16 : Kau Tidak Mengenal Mereka

107 40 1
                                    

Hutan Kuruksethra pada dasarnya selalu senyap akan tetap ini adalah kesenyapan yang penuh ketersesatan, seolah-olah segalanya tidak ada pada tempatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hutan Kuruksethra pada dasarnya selalu senyap akan tetap ini adalah kesenyapan yang penuh ketersesatan, seolah-olah segalanya tidak ada pada tempatnya. Beberapa pepohonan memang masih berdiri tegak, berhimpitan dengan sulur yang menjalin kanopi di langit, akan tetapi tidak ada riwayat hidup yang layak di sini. 

"Tidakkah ini lucu?" Ava nyeletuk saat mereka mulai memasuki Kuruksethra. Perempuan itu berjalan tenang di sebelah Atman, mengawasi tanah dengan seksama untuk menghindari duri dari akar pepohonan dan mayat-mayat busuk yang tumbuh makin subur dari tanah.

"Apanya yang lucu?" Atman berjalan dua langkah di depan, selalu siaga dengan keris di tangan kanan.

Perubahan di Kuruksethra adalah pepohonan yang roboh, jasadnya tergeletak menutupi jalur-jalur yang dulunya terbuka. Semilir angin dingin menusuk kulit, dalam arusnya nampak sosok roh yang samar-samar melintas; semuanya bergerak dalam kesenyapan sendiri-sendiri,

"Di penjara kau ingin sekali aku mati."

"Aku tidak ingin kau mati, aku justru mengajakmu bergabung denganku," tukas Atman.

"Masa? Belatimu tidak bilang begitu."

Atman menoleh sekilas untuk melihat Ava sekaligus kondisi Kuruksethra di belakang gadis itu. "Sekedar catatan, kau sendiri yang menempelkan kerisku di lehermu waktu itu."

Ava mengendikkan bahu. "Toh, kalau aku mati, kau masih bisa melihatku gentayangan."

Tangan Atman dengan sigap mencengkram Ava. "Jangan bahas itu lagi. Aku pernah membuatmu bisu sekali dan akan kulakukan lagi."

Senyum tipis terukir di ujung bibir Ava, gestur itu mengejutkan Atman lebih dari apapun. Perlahan, Ava mencondongkan wajah lalu mencium Atman dengan singkat.

"Kau ingat waktu kau bilang bahwa orang-orang memperhatikan Gada dan mendengarkan Gada karena ada kau bersamanya?" Atman mengusap pipi Ava dengan jemarinya.

Ava tertawa masam. "Yeah, aku membuatnya dicintai."

"Kau dan aku. Sekarang, mereka akan memperhatikan kita. Kita bisa membuat Gada dilupakan."

Sepanjang jalan, Atman menggenggam tangannya, entah karena dia murni menginginkan itu atau karena takut Ava kabur dan menyilet telapak tangan sendiri. Roh-roh tersesat mengekori mereka berdua, wajah-wajah hampa itu terus bicara pada Ava dalam kata-kata kuno yang sudah hilang, langkah mereka bagai magnet bagi para roh hingga sebarisan penuh terbentuk di belakang sana. Ava menyadari inilah jejak yang ditinggalkannya; setiap kali dia memutuskan mengorganisir energi dunia, ini yang terjadi.

Pelan-pelan, para roh di barisan belakang menghilang; dijemput untaian angin pendek menuju sudut lain Kuruksethra. Ava dan Atman mengubah arah laju, kini mereka yang mengikuti para roh.

"Aku rasa ini tidak normal." Ava meremas tangan Atman, memancing perhatiannya. Langkah keduanya berhenti di antara arus laju roh-roh menuju sisi utara. Ava celingukan mencari pohon raksasa yang dulu pernah dihuninya bersama Kalki.

Senandung Jazirah (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang