Mentari sudah padam cahaya. Para penduduk setempat mulai kembali ke rumah setelah seharian mencari nafkah di alam. Aku menatap langit yang mulai gelap, sepertinya akan turun hujan tak lama lagi, karena cuaca di langit menunjukkan tanda-tanda akan turunnya hujan. Sejak tadi aku sibuk mengobrol dengan Farrel untuk mengusir kejenuhan, kami sibuk membicarakan kenangan saat di Jepang beberapa tahun lalu. Sejujurnya aku juga tak menyangka kalau Farrel adalah pelajar yang berdebat denganku di forum terbuka KBRI, pertemuan ini sekaligus menjadi sebuah nostalgia yang menyenangkan.
"Kayaknya mereka udah selesai"
Farrel menunjuk ketiga orang yang sedang membereskan perlengkapan penelitian mereka. Sejak pagi mereka bertiga bekerja keras untuk penelitian ini, aku sendiri tak tahu untuk apa Rangga mengajak Davin dan Aira untuk membantunya, tapi aku yakin ayah Rangga sedang memberinya sebuah proyek besar yang berhubungan dengan dunia pertanian.
"Baguslah, kami bisa kembali ke villa lebih awal"
Belum semenit setelah aku mengatakan hal itu, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, mereka bertiga berlari untuk menghindari hujan, sementara aku hanya menertawakan mereka yang basah kuyup terkena air hujan.
"Kebangetan lo Ra, lihat orang kehujanan malah seneng" Davin memprotesku ketika sampai di balai tempatku berada.
"Habisnya kalian lucu larinya panik banget" balasku masih dengan tawa berderai, Davin membuat gestur seolah ingin memberiku pelajaran namun aku hanya menjulurkan lidah padanya.
Farrel menatap kami satu persatu lalu menunjuk hujan dan jalanan di desa ini yang memang belum semuanya diaspal, bahkan desa ini dikelilingi oleh tebing yang tinggi dan curam.
"Sebaiknya kalian jangan pulang sekarang deh, kalau hujan begini biasanya jalanan jadi licin, apalagi udah mulai malam, daerah sini rawan kecelakaan soalnya"
Kami bertiga terdiam mendengar ucapan Farrel, apa yang dia katakan memang benar, namun aku tidak sepenuhnya setuju bila harus menginap di desa ini.
"Rangga gimana? nggak masalah kita nginap disini?" tanya Aira dengan eskpresi yang sama sepertiku, kurasa dia juga agak keberatan harus menginap disini.
Rangga terlihat berpikir sejenak ia mengangguk dengan ekspresi berat hati, mungkin dia sudah mempertimbangkan semua dengan matang. Tapi tetap saja aku tidak senang karena semua barangku ada di Villa, aku tidak tahu kalau kami akan menginap jadi aku sama sekali tidak membawa persiapan apapun.
"Gue setuju sama Bang Farrel sebaiknya kita emang jangan pulang malam ini"
"Lha terus kita tidur dimana?" protesku dengan nada tinggi, aku tak peduli walau mereka memandangku sebagai anak manja.
"Ada homestay nggak jauh dari sini, kalian bisa istirahat disana" tunjuk Farrel pada sebuah rumah yang memang terpasang papan tulisan homestay didepannya.
Sepertinya hanya aku yang masih memasang wajah keruh, ketiga orang itu sudah mengangguk setuju namun aku belum sependapat dengan mereka.
"Lo keberatan Ra? ini demi keselamatan bersama" ucap Rangga yang menyadari ekspresi keberatan yang ku tampilkan, aku hanya menghela nafas karena ucapannya terasa sangat memojokkanku.
"Bukannya gitu, masalahnya barang-barang gue ada di villa"
"Nanti aku coba bilang sama anggota tim KKN yang cewek, kalau kamu mau pinjam bajunya"
Ucapan Farrel membuatku sedikit tenang, akhirnya aku mengangguk setuju untuk menginap di desa ini.
*
Aku selesai membersihkan diri dan keluar kamar mandi dengan kondisi segar, di atas kasur ada Aira yang sedang menata barang-barangnya. Aku menghampiri gadis itu dengan canggung, ya aku tidak mungkin langsung bersikap sok akrab padanya mengingat perlakuanku selama ini yang selalu membuatnya menderita. Tiba-tiba aku merasa sangat menyesal karena bersikap tidak terpuji pada gadis baik hati seperti Aira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flower in the Rain
Teen Fiction(Beberapa part di unpublish karena dalam proses penerbitan) Bayangkan kisah ini sebagai novel romantis yang sering kalian baca. pemeran utama pria yang pintar, tampan dan kaya. pemeran utama cantik, tapi bukan berasal dari kalangan berada. dan pemer...