YANG SELAMA INI IA TUNGGU
Alasannya untuk tetap tinggal.
______________________________
Semua orang terlihat makin serius berkerja saat Direktur muda mereka datang dengan setelan tuxedo biru donkernya mendominasi suasana pabrik yang biasanya ramai oleh lawakan-lawakan garing mamak-mamak. Dibelakangnya ada dua pria lain dengan jas hitamnya, bak para dayang yang mengikuti sang raja kemanapun kakinya melangkah. Semua orang juga menjadi sopan, namun ada juga yang bersikap seperti biasanya, contohnya Kang Epis. Dia masih mengangkat barang sambil menyandungkan lagu-lagu khas Sunda, sambil mengeluh bila pinggangnya tiba-tiba nyeri. Seperti Bang Markus juga yang terus meladeni keluhan Kang Epis meski Direktur mereka mengamati dari jauh.
Sedangkan Pandu membeku ditempatnya dengan sekotak mie instan yang ia peluk. Menatap ke satu arah dimana Direktur itu berdiri dengan tegap dan penuh wibawa. Herlangga Mandala. Orang itu benar-benar kakaknya. Namun Pandu tidak punya keberanian penuh untuk mendekati. Ia takut, mungkin saja semuanya tidak berjalan dengan baik.
Dan yang semesta takdirkan bukanlah membuat Pandu maju lebih dahulu, justru langkah Elang yang besar mengambil permulaan untuk lebih dekat dengan dirinya. Pandu yakin 1000% bila Elang melihat dirinya, ia akan terkejut, kemudian tepat saat itu ia akan menghampiri Elang dan mengikis rindu yang sudah ia tahan mati-matian.
Namun meski Elang sudah berada dekat, memperhatikan semua orang. Pandu kecewa Elang masih tidak dapat menemukannya. Pandu bergerak selangkah, pura-pura mengantarkan kotak ke dalam mobil, namun matanya terus-terusan menatap Elang yang terus-terus melihat yang lain. Sampai mata mereka bertabrakkan untuk pertama kalinya, dan Pandu dapat menangkap kaget yang Elang getarkan. Namun yang membuatnya makin kecewa adalah, getar itu tak bertahan lama, tatapnya berubah datar secepat angin yang berhembus.
Pandu merasa dunia tiba-tiba berhenti berputar, dan tali yang melilitnya semakin mengerat dan membuatnya sulit bernafas. Kemudian, tau-tau ia jatuh tersungkur dan kotak berisi mie-mie instan itu berserakan dan rusak di tanah. Pandu terkejut dua kali, dan menjadi panik karena mungkin ada 10 mie yang rusak. Matanya terangkat, melihat Kakaknya menggeleng kesal, dan yang membuatnya takut 10 kali lipat adalah langkah besar Elang mendekat dengan marah.
Bukan ini yang ia mau. Bukan ini yang ia bayangkan. Seharusnya Elang tidak membuatnya takut, seharusnya ia lari memeluk Elang tepat setelah mata mereka bertemu.
"Kalau tidak bisa berkerja dengan benar, kirim surat pengunduran diri kamu sebelum saya pecat sendiri dengan mulut saya!" tegasnya. Matanya menyala-nyala. Pandu ciut setelahnya sambil melihat punggung Elang makin menjauh tanpa bergeming, seolah tubuhnya sudah terpaku ditanah dengan rematan mematikan yang tengah hatinya rasakan.
Kemudian hanya ada Kang Epis yang memungut kekacauan yang dibuat oleh Pandu. Mungkin yang membuatnya cemas dari tadi adalah kejadian ini. Bang Markus juga ikut membantu membuat tubuh Pandu bangkit kembali berdiri ditengah karyawan lain yang mulai berdecak kesal karena tim pengangkut barang mendapat 'noda' dimata Pak Herlangga.
"Ndu...Ndu. Udah Akang ingetin, kalau capek itu istirahat dulu. Kan kamu jadi pusing gini, kerjaan berantakan," ceramah Kang Epis. Sedangkan Pandu, meski tidak apa-apa, namun lengannya masih digaet Bang Markus erat, seolah-olah Pandu akan pingsan kapan saja.
"Maaf, Kang, Bang. Gak karena kecapean kok. Pandu grogi aja kerja diliatin atasan kayak tadi," ujar Pandu membuat Bang Markus disampingnya tertawa ringan. Kenapa ya? dimata Markus, Pandu itu terlalu menggemaskan.
"Yaudah, duduk aja kamu disana," Bang Markus menunjuk kursi kayu panjang disamping pintu garasi gudang. Tempat biasanya para karyawan duduk-duduk untuk istirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Day After April Come✔ [TERBIT]
Roman pour AdolescentsApril adalah awal bagaimana ia mengenal rasa sakit, lelah dan keputusasaan. Awalnya dimulai dengan pertikaian kedua orang yang sudah membawanya kebumi. Lalu satu satunya pilar dimana ia dapat berpegang erat ikut pergi meninggalkannya...sendiri. Bena...