ch. 8

5.1K 838 54
                                    

LIGHTER

Dia mencoba menjadi cahaya untuk orang lain, karena tau semenyeramkan apa berjalan dikegelapan.

______________________

Ferdian hanya cengo didepan pintu kamar Valdi saat Pandu sudah lebih dahulu lompat ketempat tidur king size milik Valdi. Cowok itu masih belum percaya saat melihat kamar Valdi yang luasnya mengalahkan ruang tamunya sendiri, namun kamar Valdi hanya di isi tempat tidur, satu set meja belajar dan TV besar didepan tempat tidur disana bahkan punya space yang luas hingga ia bisa memapar karpet bulu warna abu-abu. Valdian pasti jarang menonton TV, melihat PS5 yang segelnya bahkan belum dibuka ditepian lemari juga PS4 yang menyangkut pada kabel TV, sudah jelas elektronik ini lebih sering Valdi gunakan untuk apa.

Sesaat Ferdian lupa tujuannya datang kemari, karena terlalu fokus menganggumi kekayaan Valdi, ia jadi terus-terusan fokus berkeliling.

Setelah puas melihat satu-satu ­Action figure di dalam lemari kaca dekat tempat tidur Valdi. Cowok itu lantas berbalik setelah mengingat tujuannya datang kemari, namun alih-alih berupaya terlihat serius, Ferdian malah terdiam melihat Pandu yang nyenyak tidur diatas tempat tidur Valdi, sedangkan yang punya rumah mulai bermain dengan gamenya. Tidak peduli.

Saat mata mereka bertemu, hawa datar Valdi langsung membuat Ferdian menegang kaku. Sambil berjalan ketempat tidur, berencana membangunkan Pandu.

"Lo bangunin deh tu kambing. Gak tau diri banget, datang-datang malah molor di rumah orang."

Ferdian menegak saliva, "Nduuuu! Bangun, Ndu! Kok lo jadi molor sih," Pandu yang sebenarnya tidak benar-benar tidur langsung bangun dan duduk disamping Valdi yang fokus menghajar musuh dengan wajah masam. Aslian dia ngantuk dan pusing sekali sekarang. Meski datang kemari adalah kemauannya sendiri.

"Fer! Sini duduk! Gak usah malu-malu," panggil Pandu yang langsung mendapat lirikan sekilas dari Valdi dan Ferdian yang langsung melotot kaget.

"Kalian mau ngapain ke rumah gue?" tanya Valdi to the poin.

Ferdian langsung duduk disisi Valdi yang lain.

"Lo udah empat hari gak masuk, tanpa keterangan pula. Lo sakit?" kata Ferdian tak kalah to the point.

Valdi melirik Ferdian dengan wajah datarnya. "Gue kelihatan sakit?" Ferdian menggeleng, dan Valdi langsung membuang nafas pendeknya.

"Terus kenapa gak masuk? lo taukan sekolah kita cuma batasin alpa tiga hari?"

"Gue mau berhenti sekolah," jawabnya santai.

Seketika Ferdian menoleh kearah Valdi dengan kaget yang kentara sambil spontan menggapai bahu Valdi. Pergerakkannya bahkan membuat stik game yang dipegang Valdi jatuh terhempas. Sedangkan Pandu hanya mengamati bagaimana benda itu menggelinding hingga ke bawah TV.

"Seriusan lo?! Udah kelas 12 lho, Valdi."

"Lo pasti bercanda, deh. Bercandanya orang kaya dollar banget perasaan. OH!  Apa mau home schooling?"

Valdi diam, justru wajahnya berubah menjadi geli dan melepaskan tangan Ferdian dari kedua bahunya. Namun malah tangan Pandu yang giliran meraih bahunya dengan ekspresi serius yang belum pernah Valdi lihat sebelumnya.

"Di, tau gak?" Valdi masih diam dan tidak peduli.

"Di sekolah kita itu punya kutukan," ujar Pandu. Dan kini Ferdian ikut-ikutan mendekat.

"Lo pikir gue percaya?" sahut Valdi, namun Pandu justru membekap bibir Valdi setelahnya sambil mengisyaratkan cowok itu untuk diam dengan dramatis.

The Day After April Come✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang