Puluhan berkas-berkas yang harus kutandatangani telah memenuhi meja kerjaku hingga membuat kepalaku terasa sangat nyeri. Proyek besar pembangunan apartemen elite di Jakarta yang ditangani oleh perusahaanku telah banyak menyita waktu dan juga pikiranku. Beberapa hari ini aku terpaksa harus lembur, setiap pulang kerja aku selalu membuat Rangga cemas karena pulang terlambat. Bahkan aku tidak bisa melayani keperluannya seperti istri pada umumnya, hal itu membuatku merasa sangat bersalah pada suamiku, tapi untungnya Rangga sangat memahamiku, dia benar-benar suami yang sangat pengertian.
Suara ketukan dari pintu membuatku sedikit terganggu, tak lama kemudian Bryan_sekretarisku masuk membawa beberapa berkas yang mampu membuat wajahku pucat seketika.
"Miss Raquelle, ini adalah berkas proyek kerja sama dengan DNA Group yang harus anda periksa"
"Taruh saja disana Bryan" ucapku pasrah, sampai kapan pekerjaan ini akan berakhir? Papi benar-benar sangat tega pada anaknya sendiri, beliau kini malah sedang enak-enaknya berlibur bersama Mami di Hawai untuk merayakan anniversary pernikahan mereka ke-27, sehingga mau tak mau aku harus memgerjakan bagiannya juga.
"Baik Miss, kalau begitu saya permisi dulu"
Aku mengangguk mempersilakannya pergi, kulirik jam di dinding yang menunjukkan kalau waktu makan siang akan segera tiba. Apa aku bisa mengerjakan semuanya sebelum makan siang?. Jam makanku semakin tidak teratur gara-gara pekerjaan yang menumpuk, dan entah mengapa rasanya aku ingin melempar semua berkas itu kalau saja aku tak ingat akan dicoret dari keluarga Harris kalau nekat melakukannya.
Cukup lama berkutat dengan pekerjaan, Lagi-lagi gangguan datang, telepon berbunyi dengan cukup nyaring, aku mengangkatnya dan mengetahui kalau Bryan yang melakukannya, kapan anak itu akan membiarkanku fokus? Kenapa dia senang sekali mengganggu konsetrasiku?.
"Ya ada apa Bryan?"
"Miss Raquelle, Pak Rangga ada disini dan meminta untuk bertemu dengan anda"
"Suruh dia masuk"
Rangga ada disini? Kenapa dia tidak memberitahuku kalau mau datang? Jarak kantor kami cukup jauh jadi kalau dia ada disini saat jam makan siang, itu artinya ada pekerjaan yang harus ia urus disekitar sini. Tanpa basa-basi aku langsung menutup berkas-berkas ini untuk menyambut Rangga, karena bagiku dia lebih penting daripada pekerjaan yang bisa kukerjakan kapan saja.
Suara pintu yang dibuka membuatku tersenyum menatap suamiku yang datang. Aku langsung berdiri dan berjalan menghampirinya lalu memberinya pelukan.
"Maaf ya aku ganggu, kayaknya kamu lagi sibuk banget" ucap Rangga seraya melirik tumpukan berkas di meja kerjaku.
"Nggak kok, aku senang kamu datang kesini, BTW tumben kamu kesini,"
"Aku baru aja rapat dengan client di dekat sini, jadi setelah rapat aku sengaja datang kesini untuk mengajak kamu makan siang bersama"
Suamiku ini sangat manis sekali, walaupun tadinya aku berniat makan siang di kantor, tapi karena Rangga sudah datang aku harus makan siang bersamanya.
"Oke, kalau gitu aku beresin berkas-berkas itu dulu ya"
Rangga duduk manis di sofa saat aku membereskan pekerjaan yang terasa sangat memusingkan itu, ia mengamatiku dengan lekat membuatku merasa salah tingkah karena tatapannya itu. Ini aneh, walaupun aku sudah hampir satu tahun menjadi istrinya, rasanya tetap jantungku berdebar kencang ketika berdekatan dengannya.
"Yuk kita pergi sekarang, aku udah selesai"
Rangga diam, dia menempelkan telapak tangannya di dahiku dengan ekspresi aneh, "Apa kamu merasa pusing akhir-akhir ini? Wajah kamu kelihatan nggak sehat"
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower in the Rain
Teen Fiction(Beberapa part di unpublish karena dalam proses penerbitan) Bayangkan kisah ini sebagai novel romantis yang sering kalian baca. pemeran utama pria yang pintar, tampan dan kaya. pemeran utama cantik, tapi bukan berasal dari kalangan berada. dan pemer...