21: Neraka di Bawah Kaki Itu

127 42 8
                                    

Gelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gelap.

Gelap.

Senyap.

Sepi

Ava beringsut ke kiri, menggerakan tubuhnya atau mungkin sisa tubuhnya, ia sudah tak tahu lagi. Tangannya meraba-raba ke kedua sisi, tidak ada apapun di sekitarnya selain kekosongan dan tanah lembab. Kegelapan ini Ava tidak tahu dari mana datangnya, apakah karena cahaya sudah dia telan atau karena matanya buta. Kesepian ini bisa saja karena dia sudah menjadi tuli.

Energi alam yang mengalir sungguh-sungguh mengoyak tubuhnya, Ia berhasil mengaliri sungai dengan darah dan menggundulkan hutan lewat api, dia memenggal Rayyan, membunuh Rakht. Dia sudah melepaskan Neraka ke bumi . Seharusnya, semua ini sudah meluluhlantakkan Gada di luar sana.

Ava terjerembab jatuh dari posisi awalnya menuju gelap dan sepi. Biasanya ada Atman dalam gelap, Ava selalu bisa menemukan pria itu dalam benaknya, sekarang tidak ada apa-apa di sekitarnya.

Bisa saja dia sudah mati.

Ia berusaha mengingat-ingat ajaran dan kepercayaan seputar kematian, mengenai bagaimana rasanya, apa yang terjadi dan pada siapa jenazah akan kembali. Dia membayangkan ruang hampa penuh cahaya dan gemerisik dedaunan yang ramah. Dia membayangkan ketenangan yang dijanjikan semua ajaran agamanya.

Dia membayangkan Sorran. Barangkali, jika dia terus beringsut, dia akan jatuh ke pangkuan ibunya.

Akan tetapi, tidak ada apa-apa di sekitarnya.

Jika memang dia sudah mati, kenapa dia masih merasakan material? Seharusnya dia melayang-layang. Seharusnya dia ringan, namun Ava bisa merasakan bobot kulitnya sendiri.

Kecuali... roh tidak diterima alam baka.

Kekalutan menyerang Ava, segalanya terasa lebih berat, termasuk bulir keringat yang menjalari kulit wajahnya. Beginilah rasanya terjebak di ketiadaan. Tangannya terus menggapai-gapai, kali ini menjurus naik seolah dia bisa merobek permukaan di atas wajahnya.

Krak krak

Dia mendapat sesuatu. Kegelapan yang dikiranya tak terbatas ternyata memiliki langit-langit pendek.

Ava menempelkan telapak tangan pada permukaan di atas lalu mendorong pelan. Tidak ada perubahan apapun. Dia berdecak gundah lalu merapal satu mantra pendek dan mencoba lagi.

Krak krak

Kegelapan pecah pelan-pelan dan Ava mendorong lebih cepat, punggungnya dia angkat menjauhi permukaan bawah dan tak lama kemudian, dia mendapati dirinya setengah terbenam di liang lahat.

***

Liang lahat tak bertepi di kedua sisi namun memiliki atap tanah liat yang ditumbuhi duri. Ava tertanam di sana entah berapa lama.

Langit masih merah di atas kepala. Di sekitarnya, masih hutan yang kian rapat, tertutupi pepohonan gemuk beranak duri pada setiap jengkal dahan. Jalan setapak tidak lagi ada, semua digantikan oleh sulur panjang dengan permukaan berkerak hitam layaknya jejak pembakaran. Di antara kerak-kerak tersebut adalah rongga menganga, terentang dari hulu ke hilir, barat ke timur, utara dan selatan, bisa terlihat pendar merah memantul di dinding jurang berwarna kecokelatan.

Senandung Jazirah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang