Ammy menggeser duduknya begitu melihat mata indah yang menghampirinya dengan tertawa lepas, gadis dengan rambut hitam legam seindah manik hitam yang dimiliki matanya itu segera mendaratkan pelukan hangat padanya.
"Kau terlambat, Kak Reza sudah cetak enam poin!"
"Maaf Ammy, Mama minta aku ke binatu dulu tadi. Sudah kamu sampaikan salamku?"
"Sudah, Kak Reza hanya tersenyum manis." Ammy memandang Arumi dengan tersenyum.
Ia teramat tahu perasaan sahabatnya itu pada Reza, sang pahlawan basket sekolah idola para gadis belia dimanapun ia berada.
"Ini roti isi makan siangmu?" tanya Arumi mendekati Ammy yang sedang mengunyah sepotong roti isi berisi keju dan daging yang amat tipis.
"Ambil kalau kamu mau," Ammy sudah bisa menebak pikiran Arumi.
"Kamu –sahabat terbaik." Dan Ammy pun tersenyum.
Mereka selalu begitu sejak berada di Taman Kanak-kanak hingga di bangku SMA. Entah mengapa mereka selalu bisa berada di sekolah yang sama, satu sama lain selalu berusaha saling mencari. Di mana ada Arumi di situ pasti ada Ammy, mereka bagai sepasang sandal yang indah. Melangkah kemanapun mereka inginkan dan dipuja oleh para penikmat pahatan dewa.
Ammy, dengan rambutnya yang kecoklatan. Mata yang seperti biji kacang almond dan senyumnya selalu memesona. Gadis pendiam yang kerap membuat gemas karena kelembutan dan sifat pendiamnya. Berbanding terbalik dengan Arumi yang lincah dan selalu berambut panjang, dengan mata besarnya ia selalu menghentak-hentak dan tak kenal rasa takut. Ia selalu menjadi pelindung bagi Ammy.
***
Dalam kurun waktu lima tahun, mereka telah memilih jalannya masing-masing. Ammy telah menjadi seorang psikolog sedangkan Arumi bekerja sebagai public relation sebuah media terbesar di ibukota. Mereka tetap bertemu, mereka tetap saling mencari dan berbagi dalam segala hal. Tentu saja dengan sifat Ammy yang pendiam, ia cenderung mengalah dengan sikap kekanakan Arumi. Begitu saja Ammy sudah merasa berbagi dunia pada sahabatnya dan ia bahagia.
Pintu kerjanya selalu terbuka sejak jam delapan pagi, Ammy telah bersiap menerima seorang psien yang istimewa. Arumi berada di bangku yang sebelumnya tak pernah teruji baginya, Ammy meletakkan sebuah bantal yang nyaman agar sahabatnya itu bisa kembali tersenyum. Mengusap pipinya yang terus basah oleh air mata.
"Aku tak pernah mau keadaan seperti ini, Ammy. Ia sangat jahat dan aku memiliki firasat itu sejak lama."
"Tak pernah ada yang mau menghadapi pria dengan hati yang jahat, tetapi jika itu dilakukan karena cinta yang ada kamu akan bisa melaluinya."
"Oh Tuhan. Bisakah aku berbagi sakit ini, padamu?" Arumi terisak lagi.
"Tentu. Bukankah kita selalu berbagi, dalam berbagai hal?"
Dan Arumi pulang dengan sekeping rasa lega yang bisa ia letakkan kembali sebagai koin keberuntungan karena memiliki Ammy sebagai sahabatnya.
***
Arumi menelan ludah dan berdiri dengan kaki gemetar, ia meletakkan tangannya pada bahu kursi makan yang menopangnya sejak tadi. Matanya nanar memandangi pemandangan yang seharusnya tak ia nikmati dengan rasa sakit sekaligus bingung.
"Aku hanya ingin bertanya—mengapa?" tanya Arumi dengan bibir bergetar.
"Kita berbagi, itu saja. Itu bukan hal yang baru bagi kita, kan?" Ammy mengecup pipi Reza, suami terbaik milik Arumi yang kini juga menjadi suaminya.
Arumi ingin benar-benar segera berbagi tubuh dengan kedalaman bumi saat ini, ia merasa ingin memiliki roti isi yang sama dengan Ammy alih-alih meminta separuhnya.
---------------------------------------------
#30harikonsistenmenulis
#ninsoe
#livezamannow
![](https://img.wattpad.com/cover/272560403-288-k942178.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LIVE zaman NOW
Ficção GeralAntologi cerpen yang berisi cerita ringan kehidupan sehari-hari di sekitar penulis. merangkum cerita antar gender, usia dan hubungan sosial yang amat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Selamat menikmati. * Saya mengikuti #30harikonsistenmenul...