Ch. 14

4.8K 802 54
                                    

The Beginning of The Darkness

Kamu adalah alasan orang lain untuk tetap tersenyum dan bertahan. Kamu adalah cahaya untuk orang lain, kamu bukanlah hanya sebuah fatamorgana, kamu nyata berharga.
Jadi jangan meredup, Pandu!

__________________________

"Ndu."

Baru saja menginjak lantai tiga, suara lembut Madam langsung menyambut kedatangan Pandu. Ia berjalan mendekat dengan kipas plastik bergambar doraemon yang Pandu iseng beli waktu mampir ditoko mainan dan peralatan sekolah. Tangan besarnya langsung meraup bahu lesu Pandu, menuntunnya sampai ke depan pintu dengan langkah pelan.

Pandu masih belum bersuara semenjak kedatangannya. Dan Madam sangat peka bahwa 'putra'nya kelihatan muram akhir-akhir ini. Senyumnya tidak lagi sehangat mentari, dan sinar matanya tidak lagi berkilauan seperti bintang-bintang dilangit. Pandu lebih kelam dan gelap, persis saat pertama kali mereka bertemu dilantai satu rumah susun.

"Lapar gak?" tanya Madam. Pandu membalas tatapan sendu Madam dengan cahaya yang coba ia hidupkan dimatanya. Dengan senyum tipis Pandu mengangguk. Namun bukannya melangkah maju, Pandu malah memeluk Madam erat.

Tubuh Madam hangat, mampu menjadi sumber ketenangannya setelah lelah mencemaskan yang terjadi akhir-akhir ini.

Kang Epis yang tidak sengaja lewat habis membeli rokok di ujung koridor berhenti sejenak kemudian mendekat tanpa suara.

"Bisa apa aku tanpa Madam," ucap Pandu pelan. Wajahnya total bersembunyi di dalam dada Madam. sedangkan laki-laki gemulai yang baru menyadari sosok Kang Epis yang berdiri didekat mereka memberikan ekspresi murung sebagai kode untuk Kang Epis, bahwa Pandu mereka terlihat tidak baik-baik saja.

"Ayo makan! Mas Erik tadi beliin kamu mie bakso goreng ditempat Nek Ros," Pandu mengangguk patuh lalu melepas pelukannya dari pinggang Madam.

"Kang Epis minta ya?" Pandu menggeleng ke belakang. Menemukan Kang Epis dengan sarungnya berdiri memegang sebungkus tembakau yang baru ia beli dari warung.

" Gopek dulu," sahut Pandu.

"Ihhh, minta dikit atuh! Gak boleh pelit, nanti kuburannya sempit!"

"Pahala kata malaikat, mah, kalau jahat ke Akang," jawab Pandu dengan wajah polos.

"Yeeeee. Kamu blegug gini teh siapa yang ajarin?" tanya Kang Epis, namun ekor matanya sudah lebih dahulu menatap madam dengan ekspresi jengkel.

"Enak aja nuduh Madam!" sahut Madam tak terima. Kemudian melirik Pandu yang masih melempari guyonan kepada Epis. Padahal beberapa detik yang lalu bahu anak itu sempat jatuh dan mengkhawatirkan.

Namun Pandu memang selalu begitu. Ia tidak pernah mau menunjukan seberapa hancurnya ia kini atau seberapa lelahnya hari yang ia lalui hari ini. Karena hanya Madam dan Mang Tony yang paham kondisinya, yang selalu peka dan tau apa yang tengah ia rasakan hanya dengan menatap matanya.

"Tadi Kang Epis tau yang bantu tenangin Mas Erik. Tadi panik banget tau waktu nayri kamu," ujarnya.

Pandu mendengus pelan dan mengembangkan senyum tipis sambil berjalan menuju pintu rumahnya sendiri, "Makasih Kang Epis," ujarnya yang kemudian lenyap dibalik pintu sedangkan Madam sambil terkekeh masuk ke rumahnya kemudian keluar membawa sekantong makanan yang dititipkan Erik juga piring ke atas pan diteras Pandu.

"Kenapa sih si Pandu?"tanya Kang Epis. Madam menaikan bahu.

"Nunggu Tony aja. Kalau sama Tony pasti Pandu mau cerita."

The Day After April Come✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang