Sebaik-baik menyimpan rahasia, maka pasti akan terbongkar juga. Walaupun aku sudah mengancam orang-orang agar tidak memberitahu soal insiden pada malam pesta ulang tahun sekolah, pada akhirnya berita itu telah sampai ke telinga Rangga. Dan konsekuensi dari semua hal itu, Rangga semakin memandang Sena dengan rendah. Ya, aku tidak tahu hal itu dengan pasti, namun kudengar Rangga benar-benar marah besar. Aku bahkan tidak membayangkan hal apa yang Rangga lakukan pada Sena untuk membalas perbuatannya.
Bahkan saat aku mengikuti les privat kelas bisnis, kulihat Rangga hanya diam didalam kelas. Ia bahkan tak mengindahkan saat teman-temannya berusaha mengajaknya nongkrong di suatu tempat. Untuk alasan tertentu, Rangga menjadi lebih pendiam dan walau aku tidak suka mengatakannya, namun aku sangat tidak menyukai sikap pendiamnya ini.
"Rangga kesambet apaan Ra? kok tiba-tiba jadi diem gitu"
Teman baikku sekaligus tetanggaku_Rey berbisik pelan tepat di telingaku. Rey juga mengikuti les privat ini setiap minggunya, dan dia cukup mengenal Rangga dengan baik karena kami bertiga pernah berada di sekolah dasar yang sama.
"Nggak tahu deh, orangnya kan emang suka nggak jelas gitu" bisikku tak kalah pelan.
Rey hanya mengangguk seolah mengerti, namun matanya menatapku jahil seolah memergokiku telah melakukan hal yang memalukan.
"Jangan gitu deh, dulu kan waktu bocah lo sama Rangga deket banget kayak prangko sama surat."
"Itu kan waktu bocah, sekarang gue enek banget sama tuh orang, sok ganteng banget bikin ilfiel."
Rey tertawa cukup keras tak mampu ia tahan, Pak Anwar menatap Rey tajam seolah menyuruhnya diam, dan Rey menunduk berkali-kali memohon maaf pada guru pembimbing kami. Aku mencubit Rey karena berani menertawakanku dan dia mengaduh tertahan karena tak mau membuat kegaduhan lagi, hal itu cukup membuatku puas setelah melihat wajah kesakitannya.
"Ketawa lagi lo, gue kasih ini" Aku menunjukkan kepalan tanganku, dan Rey menatapku pias, merasa ngeri.
Memang aku tidak bisa membaca pikiran Rangga, aku juga tak mengerti mengapa dia jadi diam sekali seolah sedang menanggung sesuatu yang sangat besar. Andai saja hubunganku dan Rangga masih sama seperti dulu waktu kami kecil, mungkin aku tidak akan sungkan mendatanginya dan berusaha mendengarkan keluh kesahnya. Namun saat ini, aku sadar kami sudah tidak bisa lagi seperti dulu. Jarak yang terbentang terlalu jauh, hingga rasa benci yang coba ku pupuk untuk menghentikan perasaanku, sudah lebih dari cukup untuk membuat kami seperti orang asing. Dan tanpa aku sadari dua jam telah berlalu, kelas ini pun berakhir begitu saja.
Aku menatap Rangga yang berjalan cepat menuju area parkir, dia benar-benar terasa seperti orang lain. Selama ini walau hubungan kami tidak baik, namun dia pasti akan meluangkan waktu untuk mengejek atau membuatku kesal. Namun saat ini, sikap diam dan acuhnya membuatku tak suka. Bahkan dalam hatiku yang terdalam, aku merindukan bertengkar dengannya.
"Rara, lo ngapain sih bengong mulu, ayo pulang" Rey berteriak dari dalam mobilnya, dan memintaku untuk segera naik.
"Iya, bentar"
Menghela nafas, akupun mencoba mengusir perasaan tak enak yang sejak tadi mengangguku. Tanpa menunggu lama lagi, aku langsung menaiki mobil Rey yang akan membawa kami pulang ke rumah.
**
"Rara, coba deh kamu jenguk Sena, kata mamanya dia udah dua hari nggak mau keluar kamar, mengurung diri terus dalam kamar"
Papi tiba-tiba mendekatiku yang sedang asyik bermain game Moba di smartphone ku. Apa lagi sih yang terjadi? Apa Sena sedang melakukan pemberontakan akibat bertengkar dengan Rangga. Mengapa kisah cinta sepupuku menjadi tragis seperti itu? bukannya bahagia malah makan hati berkali-kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower in the Rain
Teen Fiction(Beberapa part di unpublish karena dalam proses penerbitan) Bayangkan kisah ini sebagai novel romantis yang sering kalian baca. pemeran utama pria yang pintar, tampan dan kaya. pemeran utama cantik, tapi bukan berasal dari kalangan berada. dan pemer...