Takdir Tuhan

38 28 82
                                    

Di sebuah ruangan yang tidak cukup luas ada beberapa anak laki-laki yang sedang menghabiskan waktunya dengan bermain game. Tidak peduli bahwa minggu depan akan menghadapi ujian.

"Bos! Gak ada niatan buat balikan lagi gitu?" Orang yang ditanya malah fokus terhadap gamenya dengan mulut yang dipenuhi makanan.

"Woylah dikacangin!" Karena kesal, orang itu membanting bantal yang sedari tadi menumpu kepalanya.

"Apasih, Ri! Diem!"

Rio hanya mendengus sebal karena tidak ada yang mengajaknya main dan mereka malah sibuk berdua. Rio akhirnya lebih memilih memakan semua makanan yang mereka beli tadi waktu pulang sekolah. Seniat itu mereka kumpul?

Sudah lumayan lama waktu yang mereka habiskan hanya untuk bermain game, mereka pun memilih mengistirahatkan sejenak mata dan pikirannya. Satu gelas air putih mereka teguk sampai habis. Bermain juga menguras tenaga!

Srak srak

Bunyi suara kemasan chiki yang beradu memenuhi kamar seorang Reihan. Mereka memutuskan main di sini karena orang tua Reihan tidak mengizinkan anaknya untuk pergi keluar hari ini.

"Apa yang lo tanyain tadi?" Rizkan menatap Rio yang sedang makan dengan lahapnya.

"Kenapa gak balikan aja sama mantan? Bukannya masih saling suka?"

"Eh kalian putus gara-gara i—"

"Sutttt ah, diem udah." Ucapan orang itu terpotong karena Rizkan dengan segera memasukkan kentang goreng ke dalam mulutnya.

"Enak." Orang itu langsung menyantap kentang goreng yang barusan Rizkan berikan.

Rio dan Rizkan yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya. "Dasar. Temen siapa sih?"

"Gak tau," sahur Rio.

Reihan tidak mempedulikan itu, menurutnya yang terpenting sekarang perut dia kenyang. Biasalah masih masa pertumbuhan!

Matahari sudah mulai kembali ke dalam peraduannya. Langit biru kini sudah tergantikan dengan langit jingga yang sangat cantik untuk dipandang. Cahaya itu menembus ke dalam kamar Reihan, membuat kedua temannya berpamitan untuk pulang.

"Gue pulang ya, udah mau maghrib." Rizkan memakai hoodie hitamnya yang sedari tadi dia abaikan.

"Gue juga." Rio berucap dengan tangan yang kembali mengambil makanan.

Reihan tidak ikhlas sebenarnya ketika teman-temannya memilih pulang. Tapi, Reihan juga tidak bisa egois. Mereka juga mempunyai kehidupan masing-masing, bukan hanya mengurusi pertemanan mereka.

"Hati-hati, bro!" Rizkan dan Rio mengangguk. Mereka mulai melajukan sepeda yang mereka pakai. Entah kenapa, mereka lebih suka menggunakan sepeda untuk saat ini. Mungkin karena mereka juga masih terlalu kecil?

Angin sore berhembus mengenai dua pemuda ini yang sedang fokus melihat jalanan, meskipun canda tawa selalu mengisi keduanya. Jalan umum seakan milik berdua karena mereka saling berdampingan. Untung saja jalanan sedang sepi.

Tidak terasa, pertigaan pun akhirnya terlihat. Mereka harus berpisah di sini karena arah rumah mereka memang berbeda. "Hati-hati, Kan!"

Rizkan yang mendengar itu sontak berteriak balik.  "Lo juga hati-hati!"

Rumah demi rumah sudah Rizkan lewati. Dia memutuskan untuk beristirahat sejenak di depan sebuah warung. Tenggorokan dia sangat kering. Dia membutuhkan sesuatu yang membuat tenggorokannya banjir lautan air. Satu kotak susu cokelat pun Rizkan teguk sampai habis. "Hahhhh lega. Pastes si Meli suka susu cokelat. Enak juga sih."

Lumpiah [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang