Tasya kembali menutup pintu lemarinya setelah berulang kali buka tutup. Beralih matanya memandang sang suami yang pulas tertidur di minggu siang yang hujan, rasanya ingin membangunkan Dimas saat itu juga tapi segera ditahannya. Ia sangat paham suaminya memiliki waktu lebih beristirahat hanya di akhir minggu.
"Mas, aku boleh minta uang lebih nggak?" rajuknya sore itu di saat minum teh bersama Dimas suaminya.
"Untuk apa, Sayang?"
"Mmm –" hanya matanya yang bolek balik berbicara dengan gugup, sementara bibirnya ragu untuk menyahut.
"Loh, kok diam?"
"Pengajian ibu-ibu area selatan akan ganti seragam ...lagi."
Dimas menghela napas panjang dan berat, diletakkannya cangkir berwarna biru langit itu kembali ke meja. Ia tak segera menjawab atau sekadar menoleh pada istrinya, matanya sibuk menekur meja. Sejurus kemudian ia meraih wajah istrinya yang ayu.
"Tasya ... Menurut kamu penting nggak sih gonta ganti seragam pengajian sampai empat kali setahun?" wanita dengan jilbab ungu muda itu menggeleng pelan menjawab pertanyaan lembut suaminya.
"Penting ilmunya atau gaya sama seragamnya, Sayang?" Tasya menunduk dan menggeleng untuk kedua kalinya, jemarinya sibuk memilin ujung jilbab.
"Maaf Mas, aku nggak bermaksud –"
"Kali ini rasanya sudah di luar batas ya Sayang. Aku izinkan kamu ikut pengajian itu supaya ilmumu terus bertambah hingga bisa jadi madrasah yang baik untuk anak kita. Juga untuk menyuapi hati kamu agar selalu ingat pada Allah yang sangat menyayangimu."
Tasya tertunduk malu dan membenarkan ucapan suaminya di dalam hati. Bahkan sejak beberapa bulan lalu ia sendiri merasa terusik dengan kebiasaan teman-teman satu pengajiannya yang tidak langsung pulang setelah belajar melainkan mampir ke kafe atau restoran dan makan bersama hingga terlambat sampai ke rumah.
Tanpa merasa berat hati Tasya menurut saat Dimas menyarankan untuk memulai pengajian di komunitas sekitar komplek saja. Selama satu dua minggu pertama, teman-teman dari pengajian lamanya selalu menghubungi dan bertanya mengapa ia tak pernah muncul, setelah satu bulan berlalu mereka terbenam tanpa sapa.
***
Malam itu dua orang teman Tasya dari komunitas pengajian yang lama meminta izin untuk mampir, tentu saja Tasya dengan senang hati mengiyakan. Saat mereka datang, Dimaslah yang membukakan pintu sementara Tasya sibuk menyiapakan jamuan di ruang makan.
"Hai Mbak, Masyaa Allah. Apa kabar?" sapa Tasya hangat.
Dua orang itu langsung balas memeluk Tasya sebagai jawabannya. Tasya memerhatikan keduanya memakai baju dengan motif yang sama dan ia terdiam seketika. Sontak salah satu dari mereka menyikut lengan yang satunya.
"Eh, gimana Tasya. Baju seragam baru pengajian ini. cantik ya?" tanyanya sambil berputar memamerkan.
"Mmm... iya." Tasya mengangguk.
"Kamu sih pake acara keluar dari pengajian, kenapa sih sama suamimu. Kenapa, dia nggak izinkan?" kata temannya setengah berbisik.
"Oh itu, aku yang memilih untuk ikut pengajian di jam yang sama dengan jam sekolah Wildan. Supaya saat dia pulang sekolah, aku sudah di rumah Mbak."
"Oh gitu. Eh, tadi kamu bilang lagi masak Soto Bandung kan. Kami jadi dijamu nggak nih?"
"Eh—iya dong Mbak. Mau disiapkan makan di sini aja?" tanya Tasya gugup.
"Loh kok di sini, ya di ruang makan dong Sya. Nggak sopan dong kami,"
Tasya menggigit bibirnya dan terpaksa mengangguk. Mereka mengikuti Tasya ke ruang makan sementara Dimas mengikuti dengan ekor matanya. Hatinya tak kalah dag dig dug dengan istrinya karena sejak tadi ia menyadari kekhawatiran Tasya.
Sesampainya di ruang makan Tasya yang tertata apik dan bernuansa shabby chic, kedua teman pengajiannya melongo tak bisa berbicara. Mereka menoleh satu sama lain dan saling berpandangan dengan malu. Tasya dengan cekatan menyiapan jamuannya membelakangi keduanya dengan perasaan yang cemas.
Netra mereka mulai berkaca-kaca dan tangan mereka mulai menyikut satu sama lain, rasanya mereka ingin segera berpamitan. Ketika melihat motif taplak yang terpampang cantik di atas meja makan itu ternyata sama persis dengan motif gamis seragam pengajian mereka yang baru, mereka menyesal tak menuruti Tasya untuk makan di ruang depan saja.
------------------oOo------------------
![](https://img.wattpad.com/cover/272560403-288-k942178.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LIVE zaman NOW
Ficción GeneralAntologi cerpen yang berisi cerita ringan kehidupan sehari-hari di sekitar penulis. merangkum cerita antar gender, usia dan hubungan sosial yang amat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Selamat menikmati. * Saya mengikuti #30harikonsistenmenul...