"Putri! Dipanggil Angga, tuh!" Putri sontak menoleh melihat orang yang berteriak itu.
"Hah?" Jujur, Putri tidak paham apa maksud dari teman sekelasnya. Seorang Angga memanggilnya? Yang benar saja!
"Ciee Putri cieeeeeee," goda Meli.
Putri lantas mendengus. "Apasih!"
"Buruan itu si Angga nungguin di luar." Vio mendorong bahu putri, membuat Putri menatapnya tajam.
Karena terpaksa, Putri pun pergi keluar meninggalkan teman-temannya.
"Dasar dua orang gengsi," ujar Meli.
Putri kini sudah ada di depan Angga yang sedang menatapnya. "Kenapa manggil?" Akhirnya Putri membuka suara.
"Ikut gue," jawabnya dengan suara berat khas Angga.
Putri yang mendengar itu tampak ragu. Dia menoleh ke arah teman-temannya yang sedang memperhatikannya dari jauh dengan senyuman yang menggoda ke arah Putri, membuat Putri menatap mereka tajam. Mereka yang ditatap Putri seperti itu terkekeh kecil lalu menganggukkan kepalanya bahwa mereka mengizinkan Putri untuk pergi.
Tapi, satu tepukan mendarat di bahu Angga, membuat dia menoleh. "Jaga temen gue. Awas kalau disakitin." Setelah mengucapkan itu, Devan berbalik melihat ke arah Putri.
"Kalau dia aneh-aneh, bilang gue." Putri sontak mengangguk ketika melihat muka Devan yang sangat serius. Tatapannya yang tajam mampu membuat Putri takut. Inilah satu-satunya sosok yang Putri takuti. Seorang Devan Sanjaya yang sudah berhasil membuat Putri takluk.
Angga dan Putri pun berlalu pergi dengan Angga yang berada di depan. Kini Putri seperti seekor anak ayam yang mengikuti induknya.
Mereka pun sampai di taman belakang sekolah Gempita. Angga membawa Putri duduk di bawah pohon besar dengan daun-daunnya yang tertiup angin siang.
Sudah beberapa menit, tidak ada satupun kata yang terlontar dari mulut keduanya. Mereka hanya saling diam, menatap hamparan rumput yang terdapat di taman ini. Sampai pada akhirnya, suara berat Angga membuat Putri menoleh.
"Put." Kini, keduanya saling beradu pandangan dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Jantung Putri sudah bekerja lebih cepat dari biasanya karena jarak yang diciptakan, juga suara berat Angga yang sudah lama sekali tidak Putri dengar.
"Kenapa marah?" tanyanya dengan masih menatap manik mata coklat Putri.
Putri sangat ingin memutus kontak mata itu, tapi tiba-tiba, Angga menangkup wajah Putri dengan kedua tangannya. "Lihat gue."
Tanpa Putri sadari bahwa saat ini detak jantung Angga juga sudah bekerja lebih cepat. Tapi dia menutupi rasa gugup itu. Mana gue yang cool? batinnya.
Putri menelan saliva nya gugup. Kalau gini sih, bisa mati Putri, batinnya.
"Emm si-siapa yang marah?" Dengan menutupi sedikit kegugupannya, Putri akhirnya menjawab.
"Bohong." Tangan Angga masih setia menangkup wajah Putri.
Putri yang melihat wajah datar Angga rasanya ingin sekali menampar pipinya. Kalau enggak sayang, udah Putri tampar tuh pipi—eh, batinnya.
"Y-ya terus kalau marah kenapa? Masalah?"
Angga memejamkan matanya menahan kesal ketika mendengar ucapan yang dilontarkan Putri. "Gue gak suka."
"Emang sukanya apa?" Putri menatap penuh harap Angga.
"Game."
"Oke skip." Bola mata Putri melirik malas ke arah samping karena wajah dia masih setia Angga pegang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lumpiah [TERBIT]
Teen Fiction[Sudah terbit] Masa SMP itu masa yang nggak bisa dilupain gitu aja. Awal-awal kenal orang baru, karakter baru, kehidupan baru, kisah cinta monyet, dan pembelajaran yang lebih sulit dari sebelumnya. Masa SMP juga adalah masa dimana kita masih labil d...