Flower: Thirteen

3K 350 13
                                    

Aku tidak bisa tidur, kakiku terus melangkah mengelilingi kamarku yang luas sambil tak henti-hentinya gelisah. Apa yang kulakukan kini bukanlah tanpa alasan, aku terus memikirkan perkataan Tsukasa ketika aku mengantarnya ke Bandara sore tadi. Kepulangannya ke Jepang yang harusnya besok pagi akhirnya dipercepat karena ia harus segera mengurus pendaftaran masuk Universitas Tokyo. Tsukasa memang mengikuti pendaftaran lewat jalur prestasi yang biasanya lebih awal dari jalur umum.

Namun saat aku mengantarnya ke bandara, perkatannya tak henti-hentinya membuatku gelisah, aku bahkan merasa sudah tidak punya muka lagi untuk bertemu dengan Tsukasa karena dia telah mengetahui rahasia yang selama ini kusimpan rapat-rapat.

Lima jam yang lalu...

Jam keberangkatan Tsukasa masih setengah jam lagi, sejujurnya aku masih belum rela melepas kepergiannya namun aku tidak boleh menjadi egois dan menahannya lebih lama disini.

"Kamu dapat salam dari Dara" ucapku sedikit menggodanya.

Aku sudah memberitahu Dara mengenai kepulangan Tsukasa dan dia sangat sedih karena tidak bisa mengantar ke bandara, aku sih merasa maklum karena Dara juga punya kesibukan pribadi yang tidak bisa ditinggal.

"Sayang sekali dia tidak bisa datang" Tsukasa terlihat sedih ketika mengatakannya, dan aku cukup yakin kalau memang rasa ketertarikan Tsukasa pada Dara sudah naik cukup tinggi.

"Kamu tenang aja, nanti aku suruh Dara sering-sering hubungi kamu"

Tsukasa tersenyum, namun wajahnya yang jenaka perlahan mulai berubah menjadi serius. Akupun heran dengan raut wajahnya yang seakan ingin mengatakan sesuatu yang penting.

"Dia kan alasanmu menjadi ragu?" ucapnya tiba-tiba, perasaanku berubah menjadi tidak enak.

"Maksud kamu apa?"

"Maksudku, Rangga adalah alasanmu merasa berat untuk mengejar mimpimu kuliah di Universitas Tokyo"

Tidak mungkin, bagaimana bisa Tsukasa berpikir seperti itu? tidak mungkin perasaanku bisa begitu jelas dilihat olehnya.

"Dia nggak ada hubungannya" ucapku berusaha mengelak, aku tak ingin dia melihatku sebagai pecundang yang ragu-ragu hanya karena lelaki.

"Tentu ada, kamu jatuh cinta padanya Rara..."

Hatiku benar-benar seperti ditusuk-tusuk, jatuh cinta? apa memang perasaanku pada Rangga sudah sejauh itu?.

"Kamu jangan sok tahu"

"Aku bisa lihat semuanya, cara kamu melihat Rangga, aku bisa melihat cinta yang begitu besar di matamu"

Aku terus menunduk tak berani menatap mata Tsukasa. Berbeda dengan saat aku mengelak ketika Marvel menyakan hal yang sama, saat ini aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak pernah bisa berbohong didepan Tsukasa, dia selalu bisa mengetahui kalau aku sedang berbohong atau tidak.

"Kamu sudah tahu pasti jawabannya kan, aku nggak ingin mengelak lagi"

Tsukasa menepuk bahuku, lalu membawaku ke pelukannya. Tak terasa aku akhirnya menumpahkan air mataku yang selama ini tidak pernah kuperlihatkan pada orang lain. Di mata orang lain mungkin kami terlihat seperti dua sejoli yang sedih karena akan berpisah, namun sejujurnya aku hanya merasa sedang menjadi orang yang sangat menyedihkan saat ini.

"Kamu harus kuat, aku tidak mau kamu menjadi ragu hanya karena lelaki. Ingatlah impianmu sebelumnya,"

Tatapan meyakinkan dari Tsukasa membuat jiwaku bergelora, dadaku bergemuruh karena merasa sangat lelah dengan perasaan sepihak yang selama ini kurasakan. Aku tak boleh ragu hanya karena Rangga, impian dan hasratku untuk mencapai puncak kesuksesan jauh lebih penting dibandingkan perasaan bodohku untuk Rangga.

Flower in the RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang