ch. 3

6.4K 916 64
                                    

SCHOOL LIFE-less

Tempat dimana ia rehat sejenak, namun tidak membuatnya kembali hidup.

__________________________

Kehidupan sekolah Pandu sama sekali tidak menarik. Justru ia hadir hanya untuk menumpang tidur, makan dan beristirahat lagi setelah seharian berkerja. Sekolah tidak ada makna dan kenangan berarti untuk Pandu. Orang lain mengenalnya sebagai tukang tidur, dan si genius ekonomi, dia juga pintar berbahasa Inggris.

Bagi Ferdian—ketua kelas 12 IPS 1, Pandu orangnya menyenangkan, saat Ferdian bercerita demikian kepada kawan sekelasnya, mereka kompak terpingkal. Ferdian bersungut, belum aja lo liat aslinya. Lagian memang perkerjaan Pandu di sekolah itu hanya tidur, bila ada kesempatan ia gunakan untuk tidur. Di pelajaran ekonomi sekalipun, dimana itu menjadi satu dari dua pelajaran yang membuatnya unggul.

Ferdian menghela nafas pendek saat ia membalik kan tubuhnya hanya untuk mengecek keadaan Pandu dibelakang sana, masih tertidur pulas berbantal jaket biru langitnya. Jaket yang selama tiga tahun ini tidak pernah Pandu ganti, meski saat dicuci ia tidak punya gilirannya atau bahkan enggan menggunakan yang lain. Duduk jauh dari Pandu, karena posisinya tepat didepan meja guru, Ferdian masih menonton bagaimana Pandu menggelengkan wajahnya ke sana-kemari. Tidak pernah sekalipun tindakannya membuat Ferdian tidak cemas.

Mungkin setelah kejadian waktu itu. Saat pertengahan semester satu kelas 11 mulai membuat anak-anak kelas sibuk mengejar nilai, atau justru sibuk bermain-main. Pandu yang selalu duduk dibelakang kini tidak lagi terlihat batang hidungnya. Sudah dua hari ia meninggalkan huruf A di kolom absennya. Sekolah punya batas Alpa hanya sampai tiga kali. Maka dari itu, berbekal pangkatnya sebagai wakil ketua kelas dan alamat yang ia dapat dari wali kelas, ia mendatangi rumah susun tingkat lima dan bertemu dengan berbagai macam manusia.

Setelah sampai dilantai tiga, sesuai alamat yang ia baca, rumah Pandu disebelah kanan. Namun saat ia mengintip kearah sana, banyak orang-orang asing dan orang-orang yang memiliki stigma buruk dimata masyarakat. Dalam hati Ferdian bertanya-tanya, seriusan Pandu tinggal ditempat kayak gini??

Bagaimana tidak, disana ada waria yang berbicang dengan para pria kekar yang biasa orang lain panggil 'preman'. Bapak-bapak bersinglet dan bersarung, juga pria dengan boxer warna-warni, melingkar diatas kayu luas seperti meja yang mereka duduki bersama, dan ditengah-tengah mereka ada buah-buahan dan cabe yang sudah halus diatas ulekan. Mereka tertawa bebas, namun Ferdian justru berkeringat dingin.

Karena tekatnya masih kuat, ia berjalan mendekat. Kerumunan itu kemudian menatapnya lekat, Ferdian sudah tidak nyaman, namun tetap mengetuk pintu rumah Pandu. Tidak ada yang menyahut. Ferdian melirik kebelakangnya dan tersenyum kaku.

"Pandunya ada..B-bang?"

"Jam segini harusnya masih dipabrik, tapi dari tadi aku gak tengo dia keluar rumah sih," sahut pria berbaju hitam tanpa lengan.

"Gedor lagi aja dia, dek," ujar waria itu. Ferdian tersenyum canggung sedekah menerima suara lembut Madam.

"Kenapa nyariin Pandu?" tanya salah satu pria dengan sarung dan singlet disamping waria yang mereka panggil Madam.

"Pandu udah alpa dua hari, jadi saya mau mastiin Pandu gak kenapa-kenapa," jawab Ferdian, dan seluruh manusia yang tengah berkumpul itu mengangguk-anggukkan kepalanya, kecuali Madam, orang yang dari tadi memperhatikan Ferdian, mungkin sama-sama menunggu Pandu keluar.

"Nduu?" panggilnya lagi, dan kali ini agak keras dari tadi.

Cukup lama menunggu, meski sudah lebih dari lima kali Ferdian memanggil Pandu, bahkan dibantu orang-orang ini. Sampai akhirnya pintu tua itu terbuka. Lalu kepala Pandu muncul setelahnya dengan tertunduk dalam, saat ia mengangkat wajahnya, tubuhnya malah ambruk diatas kaki Ferdian dan kepanikan besar-besaran dirumah susun pun terjadi tepat setelah waria dengan rol rambut besar diponinya memekik panik dan Ferdian langsung didorong menepi.

The Day After April Come✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang