Sejujurnya setelah mengantar Raquelle dan Dara sehabis acara jalan-jalan bersama itu, para lelaki tidak langsung pulang ke rumah. Memang aku dan Rey berjanji pada Raquelle untuk mengantar Tsukasa pulang ke rumah tantenya, tapi malam itu Tsukasa meminta bicara berdua denganku.
Rey menepikan mobilnya di sebuah taman kota yang sepi, dia menunggu di dalam mobil selagi aku dan Tsukasa bicara berdua. Aku bingung dan penasaran apa yang akan dikatakan oleh Tsukasa, dan satu kalimat darinya berhasil membuatku tak bisa berkutik.
"Aku mohon, jangan halangi Rara untuk meraih impiannya"
"Maksudnya apa nih? Kok tiba-tiba lo ngajak gue bicara berdua dan malah ngebahas soal Rara?"
Tsukasa diam sebentar, kurasa dia sedang Menyusun kata-kata yang tepat agar tak membuatku tersinggung, walau sebenarnya aku mengerti dengan jelas apa yang baru saja dia katakan, namun aku tetap tidak senang dengan caranya yang seolah menganggapku sebagai penghambat masa depan Raquelle.
"Aku tahu kamu suka sama Rara, dan jangan berpikir untuk membantahnya, semua orang tahu hal itu kecuali Rara sendiri karena dia memang tidak peka"
Sial, apa memang caraku memandang Rara itu membuat semua orang tahu soal perasaanku padanya? Ini aneh, padahal aku tak pernah terang-terangan menunjukkan isi hatiku tapi orang seperti Tsukasa yang baru saja ku kenal malah dengan gampangnya mengatakan hal itu.
"Terus kenapa? Ada masalah kalau gue suka sama dia?"
"Aku sama sekali nggak mempermasalahkan perasaanmu untuk Rara, hanya saja perasaanmu sangat berbahaya untuk masa depan Rara,"
"Konyol banget sih, padahal kan belum tentu juga Rara suka sama gue, terus kenapa lo bisa ngomong kalau perasaan gue itu berbahaya buat masa depan dia?"
Tsukasa diam tak menjawab, dia terlihat gelisah dan tak tenang. Dan kegelisahannya menimbulkan spekulasi dalam otakku, apa mungkin dia pikir Rara juga menyukaiku?.
"Jangan bilang lo ngerasa kalau Rara juga suka sama gue?"
"Iya, makanya aku takut dia akan memilih melepaskan impiannya agar tidak jauh dari orang yang dia sukai"
"Ini nggak masuk akal, Rara nggak mungkin suka sama gue, setidaknya untuk sekarang"
Aku tidak akan mempercayai kata-kata manapun yang menyebut kalau Raquelle menyukaiku saat ini. Aku bahkan belum terang-terangan mengejarnya, dan tak mungkin Raquelle menyukaiku bila mengingat betapa ketus sikapnya padaku selama ini.
"Rangga, aku nggak peduli walau kamu berpikir begitu, tapi andai saja kata-kataku benar, aku mohon jangan pernah menghalanginya, dia sudah banyak menderita demi menjadi penerus keluarga, aku tak mau perasaan bernama cinta membuatnya goyah hingga kehilangan impiannya"
Aku memijit pelipisku yang tiba-tiba nyeri, peringatan darinya membuatku merasa tembok penghalang antara aku dan Raquelle semakin tebal. Mengapa ada saja orang yang berusaha membuatku berhenti untuk memperjuangkan cintaku padanya?.
"Gue paham kata-kata lo, bisa kita kembali sekarang?" ucapku dengan senyum dingin.
Kurasa kalau orang ini pintar seharusnya dia akan merasa malu sudah mengajakku bicara berdua dan hanya membahas soal hal ini, Tindakan tidak sopannya ini akan selalu aku ingat.
**
Akhirnya hari ulang tahunku tiba juga, sebetulnya aku malas sekali harus mengadakan pesta ulang tahun karena terkesan kekanakan. Tapi orangtuaku yang saat ini ada di luar negeri sudah mempersiapkan semuanya dengan menyewa event organize untuk membuat acara ini. Setiap tahun selalu begini dan aku benar-benar muak dengan pesta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower in the Rain
Teen Fiction(Beberapa part di unpublish karena dalam proses penerbitan) Bayangkan kisah ini sebagai novel romantis yang sering kalian baca. pemeran utama pria yang pintar, tampan dan kaya. pemeran utama cantik, tapi bukan berasal dari kalangan berada. dan pemer...