2: Mitos Paling Menakutkan

211 60 15
                                    

Kalian ada yang pernah nonton The Lion King? Simba? Mufasa?

Inget lagu Be Prepared-nya Scar? ;)

Pilihannya antara dicium paksa atau dijadikan target latihan menembak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pilihannya antara dicium paksa atau dijadikan target latihan menembak. Tidak ada yang menyenangkan.

Ava mengamati Wija dari ujung kepala hingga kaki, sipir itu balas menatap dengan eskpresi sungkan sekaligus bingung.

Wija berasal dari Naraga, bekerja sebagai sipir selama lima tahun terakhir. Bukan pendukung Dhatu, tapi tidak menentangnya juga. Dia mendukung gagasan Dhatu, hanya saja tidak menyukai tindakan-tindakan Dhatu yang terkesan hanya terpusat di ibu kota dan mengabaikan provinsi lain.

Saat insiden balairung terjadi, Wija sedang dinas di penjara. Dia sudah menduga, penjara bakal kedatangan banyak tahanan baru. Runan adalah orang pertama yang mengontaknya perihal Ava, beberapa jam setelah Ava dijebloskan ke sel, ia bertemu dengan Gada, yang menurutnya bukan orang yang mudah diajak bicara. Perintahnya satu dan sangat jelas, keluarkan Ava dari penjara dan jauhi Atman.

Bibir Ava masih kelu, terlalu kaget untuk membalas karena fakta baru jatuh di kepalanya bertubi-tubi. Setiap jengkal tubuhnya terasa lengket, Ava sadar ini adalah sensasi jijik yang muncul karena memori-memori lama, tetapi dia tidak bisa menghentikannya. Wija membela diri dengan mengatakan sipir-sipir tadi hendak menjadikan Ava target latihan menembak, maka pria itu beralasan bahwa Ava adalah gadisnya dan jatahnya supaya tidak diganggu gugat. Omongannya terbukti benar, setelah menciumnya, para sipir langsung pergi sambil tertawa.

Kalimat itu membuat Ava meringis jijik. Dia bukan punya siapa-siapa, bahkan dia sendiri belum tentu bisa mengendalikan dirinya sendiri dan memiliki pikirannya.

"Tolong, jangan bilang Gada aku menciummu." Wija memohon.

Ava tidak habis pikir soal permintaan itu.

"Dia memerintahkanku untuk membebaskanmu dari penjara, jadi kita bakal kabur."

Itu ide bagus, ini pembebasan, tetapi tampilan wajah Wija kelihatan seperti orang yang baru melakukan kejahatan besar.

"Aku maafkan. Tidak usah khawatir." Ava menepuk bahu Wija pelan, dia memang tidak punya pilihan, mana bisa dia jadikan satu-satunya jalan keluar sebagai musuhnya.

Wija mengabarinya banyak hal. Mulai dari orang-orang Dhatu yang menyebar, Gada yang kewalahan sendirian menghadapi sentimen negatif pada Dhatu sampai ke kenyataan bahwa pendukung Babad Kasta semakin kokoh. Sebenarnya, jumlah mereka setara dengan penentang Babad Kasta, tapi pendukung ini punya lebih banyak corong bercitra kredibel. Oleh karena itu, kesannya jumlah mereka lebih mendominasi.

Perkaranya besar yang lain adalah persepsi. Betul, penentang Babad Kasta ada, tapi jauh lebih terpecah. Tidak semua orang menyukai Dhatu karena konsep yang begitu asing dan pergerakan yang cenderung terpusat di Alodhya.

Ava buru-buru menyela. "Tidak. Runan sempat ke -"

"Soal sengketa tanah di provinsi itu?" Wija menyambar. "Bukan itu poinnya, yang kalian lupa itu soal keterlibatan. Kalian buat provinsi jadi sumber sekunder gagasan dan aksi kalian di sini. Kalian tidak melibatkan langsung. Itu salah."

Senandung Jazirah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang