ch. 11

5.1K 788 40
                                    

An explanation

Manusia menilai satu sama lain seolah mereka yang paling benar, seolah mereka yang menciptakan alam semesta.

_________________________

Pandu sakit.

Kami bawa dia ke klinik yang buka, pingsan dia pas sampai rumah.

Setelah membaca pesan terakhir Jevion subuh tadi, Elang nyaris tidak dapat menelan sarapannya pagi ini. Padahal ia kira, ia tidak akan secemas dulu saat mereka belum berpisah, namun kini rasanya tiga kali jauh lebih cemas.

Melonggarkan dasi biru tuanya, kemudian memilih menyudahi sesi sarapannya dengan menandas kopi pahitnya, Elang menatap kosong lurus ke depan dengan kepala yang terisi penuh. Kemudian menggeleng pelan, mencoba menghempas rasa cemas yang mengganggu pikirannya.

Jevion bilang Pandu habis dipukuli. Tapi kenapa? Apa masalahnya? Apa adiknya bergaul dengan orang-orang tidak benar?

Hingga kini tidak ada lagi balasan dari Jevion atas balasannya tentang kabar terkini Pandu. Padahal ia kembali ke tanah air tujuannya adalah untuk menuntaskan urusannya dan mengembangkan sayapnya lebih lebar. Namun presensi Pandu tidak dapat ia tolak. Pandu ada, dia masih hidup. Dia adiknya, adik kandungnya. Mereka pernah berbagi tawa di satu atap yang sama hingga hanya dapat berbagi udara yang sama di benua yang berbeda.

Demi Tuhan, Elang tidak menolak Pandu. Tidak pernah sekalipun. Namun ada cerita panjang dibalik ia harus berpura-pura bahwa Pandu dan dirinya tidak pernah memiliki ikatan apapun. Padahal dulu mereka pernah sedekat rusuk dan jantung. Maka dari itu, rasa cemas itu rupanya masih ada, seperti pintu kecil yang dibuka paksa.

Fakta bahwa anak itu tinggal sendirian dan meskipun kini ada Jevion dan temannya yang menemani hanya dapat mengurangi rasa cemasnya sedikit. Ia mau melihat Pandu secara langsung.

Sontak saja, setelah getar singkat ponsel ditangannya tiba, Elang dengan buru-buru mengecek notifikasi hanya untuk menemukan nama Jevion berjajar digaris teratas dengan kabar yang paling ia tunggu-tunggu pagi ini.

Pandu baik-baik aja. Habis di infus tadi dia langsung mendingan. Rupanya sebelumnya dia ada demam.

Sekarang lagi bujukin dia buat gak sekolah dulu. Dia maksa mau berangkat.

Elang buru-buru medial nomor Jevion tepat setelah membaca kalimat terakhir.

"Halo Jev?"

"Halo, Pak,"

Jantung Elang berdegup terlalu kencang hingga tangannya merayap memegang dadanya sendiri. Berusaha menenangkan dirinya sendiri. Apa lagi saat suara Jevion diseberang sana terdengar berat dan bahkan menghela nafas sesekali. membuat tanda tanya dikepala Elang semakin membesar.

"Dia baik-baik saja, Pak. Sudah ditangani, sudah sadar juga dari tadi," Jev terdengar terkekeh pelan kemudian kembali pada sambungan teleponnya. "Pandu itu terlalu ceria anaknya," celotehnya.

Elang menghela nafas lega, namun sedetik kemudian ia menahan Jevion diseberang sana dengan pertanyaannya.

"Pandu kenapa, Jev?"

"Demam, Pak. Imunnya kuat kata dokter, padahal gejala demamnya udah dari dua hari yang lalu, mungkin karena ditimpa stres dan kecapekan kata Dokter jadinya drop hari ini."

Jev mendengar helaan panjang dari seberang telfon, kemudian melirik Pandu yang sibuk berceloteh diatas brankar sedangkan Valdi sibuk bermain dengan ponsel pintarnya. Lagi-lagi Jev menahan tawa, UGD sedang mengalihkan fokus mereka kepada Pandu hanya untuk mendengarkan bualannya tentang kemampuannya yang bisa melihat makhluk tak kasat mata. Para Dokter yang sedang menangani pasien kecelakaan setengah mati menahan ekspresinya untuk tertawa agar tetap terlihat empati dan fokus didepan pasien.

The Day After April Come✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang