Kami berlima memasuki Dufan dengan ekspresi wajah berbeda-beda. Rey pucat pasi ketika aku menunjuk wahana Roller Coaster Halilintar yang sangat menantang adrenalin. Berbanding terbalik dengan Tsukasa dan Dara yang sudah tak sabar mengantre untuk menaiki wahana tersebut.
"Kita naik wahana lain aja yuk" Rey gemetar seraya memegang lenganku dengan erat.
Rangga tertawa melihat ekspresi Rey, ia langsung merangkulnya dan membisikkan kata di telinga Rey yang masih bisa kami dengar dengan baik.
"Tenang aja, nanti gue jagain lo kok"
Namun nada suara Rangga tidak terdengar seperti orang yang menenangkan, ia malah terkesan mengejek dan berniat mengerjai Rey.
"Kebangetan lo sama gue"
"Giliran kita"
Rey sudah berniat lari, namun Rangga menariknya dan memaksa Rey duduk disebelahnya. Aku dan Tsukasa duduk bersebelahan, sedangkan Dara duduk disebelah pengunjung lain dibelakang kami.
"Nggak usah takut Rey, wahananya seru kok" ucapku sambil tertawa.
Rey menoleh kebelakang dan menatapku garang, aku cukup yakin dia sedang berusaha menyiapkan mental agar tidak bersikap memalukan didepan banyak orang.
Kereta mulai berjalan pelan, Tsukasa Nampak girang, aku tahu dia sangat menyukai permainan yang menantang. Kemudian laju kereta mulai cepat, hingga melewati turunan curam dan terus melaju dengan kencang melalui lintasan yang tidak lazim.
Rey berteriak dengan hebohnya, ia terus berteriak memanggil mamanya membuat kami tak henti menertawakannya. Sepuluh menit berlalu dengan menyenangkan, namun tidak bagi Rey yang kini keluar dengan wajah pucat dan perut tak enak. Ia mual-mual, namun bukannya kasihan kami malah menertawakannya.
Tsukasa mendekati Rey dan membantu memijat tengkuknya.
"Kamu tadi kelihatan takut banget,"
"Gue emang suka parno sama wahana begituan"
Aku yakin Rey sudah trauma dan ia tak akan mau menaikinya lagi, dibalik wajah manly dan tubuh atletisnya tersimpan sifat penakut yang cukup parah. Aku ingat Rey punya banyak sekali phobia, ia takut ketinggian, takut serangga, takut gelap dan bahkan takut sama ayam.
"Lo mah takut sama banyak hal" sindirku dan dibalas pelototan tajam dari Rey.
"Gimana kalau kita sekarang masuk kesana" Dara menunjuk istana boneka dan lagi-lagi Rey menunjukkan wajah horrornya.
Aku diam-diam tertawa karena Rey juga punya phobia sama boneka yang menyerupai manusia. Dulu dia pernah membuat kehebohan di mall karena tak sengaja memegang manekin di salah satu toko busana.
"Itu mah wahana buat bocah" ucap Rey mencoba menolak memasuki wahana itu dengan cara yang keren, aku yakin dia takut ditertawakan kalau mereka tahu phobianya yang satu itu.
Dara mencoba mengelak, ia menunjuk beberapa orang dewasa yang memasuki wahana itu tanpa masalah.
"Orang dewasa boleh masuk kok"
Aku yang kasihan pada Rey mencoba menengahi, setidaknya sebagai sahabat sejatinya aku tak ingin temanku ini kembali merasa malu karena aibnya terbongkar.
"Gini aja deh, mendingan kita berpencar, kita naik wahana yang kita mau. Nanti sejam lagi kita ketemu di tempat ini"
Sepertinya usulanku bisa mereka terima dengan baik. Dara yang tak mau menyia-nyiakan kesempatan, langsung tancap gas mengajak Tsukasa menemaninya memasuki rumah boneka.
"Gue nggak mau naik wahana apapun, perut gue masih mual,"
"Yah nggak asyik banget lo" rutukku sebal, namun melihat wajah pucat Rey aku jadi tidak tega, sebaiknya dia memang beristirahat terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower in the Rain
Teen Fiction(Beberapa part di unpublish karena dalam proses penerbitan) Bayangkan kisah ini sebagai novel romantis yang sering kalian baca. pemeran utama pria yang pintar, tampan dan kaya. pemeran utama cantik, tapi bukan berasal dari kalangan berada. dan pemer...