ch. 4

5.7K 882 18
                                    

INGIN BERJUMPA LAGI

Kelemahan manusia adalah keras kepala. Ibarat sudah tau didepan sana ada ribuan pisau, namun karena terlalu yakin akan kepercayaan semunya, mau tidak mau mereka berdarah-darah meski baru memulai.

_______________________________

Sebelum akhirnya berdamai dengan keadaan, Pandu sempat benar-benar membenci dunia beserta alam semestanya. Kenapa dari sekian juta manusia didunia ini ia sendirian memeluk lukanya di rumah di mana Elang meninggalkannya tanpa bekal apapun. Garis besarnya, kenapa ia sendirian?

Pandu pernah berada dititik mati rasa, di mana semua perasaan yang datang terasa hambar dan satu-satunya rasa yang dapat ia kenali hanyalah perihnya luka. Kemudian rasa ngilu di seluruh badannya akibat kelelahan mulai mengalihkan semua rasa yang bergulat dihatinya. Orang-orang bilang, kuncinya adalah bersyukur. Tapi untuk Pandu yang dunianya gelap tanpa setitikpun cahaya, sangat sulit untuk bersyukur disaat ia bahkan tidak dapat melihat apapun.

Namun suatu ketika, seperti malam yang bertemu fajarnya, secercah cahaya mulai mendesak masuk untuk mencoba menghancurkan hitam pembatas antara dunia Pandu dan harapan. Sampai akhirnya, ia memilih hidup dan tersenyum sepanjang hari untuk mengurangi sesak didada. Karena setelah tinggal dirumah susun, dunianya menjadi lebih berwarna, dan akhirnya ia dapat melihat apa yang seharusnya ia syukuri.

Rupanya, manusia-manusia dibumi ada yang baik juga, rupanya hujan dimalam hari menenangkan, rupanya mendung disiang hari menyejukan, rupanya makan siang dipabrik menyenangkan, rupanya sekolah dipenuhi manusia-manusia lawak yang memiliki cerita juga dibelakangnya. Rupanya, banyak sekali yang bisa ia syukuri. Kecuali satu, keberadaannya didunia ini.

Ia bisa mensyukuri semua yang ada didunia ini, kecuali eksistensinya sendiri. Ia menyukai semua hal yang Tuhan ciptakan di dunia ini, namun ia benci dirinya sendiri.

Sudah tiga hari setelah terakhir kalinya ia melihat Elang dengan setelan tuksedo yang sangat elegan. Sudah tiga hari Pandu bertanya-tanya. Apa Elang masih mengingatnya? Apa Elang sudah lupa? Apa Elang mengalami kecelakaan hingga membuatnya amnesia?

Tim angkat barang sudah menyelesaikan tugasnya pada pukul lima sore. Langit mendung bercampur Oranye diatas sana menemani jam istirahat mereka. Pandu menatap awan-awannya yang bergerak cepat dan semakin memudar ditarik malam. Melirik kesebelah kanan, ada Kang Epis yang sedang menyesap rokoknya bersama karyawan yang lain. Pandu pernah sekali ingin mencoba, namun karena saat itu respons pertama kalinya Pandu terbatuk-batuk, Kang Epis langsung menjauhkan rokok dari radar Pandu. Ditambah rupanya tubuh Pandu sensitif dengan asap rokok.

Tubuh Pandu menegak, ia menoel bahu Kang Epis dengan keras sambil binar matanya menoroti manik yang lebih tua. Posisinya menjauh kembali, dan Kang Epis dengan senang hati meletakkan rokoknya terlebih dahulu ditepian asbak, kemudian mengikis jarak dengan Pandu.

"Kang Epis."

"Kenapa, Ndu?"

"Kang Episkan punya nomor hapenya Pak Reno 'kan ya?"

"Iya atuh, Akangkan ketuanya."

"Kang Epis punya nomor hapenya Pak Herlangga gak?"

Kang Epis terlihat bungkam sejenak, kemudian menggaruk dahinya pelan. "Kamu dipecat ya sama dia?"

Pandu menggeleng cepat. "Enggaaaak! Pandu...errr...Pandu ada perlu sama beliau."

"Perlu apaan?" tanya Kang Epis.

"Kepentingan pribadi, Kang. Ada gak jadinya?"

Kemudian pria kepala empat itu mengeluarkan ponsel pintarnya, mengotak-atiknya sebentar, lalu menggeleng. "Gak punya. Lagian gak ada kepentingan juga ketua karyawan megang nomor direktur. 'kan ada pak Reno."

Pandu mengangguk-angguk. Lagian kalau memang tidak ada kenapa pakai dicek segala.

"Kenapa sih, Ndu. Kita kan gak pernah rahasia-rahasiaan."

Pandu terkekeh geli. Kalau sudah begini, yang ABG siapa, coba? Untuk pria yang sudah menginjak kepala lima, bagi Pandu, Kang Epis terlalu cerewet dan gaul. Mungkin karena serangan teknologi, hingga jiwa-jiwa ABG nya yang dulu mentok-mentok main kelereng sampai magrib jadi exited nyebarin hoax di Whatsapp.

Pandu berdiri setelahnya, membiarkan Kang Epis yang masih kebingungan sambil mengambil kembali rokoknya yang sudah memendek terbakar. Sambil menunggu perkerjaan bersih-bersihnya setelah tim pengemasan pulang, dia mau belanja kebutuhan kamar mandi dulu.

"Kang Epis," panggil Pandu lagi. sedangkan Kang Epis memang masih belum beralih dari Pandu barang sedetikpun, meski rekannya tengah membicarakan partai favorit mereka.

"Perusahaan utama ada di Jl Agung 'kan? Habis gedung apartemen kejora? Dekat gedung TV juga 'kan?"

"He eh. Tapi kenapa, sih, Ndu. Akang penasaran tau!" Pandu tersenyum teduh sebagai jawaban.

"Nanti Pandu ceritain. Pandu mau belanja dulu, kemarin sampoan pakai sabun batang," pamitnya. Kang Epis Cuma mengangguk samar dengan raut wajah bingung. Rekan lain bahkan ikut bertanya-tanya.

Markus mendekat kearah Kang Epis dengan raut wajah yang sama dengan Kang Epis. Ditangan kanannya ada segelas kopi yang gelasnya bekas air mineral plastik. Keduanya saling melempar pandang, namun Kang Epis lebih dulu memutus tatapan mereka dengan mengangkat bahu.

"Dia juga gak kasih tau Akang."

"Pandu tuh dari hari pas pak Herlangga kemari jadi aneh banget gak sih, Kang?" Kang Epis mendongak, seperti baru menyadari sesuatu, sambil menengok kearah Markus, ia mengangguk-angguk.

"Bener juga kamu, Kus. Pekaan lho kamu. Kok masih jomblo?"

"Ye, Kang!" dengusnya kesal bersama dengan tawa para rekan kerja yang mengisi angin sore yang berhembus dipabrik milik HM Group.

________________________

Widi, kemaren kuliat lumayan banyak ya yg nungguin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Widi, kemaren kuliat lumayan banyak ya yg nungguin. Aku unexpected si wkwkwk. Tapi yang jelas semoga kalian suka, dan aku selalu buka pintu buat yang mau ngasi kritik dan saran. ❤❤

Sun. Dec  6, 2020
SYA

The Day After April Come✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang