7: Mata Kelabu Sempurna, Tanpa Cela

200 65 11
                                    

Ledakan berebut ruang di udara dan kematian menjemput seperti arus air

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ledakan berebut ruang di udara dan kematian menjemput seperti arus air. Mungkin Kalki juga merasakan ini sebelum ia mati. Rongga tubuh Ava dihalangi air, Ava berkecipak didorong insting bertahan hidup yang meronta-ronta.

Tubuh lain menghampiri lalu memeluk pinggangnya, mempertahankan Ava dari rampasan arus. Mata Ava perih luar biasa saat dibuka, lebih sakit lagi saat ia menemukan Atman mengambang di hadapannya. Kaki bergerak-gerak di dalam air, memastikan keduanya bergerak, dialah yang setengah mati berenang membawa Ava ke permukaan.

Kepak sayap burung menyambut keduanya, Atman mendorong Ava lebih tinggi ke permukaan. Otomatis organ tubuhnya megap-megap menagih udara. Kendati pikirannya mengatakan dia bisa menendang Atman sampai berdarah dan meninggalkannya untuk mati, Ava tidak melakukan itu. Malah, ia menggantungkan lengan di bahu Atman.

Tidak ada yang tahu seberapa jauh malam sudah bergulir, satu-satunya penanda waktu adalah binar bulan yang semakin jelas dan sosoknya yang lebih dekat dari biasanya. Atman menopang kepala Ava di permukaan air kemudian bergerak menepi; pengelihatan Ava sepenuhnya kembali, ia menatap nanar langit di atas kepalanya. Pandangannya ia putar menuju hamparan air lepas, daratan hanyalah sebatas padang rumput dan rimbun hutan.

Keduanya menemukan daratan. Atman lebih dulu membaringkannya di rumput, kemudian menjatuhkan diri di sebelahnya.

Apa mereka sudah mati?

"Apa yang kau lakukan? Ini bukan Sinaga." geram Atman "Kau panggil Lèak?!"

"Yang tadi itu Lèak?" Ava bertanya dalam nafas terengah-engah. Ia tahu mahluk yang Atman maksud, semacam mitos yang diceritakan turun-temurun, hanya saja tidak pernah melihat sosoknya langsung.

"Kau tidak tahu ?!"

Asumsi gelap menyatukan mereka berdua, kenapa penampakan macam itu muncul?

"Kenapa tolong aku?" Ava bertanya sambil menegakkan tubuh. "Kita sudah mati?"

"Kukira kau panggil Lèak, jadi kau akan tahu jalan keluar dari sini." Atman beringsut menjauh dari Ava. "Kita harus kembali."

"Oh, jadi sekarang kau percaya padaku dan gantungkan hidup padaku?"

Gemerisik tanah menyela obrolan, tubuh Ava secara insting mulai bersiaga. Atman merapal lagi, namun suaranya berubah jadi parau, persis seperti saat mantranya ditolak.

"Sire niki?" Sebuah suara memenuhi udara, membuat Ava merinding.

Bahasa alus sekali, sopan nan tinggi.

"Siapa di sana?" Suara lain mengikuti dari balik pepohonan.

Binar cahaya bulan memungkinkan Ava melihat dua pemilik suara mendekat, salah satu dari mereka membawa lampu penerang sementara yang lain menggenggam tongkat di tangan kanannya.

"Astaga, kalian manusia." Pemegang tongkat berujar penuh rasa kaget. Hanya langkahnya yang terdengar kembali, satu orang lain berhenti di balik pohon, menahan cahaya yang ia bawa hingga rekannya berjalan dalam gelap.

Senandung Jazirah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang