Ch. 16

4.3K 800 29
                                    

Find hope in the hopeless

Are we still care to each other?

_____________________________

Terkadang, mengalami suatu kegagalan dalam hidup adalah bukan tentang kita. Namun justru tentang takut gagal karena takut mengecewakan orang lain.

Itu yang dialami Pandu saat di tinggal sendirian di rumah. Tidak dapat memilih harus berada dikubu yang mana, Mama atau Papa bukanlah pilihan selain menyerah saat itu. meski pada akhirnya Pandu membuat opsinya sendiri, yaitu berjuang sendirian.

Di rumah susun, Pandu tidak lagi harus memilih. Pandu hanya perlu terus berjuang dan bertahan tanpa banyak tuntutan untuk hidupnya. Namun terkadang, ialah yang menuntut dirinya sendiri. Seperti saat pertama kali Madam memberikannya petuah sepulang Pandu sekolah habis pembagian rapot. Saat itu nilainya banyak yang merah kecuali Ekonomi dan Bahasa Inggris. Setidaknya Pandu bersyukur, ia punya Madam yang masih mengelus kepalanya meski tidak sepintar anak lain.

"Gak apa-apa, Ndu. Sukses itu gak di ukur dari nilai rapot. Orang-orang punya standar suksesnya sendiri, menurut Madam, Madam orang sukses karena berhasil membangun salon Madam sendiri."

Madam bilang begitu. Pandu tau, Pandu paham. Namun stigma tetaplah stigma. Pandu tetap dicap kurang pintar dan terbelakang. Padahal mereka tidak tau, sekeras apa Pandu berjuang ditengah-tengah usahanya melawan dunia.

Atau ada satu ketika dimana Pandu gagal menyabet piala lomba debat Bahasa Inggris waktu kelas dua SMA. Mang Tony yang dari awal mengantarnya, menunggu hingga menjemputnya langsung memberikan selamat paling ceria. Padahal Pandu gagal. Dia gagal menyabet piala itu.

Dengan senyum tulus, ia merangkul Pandu, kemudian berkata, "Ndu, gak ada yang spesial dari menjadi pemenang kalau kamu gak dapat hikmahnya. Lihat, seenggaknya kamu bisa ngomong sama bule. Kalau ngomong sama bule kan gak harus pakai metode debat. Kamu tetap terbaik dimata Mamang."

Waktu itu Pandu masih kesal. Namun ia mencoba menerima dan esoknya ia kembali kerja seperti biasa.

Elang tidak tau. Sepenting apa tempat itu bagi Pandu. Sepenting apa waktu yang sudah ia habiskan disana. Elang juga tidak tau, bahwa disana ia bisa tersenyum, tertawa, menangis hingga nyaris mati. Terlalu banyak cerita dan orang-orang berharga.

Maka dari itu, sekarang, ia takut mengecewakan Elang. Karena sudah menyimpan amarah yang besar terhadap Kakaknya itu. karena rumah susun bukanlah hanya tentang Pandu, namun tentang semua penghuninya.

Kaki Pandu yang sempat melemah hingga berlutut diatas semen itu Elang bantu papah hingga kembali berdiri. Tangannya tidak disambut, ia tau Pandu marah. Namun ia tidak tau mengapa anak itu semarah ini.

Saking kuatnya angin yang bertiup diatas jembatan ini, rambut Pandu dihempas hingga berantakan. Bajunya yang berlengan pendek seketika mengekspos lengan Pandu yang memucat. Elang membawa telapak tangannya menyentuh atas siku Pandu, kemudian memaksa kedua mata mereka saling bertatapan.

"Ndu, lo tenang, okey? Gue udah siapin tempat baru buat penduduk rumah susun. Mereka semua setuju, Ndu. Termasuk Madam."

Pandu makin membeku, namun bendungan air matanya semakin berusaha meluruh didepan bola matanya yang memerah. Tiba-tiba, Elang ikut terluka hanya dengan melihat perih yang Pandu utarakan lewat tatapnya yang lirih.

Hingga akhirnya, air mata itu terjun juga.

Dan Elang dapat merasakan sakitnya.

"Gue...gue harus gimana, Lang?" lirihnya. Cepat ia mengusap air matanya yang nyaris kering ditiup angin.

The Day After April Come✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang