Kenangan 5 : Do'a Yang Mengancam

138 42 0
                                    

Tidak ada ventilasi yang memadai, satu-satunya sumber udara adalah pintu masuk yang hanya dibuka saat tamu lain hadir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak ada ventilasi yang memadai, satu-satunya sumber udara adalah pintu masuk yang hanya dibuka saat tamu lain hadir. Bulir debu nampak jelas mengambang di bawah cahaya matahari yang merembes melalui jendela kaca yang dirancang untuk tidak dibuka.

Segala benda yang menghuni memberi kesan tertutup, tapi juga mampu menyambut kehadiran seseorang. Seolah mengatakan, ya, kau boleh hadir di sini tapi ini bukan milikmu.

Dan satu-satunya pemilik, hanyalah pria yang duduk di belakang meja, membelakangi tumpukan buku berdebu dan surat lama yang tak kunjung dibuang. Surat-surat baru, tergeletak di meja kerja, bersama dengan berita-berita teranyar.

"Dia terlambat, Gada."

Gada ragu Rayyan akan terlambat. "Tidak."

"Kalau begitu dia sengaja membuat kita menunggu." Kalki mengurut dahinya.

Kalki tiba di puri Gada di waktu yang tidak wajar. Pukul tujuh pagi —mungkin kurang dari itu —saat kehidupan di puri belum terjaga sepenuhnya.

Akan tetapi, Gada yang tidak tidur tenang selama sebulan belakangan, sudah mengantisipasi kehadirannya di teras. Saat keretanya memasuki halaman, dia tidak terkejut.

Kalki boleh jadi seorang diri, tidak masuk ke kubu mana pun karena gelarnya sebagai Narasimha, akan tetapi telinganya tersebar di banyak tempat. Hampir semua orang rela melayaninya, termasuk membocorkan rencana-rencana yang disembunyikan.

Jadi, ketika Kalki mencaci maki sembari menunjuk-nunjuk wajah Gada yang membuat janji temu dengan Rayyan, tanpa memberitahunya, si pemilik rumah tidak kaget.

Maka di sinilah ia sekarang, bersama Kalki, menanti Rayyan yang sengaja mengubah waktu temu seenak jidat.

Tidak lama kemudian, kenop pintu berputar dan Rayyan muncul dari balik pintu. Untuk ukuran orang yang terlambat, dia sama sekali tidak nampak sungkan atau berniat minta maaf.

Malah langsung duduk di sebelah Kalki, meletakkan tas jinjing di pangkuan, menatap Gada dengan binar kemenangan.

"Haruskah aku minta maaf?" kalimat pertama yang keluar dari mulut Rayyan, terdengar seolah mereka semua sepantaran di usia.

"Aku tidak mengharapkan itu," balas Gada.

Dengan kondisi perang di luar Shangkara yang mengganas, menekan Elisian secara finansial dan sumber daya manusia, sehingga berdampak pada cengkram kuasa mereka di Shangkara sekarang. Rasanya permintaan maaf karena terlambat tidak penting lagi.

Situasi ini membuat peluang bagus untuk melawan. Akan tetapi, dukungan dan kerja sama untuk melawan, ada harganya.

Jarasandha sudah ditekan untuk mendeklarasikan kemerdekaan. Yang Mulia melakukannya dalam senyap, membangun momentum, menyusun bunyi deklarasi. Akan tetapi, penghalang terbesar mereka adalah bentuk negara.

"Jika dia ngotot ingin semua orang mendukung pergeseran monarki, itu tidak masuk akal," kata Rayyan dengan nada ringan.

"Yang Mulia," gumam Kalki, mengkoreksi.

Senandung Jazirah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang