnya bisa membantu, ia tidak mau mengotak-atik aturan lebih jauh dari yang sudah dilakukan. Menuntut Babad Kasta adalah hal yang bisa diprediksi, mengambil risiko yang dibawa jika menggunakan darah sebagai mantra adalah sesuatu yang jauh dari nalar.

Dan Ava berniat mempertahankan nalarnya selama yang ia bisa.

"Orang-orang takut padamu." Ava batuk kering berkali-kali, kemudian Gada menyodorkan botol minuman padanya.

"Dan bagaimana dengan itu?"

"Hanya memberitahumu saja. Mungkin kau bisa... jadi lebih sedikit mudah untuk didekati."

Senandung Jazirah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang