12: Ava, Menjadi Musuhku Bukanlah PIlihan Bijak

178 45 6
                                    

Gada membuat setiap orang menyalin apa yang ditulis Atman dan Sonaka kemudian mengerahkan para pria untuk menepuh perjalanan yang terpisah, menuju desa terdekat untuk menyampaikan isinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gada membuat setiap orang menyalin apa yang ditulis Atman dan Sonaka kemudian mengerahkan para pria untuk menepuh perjalanan yang terpisah, menuju desa terdekat untuk menyampaikan isinya.

Secara praktis ini mengurangi anggota rombongan, mempercepat perjalanan. Ini adalah gagasan yang mendadak tetapi tidak ditolak orang-orang, mengingat apa yang ditulis Atman dan Sonaka.

Tidak ada rasa gentar di wajah Atman kala membacakan isi kesaksiannya, sekalipun anggota rombongan ada yang mencaci makinya. Beberapa bahkan meludah, untungnya meleset.

Sonaka lebih santai lagi merespon cacian, dia bahkan membalasnya dengan lelucon yang tidak membuat Gada tersenyum sedikitpun namun cukup untuk membuat Runan tertawa.

Selama beberapa saat, ada peluang untuk melawan Rayyan. Harapan itu berakhir saat Ava sadar, Atman adalah puteranya.

"Kau yakin mau melawan ibumu begitu?" Ava berbisik.

"Aku sudah ada di sini, Ava. Tidak ada jalan kembali." Atman menyunggingkan senyum pedih.

Perjalanan dilanjutkan sampai mereka tiba sepuluh kilometer dari pintu masuk Wulus. Rombongan berhenti untuk menunggu sinyal dari Shaka dan Widura, tanpa membangun tenda darurat.

Ava meninggalkan kereta, mencari tempat menyepi di balik pohon beringin. Dia berpapasan dengan roh penghuni pohon, seorang anak kecil tanpa mata. Kehadirannya membuat Ava berhenti sejenak, menerka-nerka jika dia minum darah sekarang apakah dia bisa mengendalikan roh ini juga.

Pikiran itu buru-buru dibuang jauh. Ava mencari lokasi lain dan menemukan satu ruang kosong di dekat pohon pisang.

Dari tempatnya duduk, Ava bisa melihat Gada berdiri di sekitar keretanya, ada Kalki di belakang pria itu.

Kehampaan yang panas memenuhi rongga tubuh Ava, bukan sesuatu yang berasal dari energi bawah tanah atau serangan mistik. Melainkan rasa putus asa dan bodoh luar biasa.

Ava menarik nafas dalam-dalam, ditarik lagi oleh ketidakberdayaan yang terjadi saat mengkonfrontasi Gada dan Kalki. Dia punya segenap daya untuk melawan tetapi secara fisik, dia kewalahan. Seolah-olah ada tenaga yang menahannya.

"Ava." Suara Atman memanggil. Ava masih belum terbiasa mendengar Atman memanggil namanya.

Ava menoleh, Atman berdiri di belakangnya, menyodorkan sepotong roti. "Aku tidak lapar."

Atman menyimpan kembali roti ke dalam kantong. "Kurasa kau perlu waktu sendirian?"

Ava cuma mengangguk.

"Jangan minum darah atau mengomando roh seenaknya sampai kita bertemu lagi." Atman melengos pergi.

Kalau bukan karena pria itu, Ava sudah melakukan sejak tadi.

Sepeninggal Atman, sosok Runan muncul tidak jauh dari pepohonan tempat Ava menyepi. Runan membaca lembaran kertas, bibirnya menganga tanpa suara.

Pelan-pelan Ava mendekat, Ava tidak yakin bagaimana posisi Runan sekarang soal Konsorsium, Gada dan Dhatu. Runan jelas marah karena Konsorsium menghambat usaha propaganda ditambah lagi Gada yang menurut-nurut saja.

Senandung Jazirah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang