Literasi

63 46 39
                                    

Udara pagi menusuk kulit seorang anak yang baru saja tiba di sekolah. Dengan keberanian yang pas-pasan, dia melangkah memasuki sekolah yang masih terlihat sepi. Tidak terlalu banyak yang datang, hanya ada satu atau dua orang yang sudah berkeliaran di lingkungan SMPN 3 Gempita.

Orang itu merutuki dirinya sendiri karena dia tidak melihat adanya kehidupan di dalam kelas. Meskipun cukup jauh jarak yang dia lihat, tapi bisa dia pastikan bahwa belum ada satu pun orang yang memasuki kelasnya.

"Oy, Put!"

Putri lantas menoleh, melihat siapa yang sudah memanggilnya. Tanpa Putri duga, ternyata ada seseorang yang sedang melihat ke arahnya dari kejauhan. Bisa Putri pastikan bahwa orang itu adalah Angga. Karena tidak terlalu peduli, Putri memutuskan melihat Devan yang baru saja memanggilnya.

"Tugas udah?" tanya Devan dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya.

Putri memutar bola matanya malas. "Kirain apa."

Devan hanya tersenyum sebagai respon. Dia sudah tahu pasti bahwa respon Putri akan seperti itu. Jadi, biasa saja.

Dengan langkah yang mengikuti Putri, mereka berdua pun sampai di depan kelas yang masih sepi tanpa penghuni satu pun.

"Tumben," gumam Putri melihat keadaan kelas yang begitu sepi. Biasanya, Meli sudah datang sebelum dirinya. Tapi sekarang, Meli belum memunculkan batang hidungnya.

Karena keadaan kelas yang hanya diisi oleh mereka berdua, Devan memutuskan untuk keluar kelas, meninggalkan Putri yang sedang melamun tidak jelas.

Tak tak tak

Putri menoleh ke sumber suara. Dirinya menatap satu bayangan seseorang yang sedang berjalan lesu dengan tubuh yang tidak terlalu tinggi. "Assalamualaikum!"

Putri menatap orang itu datar. "Waalaikumsalam!"

Bruk

Orang itu duduk dengan kasar di kursi nya. "Kenapa?" tanya Putri.

Orang itu menghela nafas panjang. "Nggak, capek aja."

"Capek? Sama kok."

Satu detik kemudian, orang itu tersadar akan sesuatu. "Tumben datang pagi?"

"Meli yang telat," ujar Putri.

Meli menganggukkan kepalanya. Melihat Putri, dia jadi teringat sesuatu. Meli yang jahil sekarang sedang tersenyum penuh makna ke arah Putri. "Tadi, Meli liat Angga," goda Meli.

"Tahu," ujar Putri singkat.

Meli mencebikkan bibirnya. "Ah, gak seru."

Putri menghela nafas panjang. Sebelum Meli tau, Putri sudah tahu lebih dulu!

"Put, anter kamar mandi yu," ajak Meli.

"Males jalan," ujar Putri lesu.

"Idih, cuma jalan ke sana doang. Ayo," ujar Meli dengan menarik tangan Putri. Sedangkan yang ditarik, hanya pasrah dengan nasib.

Koridor demi koridor mereka lewati tanpa adanya rintangan satu pun. Entah di mana sosok Devan yang selalu mengganggu mereka.

Tepat satu koridor lagi yang akan mereka lewati, membuat Putri memelankan langkahnya. "Kenapa?" tanya Meli.

Putri tidak menjawab, membuat Meli melihat-lihat keadaan koridor depan dengan teliti. "Oh, Angga," ujarnya.

Putri mengangkat bahunya acuh, lalu mempercepat jalannya, membuat Meli tertinggal sedikit di belakang. "Tunggu ih," kesal Meli.

Lumpiah [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang