Aku terbangun dengan kondisi mata menghitam dan kepala pusing akibat kurang tidur. Semua ini gara-gara kejadian semalam, aku sibuk menenangkan diriku dan tidak punya waktu meskipun hanya sekedar untuk memejamkan mata.
Kondisi Sena sudah mulai membaik, dia sibuk merengek tak mau kembali ke Jakarta tanpa Rangga. Namun seperti yang ia katakan semalam, Rangga masih punya urusan disini dan ia akan kembali besok pagi.
"Ayolah Sena, kita pulang sekarang aja, hari ini bokap lo pulang dari Manado. Kalau sampai lo ketahuan kabur dari rumah, masalahnya bisa jadi gawat"
Aku lelah membujuk Sena yang tak mau mendengarkanku, ia malah kini bergelanyut di lengan Rangga dengan manja seolah tak ingin menjauh darinya. Rangga terlihat sangat risih dari ekspresi wajahnya dan kulihat Aira seperti sudah jenuh melihat Sena yang sikapnya terasa sangat menyebalkan.
"Gue nggak mau pulang tanpa Rangga, gue nggak bisa ngebiarin Rangga sama cewek ular itu sama-sama, nanti kalau mereka melakukan hal yang nggak seharusnya gimana? gue nggak mau sampai itu terjadi"
Sudahlah, percuma sekali membujuknya. Aku memberi kode pada Rey untuk bertindak, dan ia mulai paham intruksiku.
"Gini lho Sen, kalau bokap lo tahu lo nggak ada di rumah, entar lo bisa dapat hukuman yang nggak ringan. Om Bagas itu orangnya tegas banget Sen, lo mau nanti dimarahin dan nggak dibolehin ketemu sama Rangga lagi?"
Sena terlihat berpikir dalam, Om Bagas memang orang yang sangat tegas walau sama anaknya sendiri, dan aku yakin Sena juga tak berani bila harus mencari gara-gara dengan ayahnya. Sepertinya Sena juga menyesal telah menulis surat untuk orangtuanya yang untungnya kutemukan terlebih dahulu, hingga mereka tidak mengetahui tentang kaburnya Sena serta perselingkuhan Rangga.
"Oke deh gue mau pulang sekarang, tapi gue tetap nggak bisa ngebiarin mereka sama-sama tanpa pengawasan"
Sena menjeda ucapannya sambil menunjuk Rangga dan Aira bergantian, "Gue mau Rara tetap disini ngawasin mereka, soalnya Rara adalah orang yang paling gue percaya"
Mendengar permintaannya, aku langsung pucat pasi. Itu artinya aku tidak bisa pulang bersama Sena dan Rey dan harus menjadi orang yang mengawasi Rangga serta Aira. Mengapa aku harus melakukan hal itu? tapi jika tidak begini, Sena pasti tidak mau pulang dan bisa menimbulkan masalah besar.
"Kamu itu banyak maunya" cibir Rangga yang dibalas dengusan manja oleh Sena, aku merasa sangat geli melihat tingkah mereka.
"Gimana Ra?" tanya Rey meminta pendapatku, aku menampilkan wajah enggan yang langsung dimengerti oleh Rey.
"Gue sebenarnya nggak mau, tapi karena nggak ada pilihan lain ya udah, gue mau nurutin kemauan lo Sena"
Sena tersenyum puas mendengar jawabanku, sedangkan Rey menatapku tajam seolah memintaku berhenti mengorbankan diri sendiri untuk Sena.
"Lo yakin Ra? jangan memaksakan diri kalau lo nggak mau ngelakuin itu"
"Mau gimana lagi Rey? gue lebih sayang sama reputasi keluarga gue dari diri gue sendiri"
Semua menjadi diam, lebih tepatnya semuanya menatapku dengan eskpresi berbeda-beda. Rangga menatapku sangat tajam dan dalam, sebuah tatapan yang tak bisa kumengerti apa artinya.
"Ya udah, baik-baik lo disini. Rangga tolong jaga Rara ya.." Rey menepuk bahuku lalu menatap Rangga dengan memintanya menjagaku.
"Oke gue bukan anak kecil lagi" Kupeluk Rey dan Sena bergantian, "Hati-hati di jalan"
"Ayo Sen"
Sena mengekor dibelakang Rey yang sudah terlebih dahulu memasuki mobilnya, beberapa menit kemudian mobil Rey sudah mulai melaju meninggalkan Villa ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower in the Rain
Teen Fiction(Beberapa part di unpublish karena dalam proses penerbitan) Bayangkan kisah ini sebagai novel romantis yang sering kalian baca. pemeran utama pria yang pintar, tampan dan kaya. pemeran utama cantik, tapi bukan berasal dari kalangan berada. dan pemer...