Hari terakhir

33 26 26
                                        

Cahaya matahari menyengat begitu terik menyorot ke-20 orang yang sedang memegang tali erat-erat. Hari ini adalah hari terakhir diadakannya classmeeting. Lomba penutup, yaitu tarik tambang.

"Sedia!"

Pritt

Tali tambang pun bergeser ke sana kemari akibat tarikan dari kedua tim. Seperti sebelumnya, satu tim beranggotakan laki-laki dan perempuan. Urat-urat tangan mereka sudah sangat menonjol. Keringat sudah membasahi setiap permukaan wajah. Orang-orang yang menonton dibuat tegang oleh ulah kedua tim.

"8F hayoooo bisa!"

"8A bisa yoooooooo!"

"Tarik Malik! Tarik woy!"

"E-eh awas jatoh!"

Kelas VIII-F melawan kelas VIII-A. Entah apa yang membuat kedua kelas itu harus selalu bersaing. Teriakan heboh menjadi lagu penggiring mereka. Suara repoter seperti biasa selalu membuat suasana tambah ricuh. Suara musik yang selalu mengalun sudah tidak terdengar lagi karena bisingnya suara teriakan mereka.

Bruk

Aw

Vio terjatuh dengan telapak tangan yang mengeluarkan darah dan beberapa lecet di kaki. Lagi-lagi pertandingan dimenangkan oleh kelas VIII-A. Kelas itu tampak bersorak, lain halnya dengan kelas VIII-F yang sudah menghampiri Vio karena khawatir.

"Vi! Gapapakan?" tanya Ghea panik.

"Gapapa palamu! Sakit tau." Vio meringis memegangi tangannya yang terasa panas.

"Vi! Sadar, Vi!"

"Emangnya gue pingsan, Put?" Putri menggeleng dengan tangan yang menggaruk tengkuknya.

"Vio! Lo gapapa?" Ilham berlari menerobos kerumunan dengan raut muka cemas.

Vio menatap Ilham aneh. "Menurut anda?"

Ilham menghela nafas dan segera mengangkat tubuh Vio ala bridal style. Semua yang menyaksikan itu memekik kaget. Tidak terkecuali kelima sahabatnya yang sudah menganga tidak percaya. "Serasa nonton drakor," celetuk Meli.

Sedangkan Vio, dia sedang memukul-mukul dada Ilham. "Turunin gue! Ngapain sih!"

Ilham tidak mengubris ucapannya. Malah pukulan Vio tidak terasa apapun bagi Ilham. Dia terus berjalan menuju UKS mengabaikan Vio yang terus memarahinya. Pintu UKS pun Ilham buka dengan mendorongnya menggunakan kaki. Dengan segera, Ilham mendudukkan Vio di ranjangnya.

Vio yang akan berontak tidak jadi karena Ilham sudah mengunci tubuhnya dengan kedua tangannya yang kini tepat berada di samping tubuh Vio. Kini jarak keduanya sangat dengat. Deru nafas Vio sudah tidak stabil. Atmosfir di sekitar sudah terasa panas. Entah dimana penjaga UKS hari ini, hanya ada mereka berdua saja di dalam.

Ilham mendekatkan wajahnya ke arah Vio, membuat Vio otomatis memundurkan wajahnya. Kali ini, Vio tidak bisa berbohong bahwa dia sangat ketakutan apalagi, ketika melihat raut wajah Ilham yang tampak serius menatapnya.

"A-ah, ke-kenapa?" tanya Vio gugup.

Ilham tidak menjawab. Dia masih tetap memperhatikan wajah Vio lekat. Karena malu, Vio menundukkan kepalanya. Tapi satu tangan mengangkat dagu Vio, membuat mata mereka kembali beradu. "Liat gue." Ilham akhirnya membuka suara.

"Kenapa gue harus liat lo? Gak ada guna."

Ilham memejamkan matanya menahan sesuatu yang bergejolak dalam dirinya. "Bisa gak sih, lo lembut sedikit! Gue itu khawatir sama lo! Dan lo malah kayak gitu!" ujar Ilham lantang dengan tangan yang menggebrak sisi ranjang UKS, membuat Vio terlonjak. Tidak hanya Vio,  beberapa orang yang melihat mereka dari jendela UKS juga ikut terkejut.

"Serem anjir si Ilham," ujar Naufan.

"Dia Kakel bego." Riza menjitak kepala Naufan. Tidak tinggal diam, Naufan membalas menjitak Riza.

"Suttt! Berisik," ujar Meli. Mereka pun terdiam dan kembali melihat kedua orang yang sedang berada di dalam.

Hati Vio sangat sesak menahan tangis. Bagaimanapun dia sangat takut ketika seorang laki-laki berujar lantang seperti itu. "Maaf," lirih Vio dengan meremas roknya.

Ilham mengusap wajahnya kasar. Dia pun berjalan ke arah lemari dan mengambil obat merah juga beberapa kapas, tidak lupa dengan satu mangkuk kecil air bersih. Ia menarik sebuah kursi untuk di duduki. Kini Ilham berada tepat di depan tubuh Vio. Satu tangan Ilham menahan kaki Vio untuk diobati. Dengan telaten dia membersihkan luka itu.

Vio yang melihat perlakuan Ilham tertegun di tempat. Remasan diroknya menjadi kuat menahan sakit dan rasa bersalah. "Jangan takut. Gue cuma kesel tadi," ujar Ilham dengan tangan yang masih sibuk mengobati luka Vio. Luka di tangan dan kaki Vio pun Ilham tutupi dengan kapas, tidak lupa menggunakan dua plester untuk merekatkannya.

"Jangan kaya tadi, gue takut," lirih Vio. Ilham berdiri dari duduknya. Tangannya sudah terangkat untuk mengelus puncak kepala Vio.

"Jangan buat gue khawatir. Gue gak mau lo luka," ujar Ilham tulus.

Mereka yang melihat perlakuan Ilham dari luar sontak menutup mulutnya tidak percaya. "Itu beneran Kak Ilham?" tanya Putri tidak percaya.

"Demi apa si ketos bisa bucin gitu," seru Naufan.

"Gak tau mau ngomong apa gue," timpal Riza dengan mata yang masih fokus menatap ke arah dalam.

"Mimpi ini mimpi," ujar Ghea, Risa, dan Meli secara bersamaan.

Ceklek

Pintu UKS pun terbuka membuat mereka yang sedari tadi mengintip dari luar terlonjak kaget. "Ngapain kalian di sini?" tanya Ilham dengan alis yang terangkat.

Mereka tampak gugup, tidak tahu harus mengucapkan apa. Sampai pada akhirnya, Naufan berucap. "Ya, mau liat KM kite lah."

Ilham mengangguk paham. "Masuk aja." Setelah mengucapkan itu, Ilham pergi meninggalkan mereka yang sudah menghela nafas lega.

"Untung gak nanya aneh-aneh," seru Ghea.

Mereka mengangguk. "Serem juga dia," timpal Riza dengan mata yang memperhatikan kepergian Ilham.

"Eh, Vio!

• • • •


"Sekarang, saya akan mengumumkan siapa saja yang akan mendapatkan hadiah karena sudah mengikuti ujian dengan baik." Pak Nana berujar. Acara classmeeting sudah resmi berakhir, dan kini mereka sedang berkumpul di lapangan untuk mengetahui siapa saja para manusia terpilih.

Ilham selaku ketua OSIS sudah berdiri di samping Pak Nana dengan tangan yang menggenggam map berwarna biru. Dengan segera, Pak Nana mengambil map itu dari tangan Ilham.

"Baiklah, dimulai dari kelas VII," Pak Nana membuka map itu, "Rafa, Nisa, dan Amel diharapkan untuk maju ke depan." Mereka bertiga yang dipanggil segera menuju depan.

"Sekarang, kelas VIII. ah, ini mah sudah pasti. Jingga, bunga, dan mentari silahkan maju ke depan." Seperti sebelumya, mereka pun segera menuju depan. Semua yang terpilih dari angkatan kelas VIII, yaitu anak unggulan. Tidak heran sih.

Kini Pak Nana terlihat sedang membagikan hadiah-hadiah itu. Mereka yang hanya memperhatikan itu dari tempat duduknya menghela nafas lesu. Bukan karena kecewa tidak menang, melainkan kecewa karena Pak Nana belum membubarkan mereka. Matahari sudah tampak terik. Satu percik air yang Naufan tumpahkan saja sudah menjadi kering kembali.

"Bapak panas!"








Tbc
Tim baper mana!! Ilham tanggung jawab, baper nih🙂

Ya udh jangan lupa vote dan komen!

>Kangen.

Lumpiah [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang