ch. 10

5.4K 855 86
                                    

HIGH HOPE

Harapan itu sesuatu yang rapuh. Bisa saja lebih dulu hancur sembelum kita dapat menggenggamnya.

_________________________________

Kalau kata Mas Erik—salah satu penghuni rumah susun lantai tiga, manusia itu bukan tempat menaruh harapan. Manusia itu justru sumber kekecewaan dan rasa sakit. Yang harus selalu kita antisipasi adalah orang-orang terdekat. Atau mungkin, orang paling dekat. Mas Erik pernah cerita tentang pengalamannya yang dikhianati, belajar dari beliau, Pandu jadi hati-hati menaruh kepercayaan terhadap orang lain. Kalau tips dari Madam sendiri; percaya kepada manusia itu hanya boleh sebesar 2%, sisanya serahkan semuanya sama Tuhan.

Tapi Pandu itu orang yang selalu berharap lebih. Maksudnya menyerahkan sisanya kepada Tuhan itu bukan percaya bahwa Tuhan akan mengabulkan harapan kita, namun percaya bahwa Tuhan tau yang terbaik untuk kita.

Subuh pukul dua pagi waktu itu, Madam pernah mendengar Pandu sholat tahajud kemudian berdoa dengan suara yang terdengar sampai kebiliknya. Saat itu Pandu minta agar Tuhan mempertemukannya dengan Elang besok, kemudian menyatukan kembali orang tuanya, lalu memberinya banyak uang, kemudian membuatnya keluar dari rumah susun. Dengan sekali gedor didinding tripleks tipis itu, Madam berkata; Jangan serakah! Tuhan benci orang serakah. Kemudian tau-tau pintu Pandu dibuka dan Madam masuk secara paksa dengan kunci cadangan yang sengaja Pandu percayakan padanya. Dengan daster bunga-bunganya ia duduk disamping Pandu yang masih bersimpuh diatas sajadah.

"Ndu, Tuhan itu benci manusia serakah. Kalau Pandu minta terlalu banyak, Tuhan gak akan mengambulkan satupun permintaan Pandu," katanya saat itu.

"Tapikan Tuhan itu baik, Madam. Pandu takut, Pandu sendirian sekarang. Tuhan pasti mengerti, " jawab Pandu. Wajah sendunya dibawah lampu rumah yang temaram itu memukul dada Syafri telak. Ia mengusap belakang kepala Pandu sayang dan penuh hati-hati.

"Tuhan memang selalu baik, Ndu. Tapi kalau Madam minta Pandu masak nasi, motong bambu dan mengepel rumah sekaligus, Pandu mau? Meminta kepada yang memberi itu harus penuh perasaan dan hati-hati. Jangan minta semuanya, minta kepada Tuhan untuk dikuat kan, minta kepada Tuhan untuk diringankan, sisanya bertaubat sebanyak mungkin," Meski masih bersedih hati, Pandu mengangguk patuh. Meskipun Madam sendiri adalah seorang umat Kristen, namun caranya mengingatkan Pandu untuk berbicara dengan baik terhadap Tuhan selalu mampu membuat Pandu mengerti.

Pandu jadi rindu saat waktu-waktu belum berkerja di sini. Di mini Market 24 jam yang mengharuskannya begadang semalaman. Mungkin bila ada waktu atau sedang ada yang ia inginkan ia akan tahajud digudang barang.

Sebenarnya ia sekarang mau langsung tahajud dan meminta agar Elang menghubunginya terlebih dahulu. Meski agak lucu menunggu pesan disubuh jam satu pagi. Namun kebiasaanya berharap lebih selalu susah untuk dikontrol, meski kata-kata Mas Erik selalu terngiang-ngiang dikepalanya.

Ponsel yang ia letakan diatas meja kasir itu terus-terusan hanya menampakan layar hitam. Hingga pelanggan tiba-tiba datang dan membawa kesadaran Pandu kembali seutuhnya.

"Valdi?!" kagetnya. Sedangkan cowok yang baru saja masuk dengan setelan jaket abu-abu dan celana olahraga warna senada itu masuk dengan santai dan memilih masuk ke rak mie-mie instan.

"Kok lo tau sih gue kerja di sini?" tanya Pandu. Sedang Valdi hanya mendengus menyorong dua mie cup dan dua botol minuman kehadapan Pandu, kemudian membayarnya.

"Temenin gue makan," jawabnya singkat.

"Lo kangen gue banget ya?"

"Gue bilang gue mau makan, ngerti gak?" Pandu mengangguk patuh dan sempat menggerutu.

The Day After April Come✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang