Ch. 35

6.5K 698 80
                                    

Selamat Tinggal April

Setelah tertidur kemudian bangun, ternyata aku bukan hanya melewati gelapnya malam, namun juga beratnya hari kemarin.
-SYA

_____________________________

Mang Tony pernah bilang, kalau semesta tidak menerima orang lemah. Jika masih mau melihat seberapa indahnya dunia, kamu harus jadi pemberani dan menyingkirkan semua rintangan yang datang. Awalnya Pandu ingin melalui semuanya bersama dengan beliau, membawanya pergi dari kubangan hitam yang terus-terusan menghisap mereka masuk ke dalam lubang yang menyesakan.

Tapi sepertinya Mang Tony tidak lagi diizinkan Tuhan untuk terus berpetualang diatas tanah bumi yang penuh dengan duri yang menancap dikakinya. Tuhan mau ia berhenti dan menjadi abadi disisiNya. Dan Pandu tidak keberatan dengan keputusan itu, iapun tidak ingin Mang Tony melanjutkan sisa hidupnya yang berharga di dalam jeruji dingin setelah melakukan hal kotor akibat dihimpit keadaan.

Persidangan Janartha berjalan sebagaimana semestinya. Tidak perlu drama pemberatan, hukumannya sudah cukup memberi kepuasan bagi keluarga korban. Mereka tidak ingin ada hukuman mati, karena mati bukanlah hukuman bagi pelaku tindak pidana, lebih ke kabur dengan cara menghilang. Janartha mendapat hukuman penjara berlapis, di akumulasi dengan sisa hukumannya untuk tuduhan penelantaran anak.

Sedangkan Dina—Ibunda Pandu dan Elang—, semenjak wanita itu datang ke Bandara dengan tergopoh-gopoh membawa sepucuk surat dan roti cokelat ditangannya. Juga melambaikan tangan dengan berlinang air mata sebagai iringan selamat tinggal untuk kedua putranya, Pandu kira wanita itu sudah mendapatkan karmanya. Warga rumah susun dan kedua sahabat Pandu membiarkan wanita itu berdiri sendiri disisi yang lain, bukan karena tidak punya simpati apa lagi bersikap apatis, namun tangis penuh penyesalan wanita itu saat melihat kedua putranya berhasil keluar dari titik terendah tanpa campur tangan orang tua kandung mereka sendiri seperti tontonan penuh makna yang biasanya mereka saksikan dalam sinema-sinema singkat di Indosiar.

Pagi tadi, pukul 7 waktu Indonesia bagian barat, Pandu Alfarras dan Herlangga Mandala resmi meninggalkan tanah air. Meninggalkan semua kenangan baik maupun buruk yang pernah mereka lukis disana. Membiarkan momen dititik terendah mereka menguap bersama air yang mengalir di tanah air. Membiarkan waktu-waktu membahagiakan mereka bergelantungan bersama bunga-bunga segar yang mekar dipagi hari.

Membiarkan semua masa lalu mereka menjadi sejarah yang dapat mereka ulas kembali kelak, dengan nada sumbang penuh canda dan tawa yang mengisi ruang.

🌸🌸🌸

Elang mengusak surai Pandu lembut saat sang Adik terus-terusan melamun semenjak awal keberangkatan mereka. Dan kini, anak itu hanya memandang gedung-gedung besar ditengah kota London yang masih begitu terang meski jam kini menunjukan pukul satu malam.

Adiknya itu sudah 18 tahun, tapi wajahnya masih semenggemaskan dulu, atau mungkin sampai kapanpun Pandu tidak akan pernah terlihat tua. Sampai kapanpun Pandu mungkin akan terlihat menggemaskan dimatanya. Bahkan meski Pandu menginjak umur 40 tahun suatu hari.

Bunyi pesan masuk dari ponsel sang Adik beberapa kali berbunyi semenjak mereka keluar dari pesawat. Dan semenjak menginjak negeri putih, Pandu belum mengucap satu patah kata ataupun mengecek ponselnya yang sedari tadi berdering. Anak itu lebih sering melamun dan memandangi satu objek tanpa bergeming sedikitpun.

"Lapar gak, Ndu?" tanya Elang.

Pandu menoleh kemudian tersenyum simpul. Dengan gerakan patah-patah karena ragu, ia mengangguk lalu bersandar kepunggung kursi mobil penumpang dan kembali menunduk, bermain dengan kuku-kuku jarinya.

The Day After April Come✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang