MOS pun berjalan lancar, begitu juga dengan free class. Sangat lancar. Sekarang hari terakhir MOS yang di mana para peserta MOS harus meminta tanda tangan dari anggota OSIS, teman seangkatan, guru, dan para senior.
Inilah salah-satu kegiatan paling dibenci tapi juga seru. Ya, seru karena bisa deket-deket anggota OSIS yang disuka.
"Kak! Boleh minta tanda tangannya?" tanya salah satu peserta MOS cowok.
Putri dan keempat sahabatnya mengangguk canggung. Mereka sangat terkejut karena tiba-tiba ada yang menghampiri di koridor. Padahal mereka tidak berniat untuk melakukan itu. Balas dendam waktu dulu kayaknya.
"Oh, boleh," jawab Ghea.
Anak itu pun memberikan buku bersampul merah putih dengan di depannya terdapat lambang garuda, sedangkan di belakangnya terdapat logo SMPN 3 Gempita.
Sesudah dari Ghea, itu buku bergilir ke Risa, Meli, Putri, dan terakhir Maya. Lucky yah. Langsung dapet 4 tanda tangan. Tapi Maya malah menulis nama 'Cooky' di situ. Bukan tanda tangan dia asli.
"Makasih, Kak!"
"Sama-sama."
Cowok itu pun pergi untuk kembali meminta tanda tangan ke yang lain.
"Kenapa nggak tanda tangan sendiri?" tanya Putri.
"Terlalu mahal," jawab Maya.
Mereka memutar bola matanya malas. Oke, itukan Maya.
Tentu suasana di sekolah saat ini sangat berisik. Para peserta MOS dan para senior saling melempar kata-kata dengan keras. Entah apa yang dibicarakan.
"Woy! Tanda tangan gue gak mau nih?"
"Sini-sini wahai para fans ku!"
"Asekkk jual tanda tangan bisa kaya gue hari ini!"
"Anjir! Masa gue cuma diliatin doang!"
"Kakak! Minta tanda tangannya yah! Please."
"Hayok sini!"
Lawak sih suasananya hari ini. Sebelum mereka memberi tanda tangan pada setiap peserta MOS, pasti diberi tantangan dahulu. Tentu tidak semudah itu.
"Bilang dulu gue ganteng," ucap Naufan.
Para peserta MOS yang sedang berada di dekat Naufan untuk meminta tanda tangan tampak tertekan. Tapi mereka menyebut kata itu juga. Ingat! Hanya untuk tanda tangan.
30 menit sudah berlangsung. Para peserta MOS sudah kembali ke kelasnya masing-masing. Sedangkan mereka para senior yang sedang gabut, memilih makan di kantin.
"Cireng!" seru Putri.
"Dasar bucin cireng," timpal Meli.
"Enak tau."
"Kiko kali ah."
Putri terkekeh kecil sebelum netra matanya melihat Angga yang sedang memperhatikan salah satu peserta MOS.
"E-eh, Devan!" Putri berucap ketika tiba-tiba Devan menghalangi arah yang dilihatnya barusan.
"Mending jajan sok," ujar Devan, "nah, permen." Devan memberikan permen milkita ke arahnya.
"Meli nggak di kasih, Van?" Meli tiba-tiba berdiri di tengah-tengah mereka berdua.
"Cuma ada satu. Tapi kalau mau sok ambil aja, tar gue yang bayar." Ucapan Devan sontak membuat mereka berbinar dan segera mengambil permen milkita satu orang dua.
"Anjir, kalau gitu gue tekor bisa-bisa," keluh Devan.
Putri terkekeh mendengar itu dan menepuk pundak Devan. "Makasih Devan yang nyebelin!"
Setelah mengucapkan itu, Putri meninggalkan Devan menuju sahabatnya yang masih sibuk memilih permen.
Devan yang melihat Putri ceria lagi mengambangkan satu senyumnya. Nah, kan. Cuma dikasih permen doang langsung ceria lagi, batinnya.
"Ekhem! Kenapa liatin si Putri?" Devan terkejut ketika seseorang merangkul pundaknya.
"Tuh lagi milih cireng dia," jawab Devan.
Naufan ikut memperhatikan Putri. Tapi netra matanya melihat seseorang yang menjadi pusat perhatiannya saat ini.
"Ngapain si Angga di depan kelas peserta MOS?"
Devan mengangkat bahunya acuh dan pergi meninggalkan Devan begitu saja.
"Ah, gue tau ini mah kenapa. Woy, Devan! Tungguin gue!"
"Buru sini!"
Naufan pun menyusul Devan yang sedang berjalan dengan coolnya.
• • • •
"Eh, ngapain di sini?" tanya Vio pada seseorang yang sedang berdiri di depan kelas MOS yang dia ajar. Vio sedang membuang sampah, dan tidak sengaja melihat orang itu.
Tapi Angga malah diam, tidak berniat membalas ucapan Vio. "Anjir, gue sumpahin lo gak bisa ngomong," kesal Vio dan kembali masuk ke dalam.
Angga hanya menghela nafas dan pergi dari situ. Padahal dia diam di situ hanya gabut, jadi jalan-jalan di sepanjang koridor. Tapi karena lelah, dia berhenti dulu. Lagipula, dia juga melihat seseorang yang sedikit familiar di matanya.
Kenapa Angga sendiri? Tiga temannya lagi sibuk menyerbu makanan di kantin. Tidak peduli bahwa sedari tadi Angga sudah menyumpah serapah mereka.
Dilain sisi, Putri dan yang lain kini sudah berada di lapangan depan gerbang dengan tas yang sudah mereka gendong.
"Hayok pulang!" ajak Putri.
"Nanti-nanti, pengen liat mereka lepasin nametag nya," ujar Ghea.
Putri hanya mendengus mendengar itu. Sedangkan Meli, dia sedang sibuk menghitung permen yang dia dapat dari traktiran Devan.
"Wow, punya empat!" seru Meli girang.
Devan yang melihat itu dari kejauhan hanya bisa menghela nafas. Tangannya dia masukkan ke dalam saku celana dan mengeluarkan isinya.
Kosong. Tidak ada satupun uang yang tersisa.
"Ketawa aja gue mah, Van! Malah traktir lo mah," ujar Naufan dengan tawanya.
"Gue kira mereka nggak akan banyak-banyak. Mana uang gue tinggal 5.000 tadi," lesu Devan.
"Cowok harus sabar." Naufan menepuk-nepuk pundak Devan.
"DEVAN! NIH, MELI KASIH PERMEN! KURANG BAIK APA MELI MAH!"
"ITU DUIT GUE MELI GUK GUK!"
"Hahahaha, tawa aja gue mah," ujar Naufan.
Pletak!
Devan pun menjitak kepala Naufan.
"TAWA AJA GUE MAH!" teriak Meli dan yang lain mengikuti cara ngomong Naufan.
Tbc
Kita receh receh dulu sama Devan dan Naufan!!Yuk vote, komen dan follow jangan lupa yah
>Devan udah punya gebetan woy sekarang🔥🔥
KAMU SEDANG MEMBACA
Lumpiah [TERBIT]
Roman pour Adolescents[Sudah terbit] Masa SMP itu masa yang nggak bisa dilupain gitu aja. Awal-awal kenal orang baru, karakter baru, kehidupan baru, kisah cinta monyet, dan pembelajaran yang lebih sulit dari sebelumnya. Masa SMP juga adalah masa dimana kita masih labil d...