19: Bunuh Aku Saat Kita Bertemu Lagi

150 46 11
                                    

Ava tidur berjam-jam, bahkan mungkin seharian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ava tidur berjam-jam, bahkan mungkin seharian. Dia membuka mata dan disambut rindang pepohonan yang memayungi di udara. Deru air sungai masih terdengar, di langit matahari berpijar sendu, dihalangi kabut kehitaman tebal.

Selagi Ava tertidur Atman membebat luka-luka Ava, gadis itu melihat sendiri pakaian Atman makin berlubang. Pria itu juga  menarik mayat-mayat ke tepi karena beberapa sudah memblokir aliran sungai. Dia melakukan hal yang dulu tidak bakal pernah dilakukannya, dia memunguti hasil kebijakan-kebijakannya keluar sungai. 

Pemandangan di sekitar mereka serupa medan perang dan sejujurnya tidak ada seorang pun yang tahu dari mana asal para mayat. Atman berasumsi perang pecah di Alodhya dan Wulus, Ava berasumsi semua ini terhantam energi Rakht dan berakhir di Kuruksethra.

Tidak ada satu wajah anggota Dhatu di antara para mayat. Sekilas, Ava sempat berharap bahwa Gada yang akan muncul di sana.

Ava beranjak dari tempatnya duduk dan mulai menyingkirkan mayat-mayat dari air. Di sisi lain sungai, Atman dengan tekun mengangkat mayat-mayat bayi ke permukaan. Sempat dia terjerembab ke air saat menarik mayat orang dewasa, membuat Ava sedikit tertawa.

Sejenak, Ava bertanya-tanya apakah ini kali pertama Atman berinteraksi dengan mayat. Gurat wajah Atman semakin panjang, dia jelas tertekan melihat hasil dari masab yang selama ini dijunjungnya.

Ava membungkuk menuju mayat seorang pria. Diraihnya kedua tangan mayat lalu Ava mulai menyeret hingga daratan. Kilau belati mengalihkan perhatiannya, si mayat nampaknya seorang pedagang daging karena punya pisau daging mungil tersemat di sabuk yang dikenakan.

Insting Ava menuntutnya meraih benda itu. Ini akan berguna, Ava berpikir.

Mata Ava mengawasi keadaan; ada banyak darah di sekitarnya, sebuah kesempatan yang bagus akan tetapi Ava tidak bisa menggunakannya. Tidak bisa dia memeras darah dari kain perca lalu menampungnya. Dia perlu darah segar. Pada akhirnya nanti, dia harus mengandalkan tubuhnya sendiri untuk menjadi sumber darah itu.

"Ava!" Atman memanggil, melambaikan tangan sebagai tanda bahwa ini sudah waktunya mereka pergi.

Ava tersenyum lalu mengangguk. Telapak tangan memeluk belati di belakang punggung.

Mata Ava mengawasi lingkungan sekitar, dia masih melihat roh-roh kelimpungan yang sempoyongan masuk Kuruksethra. Mereka semua menangis; suara lirih yang merangkak ke telinga. Suasana terang mencekam, sebuah ironi bagi Ava karena nampaknya alam juga menunjukkan sinar alami punya gelapnya sendiri yang lebih mencekam.

Sejumlah roh menunjuk-nunjuk arah utara, Ava tidak memahami itu namun mereka bertingkah seperti penunjuk jalan. Para roh yang baru memasuki Kuruksethra pun menuruti arah yang ditunjukkan.

Seketika, Ava paham apa yang dilakukan para roh penunjuk jalan. Mereka suruhan Sattwam dan Sugriwa.

"Atau... kita bisa cari Sattwam dan Sugriwa di sini. Mereka pasti tidak pergi jauh karena roh-roh gentayangan perlu mereka," gumam Ava. Gagasan baru muncul di kepalanya, dia tidak akan menemui Shaka, dia tidak akan keluar dari Kuruksethra.

Senandung Jazirah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang