Jennie dan Jisoo menatap satu sama lain. Tertawa canggung lalu kembali diam. Jisoo mulai memberanikan diri untuk memulai pembicaraan.
"Jennie, bagaimana rasanya.. saat kau tahu kau mempunyai seorang kakak?"
"Rasanya.. aku senang dan bingung"
"Bingung?"
"Ya, aku hanya bingung, kenapa kau masih menganggapku sebagai adikmu, meskipun aku sudah mencelakai banyak orang"
"Jennie, sudah kubilang-"
"Apa.. kau malu mempunyai adik sepertiku? Banyak gadis seumuran dirimu, yang mempunyai seorang adik yang bisa dibanggakan, apa kau.. bangga denganku? Aku tidak pernah.. melakukan apapun selain merugikan orang lain"
"Jennie, berhentilah berkata seolah-olah kau tidak ada artinya bagiku. Aku bangga padamu, aku bangga mempunyai adik sepertimu, aku bangga dengan rasa simpatimu, aku bangga denganmu yang rela meruntuhkan egomu"
"Meruntuhkan egoku?"
"Benar, aku tahu, kau pasti sering berdebat dengan pikiranmu sendiri. Di satu sisi, kau pasti ingin membunuh orang lain. Tapi di satu sisi juga, kau ingin mengalahkan egomu itu, walaupun kau merasakan sakit sekalipun"
"Tapi.. dua lelaki itu.. aku menyadarinya unnie, aku benar-benar sadar saat membunuh mereka"
"Apa maksudmu?"
"Dua tahun yang lalu, saat aku membunuh Appa, apa kau kira aku sengaja merencanakan pembunuhan itu? Tidak, aku sama sekali tidak merencanakan itu, aku sama sekali tidak berpikir seperti itu. Walaupun Appa menyiksaku, aku tidak mungkin membunuh Appa, aku sama sekali tidak tahu apa yang terjadi, aku tidak tahu apa yang terjadi pada diriku saat aku membunuh seseorang"
"Tunggu, jadi maksudmu.. kesadaranmu seperti menghilang saat kau ingin membunuh seseorang?"
"Benar, aku tidak tahu, aku tidak merasakannya, aku juga sangat terkejut ketika eomma berkata jika aku membunuh Appa"
"Lalu? Apa maksudmu kau sadar saat membunuh dua lelaki itu?"
"Ya, aku.. aku benar-benar seperti melakukan pembunuhan untuk yang pertama kalinya. Aku membunuh mereka karena mereka mengganggu kalian, aku sadar saat itu, untuk apa jika aku tidak sadar pun aku tetap saja membunuh seseorang"
Jisoo terdiam, memikirkan suatu hal kembali di kepalanya.
"Unnie? Bisakah kau- ani, bisakah kalian berempat menjagaku? Aku tidak ingin membunuh orang yang tidak bersalah lagi, aku tidak ingin menjadi orang jahat. Jebal, tolong aku.."
"Itu pasti, aku akan menjagamu, selama aku bersamamu, aku akan menahanmu sebisa mungkin"
"Tapi.. bagaimana jika saat aku tidak sadar, aku melukai salah satu dari kalian?"
"Jadi.. ini alasanmu tidak ingin berteman dengan kami saat itu? Kau benar-benar orang yang baik, Jennie"
"Tidak, aku orang yang jahat, unnie. Aku sudah-"
"Tidak, kau tidak membunuh orang-orang itu. Tapi pikiranmu yang telah membunuh orang-orang itu"
Jennie kembali diam, lalu menatap Jisoo kembali setelah mengingat sesuatu di kepalanya.
"Unnie, bagaimana dengan sekolahmu? Apa kau juga menjalani kuliah disini?"
"Aku putus sekolah 2 tahun yang lalu, seharusnya aku memulai kuliah saat kalian masuk sekolah, tapi aku juga malah memulai sekolah lagi, hahaha"
"Jadi.. kau tidak kuliah?"
"Aku benar-benar tidak memikirkan itu lagi saat aku kembali kesini, yang kupikirkan hanyalah menemukanmu kembali"
"Sayang sekali, itu semua karena diriku"
"Aish! Berhenti menyalahkan dirimu sendiri"
"Lalu? Bagaimana kau sampai berteman dengan dua anak menyebalkan itu?"
"Ya, aku juga tidak tahu. Setelah beberapa bulan aku kembali kesini, saat aku pergi ke minimarket, tiba-tiba saja ada yang menabrakku saat aku ingin membayar belanjaanku. Dan.. ya, itu mereka berdua yang sedang bertengkar sampai tidak sengaja menabrakku, lalu mereka langsung meminta maaf secara berlebihan dan membayarkan belanjaanku. Sampai akhirnya kami saling dekat. Kalau mengingat itu, rasanya lucu sekali"
"Ayolah, kalau saja aku tahu akan seperti ini, aku mungkin tetap menyuruh Chaeng disina juga, kalian sangat menyebalkan, bagaimana bisa kalian berbicara seolah-olah tidak ada aku disini?"
Lisa menutup kepalanya dengan bantal, Jisoo dan Jennie menggelengkan kepala mereka.
***
Sudah tengah malam, Lisa terbangun dari tidurnya, entah kenapa ia merasa haus tiba-tiba, lalu pergi berjalan ke arah dapur.
"Wah, banyak sekali makanan di dalam kulkas, apa Jennie unnie dan Mino oppa membawa black card sebelum kabur?"
Setelah menuang air ke dalam gelas, Lisa meminumnya dengan terburu-buru. Ia mendengar suara sesuatu di belakangnya.
"Suara apa itu? Kumohon, tolong jangan ada makhluk apapun dibelakangku"
"Lalisa~"
Belum sempat Lisa berpaling, ia langsung di dorong sampai terbentur ke dinding.
"Ah sial, apa yang kau lakukan, Jennie unnie?"
Jennie tersenyum lebar pada Lisa. Entah kenapa itu membuat Lisa ketakutan, badannya gemetar seketika.
"Apa kau ingin bermain denganku?"
"Tidak! Aku tidak ingin bermain denganmu!"
"Begitu, ya? Baiklah, kalau begitu.."
Lisa melototkan matanya, Jennie mengambil sebuah pisau di atas meja di samping mereka.
"Je-jennie unnie! Apa yang akan kau lakukan?!"
"Sudah kubilang, aku ingin bermain denganmu"
Lisa tahu, Jennie pasti dalam keadaan tidak sadar. Ia mengumpulkan keberaniannya lalu mendorong kasar tubuh Jennie.
"Jennie unnie! Sadarlah! Ini bukan dirimu! Kau-"
"Beraninya kau mendorongku?! Aku akan membunuhmu! Sialan!"
"Je-jennie unnie, aku- aaaaakkkhhhhh!"
BRAKKKKKK
*
*
*
*
*
Jeng jeng jeng :)
Apa yg Jennie lakuin ke Lisa?
Mana saya tau :)
Voment🖤💗

KAMU SEDANG MEMBACA
Psychopath
Gizem / GerilimGadis itu cantik namun.. Orang-orang takut padanya? Karena satu perbuatan yang tidak ia sadari. Menyebabkan semua orang sangat takut padanya. Ini seperti.. Sleep walking? Tidak, ini bukan sleep walking. Ia tidak tidur. Ia tahu apa yang dilakukan...