Suka itu biasa

53 39 45
                                    

Ghea dan Risa sedang berjalan di koridor. Bel tandanya masuk belum berbunyi, membuat mereka masih bebas berkeliaran.

Ghea memperhatikan keadaan sekitar yang banyak sekali lalu-lalang orang. Sampai pada akhirnya, netra mata Ghea terkunci pada satu subjek. "Sa! Lihat deh Adkel yang itu, ganteng oy!"

Risa melihat ke arah yang ditunjuk Ghea. "Ganteng, sih. Tapi, gak tertarik."

"Hadeuh ganteng gitu, Sa. Masa gak tertarik, sih?"

"Lagi deket sama satu orang. Sorry, yah."

Ghea cemberut. "Yah, sebentar lagi seorang Risa akan mempunyai boyfriend. Lah, aku kapan?"

Risa menatap datar Ghea. "Cowok banyak yang suka. Kenapa gak pacarin aja?"

"Pengennya Kak Gavin."

"Ya, sok atuh."

"Susah oy mendapatkan seorang, Gavin Satya itu."

"Berjuang dong!"

Ghea menatap Risa semangat. "Bener! Berjuang, nih. Sebelum ada yang punya, terobos aja." Mereka berdua lantas tertawa. Banyak sekali orang yang memperhatikan mereka di koridor. Tapi mereka tidak merasa malu meski di tatap seperti itu. Kan sudah diberitahu bahwa circle ini tidak mempunyai malu!

Kedua orang itu melanjutkan lagi langkahnya menuju kamar mandi. Biasalah hanya untuk bercermin. Toilet tampak sepi karena mau apa sih ke toilet jika sedang tidak ingin? Memangnya mereka berdua, siswi yang paling sering ke toilet hanya untuk bergaya bak model di depan cermin.

"Semua cewek itu cantik. Tapi kenapa mereka selalu ngejar-ngejar gue sih, Sa." Ghea melihat pantulannya di depan cermin.

"Yah, mana aku tahu. Mungkin karena Ghea itu terlalu baik." Risa berucap dengan tangan yang sibuk memainkan air di wastafel.

Kring... Kring....

"Yah, bel nya bunyi. Ayo, Sa!" Ghea dengan segera menarik tangan Risa untuk kembali ke kelas. Di koridor banyak sekali siswa-siswa yang masih memilih nongkrong daripada masuk kelas. Belum ada guru, jadi di luar aja, begitulah pikir mereka. Ghea dan Risa memilih melanjutkan langkahnya menuju kelas.

Kelas seketika hening karena Pak Chen selaku guru matematika sudah datang. Kini, mereka hanya diperintahkan untuk mencatat beberapa halaman karena kata pak Chen, 'kita istirahat dulu saja dari soal. Jadi, tulis materinya saja'. Ya, mereka sebagai murid nurut sajalah. Itung-itung terhindar dari berbagai rumus dan angka yang sangat membuat otak pusing.

Lembar demi lembar mereka habiskan untuk menyalin materi itu. Pak Chen hanya berkeliling ke setiap jajar bangku untuk melihat sudah sampai mana murid-muridnya menulis. Sampai pada akhirnya, beliau menuju bangku seorang Putri yang tengah asik mengobrol dengan Meli.
"Eh, malah ngobrol. Memangnya sudah beres?"

Meli dan Putri sontak terkejut. Tapi bukannya takut, mereka malah terkekeh kecil ke arahnya. "Udah, Pak! Ini lagi baca novel." Meli mengacungkan satu buku novel yang dia dan Putri baca.

"Coba sini, Bapak lihat." Pak Chen memeriksa buku tulis mereka berdua. Dan berlanjut mengambil buku novel yang tengah mereka baca.

"Si Jungkook? Emm Korea terus kalian mah. Gantengan juga, Bapak. Harusnya kalian mengidolakan Tuhan bukan mereka." Setelah Pak Chen mengatakan itu, semua teman sekelas Putri menoleh ke arahnya juga Meli. "Nah, dengerin tuh," ucap beberapa dari mereka. Karena Meli duduk bersama Maya, otomatis Maya juga seperti diperhatikan, membuat dirinya marah. "Emangnya kenapa kalau suka Korea? Gak ada yang nyuruh kalian buat suka." Maya berucap dengan kesal, tapi ekspresi wajahnya sangat datar membuat mereka yang tadi mengatakan itu langsung bungkam dan lanjut menulis.

Lumpiah [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang