Olivia

13 7 2
                                        

Aku melanjutkan menyapu halaman belakang rumah seluas empat ratus meter persegi ini, daun-daun kering dari pohon mangga yang mulai berbuah. Buah mangga yang berwarna kehijauan itu terlihat indah menjuntai di beberapa ranting, dalam beberapa tahun terakhir panen satu pohon saja bisa lebih dari sepuluh kilo.

"Asih, nanti saat kamu pulang jangan lupa siapkan makan Olivia. Lalu mampir ke rumah Parmin, besok kita panen mangga." Nek Rahmi telah siap dengan mukena berwarna gading di pintu kaca.

"Baik, Nek." Sahutku mengembangkan senyum.

Namaku Asih, aku bekerja di rumah yang cukup besar ini selama sepuluh tahun terakhir. Sejak aku lulus SMP, aku telah membantu Nek Rahmi membersihkan rumah, kebun dan kadang memijit kaki Nek Rahmi saat ia mengaji di teras belakang.

Aku menjadi saksi bagaimana Nek Rahmi bertransformasi dari seorang wanita yang gesit, molek dan cekatan di dapur menjadi sosok nenek yang terlihat tenang, bijaksana serta jauh lebih pendiam dari sebelumnya.

Garis wajah yang cantik alami serta selalu dirawat dengan madu itu masih sangat memesona, sorot matanya yang tajam dan bersemangat tidak pernah hilang. Hanya terkadang aku merasa senyumnya sering menghilang karena sebuah ingatan yang pedih di masa sepuluh tahun terakhir.

Suaminya, meninggal sepuluh tahun lalu karena gagal jantung. Sosok berwibawa dan baik hati yang pernah kukenal dan tak jarang memberiku uang saku tambahan. Kedua putrinya tumbuh cantik bagai duplikat ibundanya dan putra satu-satunya adalah jelmaan sang ayah di waktu muda. Anak-anak yang rupawan itu telah menjadi bintang di kehidupannya masing-masing, seorang dokter, pengacara dan seorang dosen di universitas terkemuka.

***

Parmin cekatan memanen mangga dari tiga pohon yang berbuah bersamaan, menempatkannya ke dalam sebuh keranjang anyaman bambu yang seukuran bak cucian. Aku menyiapkan makan siang Nek Rahmi seperti biasa dan menatanya di meja makan yang menghadap teras belakang. Ke arah pohon mangga yang tengah dipanen.

"Sudah kamu potong mangganya, Sih?"

"Sudah, Nek. Ini sudah saya siapkan juga untuk Nenek." Mangga itu berwarna kuning keemasan, menarik mata untuk segera disantap.

Aku dapat menebak adegan berikutnya, Nek Rahmi akan menatap lama pada buah mangga di piring itu. Yah – hanya menatapnya untuk memuaskan dahaganya. Selebihnya ia akan memintaku untuk segera menyingkirkan mangga itu ke dapur. Karena mangga itu adalah kesukaan ketiga buah hatinya.

"Aku ingin menemani Olive," ia urung makan menu makan siangnya, dan melangkah ke teras depan.

Aku mengikutinya dan berhenti di balik pintu, mendengarkan ia menyapa Olivia.

"Olive, mangga kita sudah panen lagi. Pasti Citra dan Dara akan menyukainya, begitu juga dengan Aryo." Kulihat Nek Rahmi menerawang ke arah jalanan komplek yang sepi.

"Nanti kalo Mas Aryo datang, jangan kamu dekati dia. Mas Aryo kurang suka bertemu kamu, kamu di kamar aja bersama Asih. Aku tak ingin kamu disakiti istrinya Aryo." Nek Rahmi masih bercakap-cakap dengan nada sedih.

"Asih, aku tau kamu di balik pintu. Sini pijati kakiku," aku tersentak dan mulai mendekati Nek Rahmi.

Aku duduk di bawah di dekat betis kirinya, mulai memijat dengan pelan dan lembut. Aku menatap kantung mata yang menhitam di wajah Nek Rahmi yang cantik. Gurat keriput memang sengaja tak ia tutupi, tapi tetap saja ia terlihat cantik.

"Aku rindu mereka, Asih, Olive... aku rindu memasak untuk mereka, tapi mereka hampir tak pernah datang lagi sejak kematian ayahnya. Apa sebaiknya aku mati saja?" buliran bening itu mengalir di kedua pipinya yang putih.

"Kasihan Olive jika Nenek ikut pergi bersama Kakek, dia akan kesepian." Senyumku melihat makhluk berbulu putih gradasi abu-abu itu meringkuk di pangkuan Nek Rahmi.

Nek Rahmi yang kesepian, Nek Rahmi yang dilupakan. Mereka larut dalam kesibukan dan larut dalam alasan setiap kali diminta datang. Lalu di mana letak kasih seorang anak pada ibunya? Mereka lebih cinta dunia ketimbang ibunya. Hanya tersisa aku dan Olive, kucing sahabat Nek Rahmi yang kami pungut dari jalanan depan rumah. 

LIVE zaman NOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang