Meli
Hari ini, aku bakal ke rumah Putri, nih. Banyak banget yang mau diceritain. Entah kenapa, ketika menceritakan sesuatu ke Putri itu nyaman aja. Padahal, Putri itu kadang suka ember karena katanya dia suka gatel sendiri kalau nyimpen rahasia, bawanya pengen bocorin terus. Tapi, cuma dia yang sefrekuensi sama seorang Anastasya Imelda Meliana.
Pakaian yang aku pakai hari ini, hanya sebuah sweater rajut berwarna coklat, dengan celana training hitam, rambutku dibiarkan tergurai begitu saja karena pada dasarnya rambutku pendek sebahu. "Cuma ke rumah Putri, gapapalah pake ini."
Setelah selesai, aku pergi ke lantai bawah yang di mana ada seorang perempuan dewasa sedang menggendong anak kecil yang tak lain anaknya.
"Kak! Meli ke rumah Putri dulu, ya." Aku mendekati orang itu sambil membuat muka-muka lucu supaya anak kecil itu tertawa.
"Mau apa?" tanyanya.
"Biasalah anak muda."
"Sok sokan anak muda. Paling kalau sama si Putri ngomongin K-Pop."
Aku mengelus dada sabar. Untung Kakak, batinku karena takut kena tampol Kakak satuku itu.
"Ya udah, jangan terlalu malam. Inget! Kali-kali ngomongin tentang 'Penthouse', gitu. Tuh si Bae Rona kasian." Aku melongo ketika mendengar ucapan kakakku. Lah, dasar pengagum Penthouse.
Supaya cepat, aku pun mengangguk dan segera pergi. Aku berjalan ke arah sepeda motor yang terparkir di halaman rumah. Ya, itu punyaku. Bagaimanapun, rumah Putri dan aku itu sedikit jauh. Aku pun mulai meninggalkan pekarangan rumah.
Akhirnya, pagar hitam itu sudah terlihat di mataku. Dengan segera aku menyalakan klakson motor untuk minta dibukakan gerbang. Tapi, hatiku rasanya sakit ketika tidak ada tanda-tanda orang akan membukakan gerbang.
"Pak Alan kemana sih? Udah cantik gini Meli malah dianggurin di luar." Sungguh kesal diriku. Pak Alan satpam penjaga rumah Putri tidak ada di tempatnya. Aku bisa melihat itu karena pagar rumah Putri yang tidak terlalu tertutup seperti kebanyakan rumah. Dari sini, aku juga bisa melihat bahwa rumah Putri sangatlah sepi.
Aku berdecak sebal dan langsung turun dari motorku untuk membuka gerbangnya sendiri. Untung gak di gembok. Aku kembali menghampiri motorku dan menjalankannya untuk memasuki kawasan rumah si manusia bantet. Maksudnya sih, si Putri pendek. Bisa-bisanya aku berkata seperti itu di saat tubuhku juga terbilang pendek.
Tak lama, seseorang ke luar dari rumah itu. Aku pun lantas berlari ke arahnya tidak lupa dengan mencium punggung tangannya. "Ma, Putrinya kemana?"
Nah, orang itu adalah Mama nya Putri, Mama Sarah. "Putri tadi izin katanya mau ke supermarket. Meli tunggu di dalem aja, yuk." Tanganku di tarik untuk masuk ke dalam.
Aku pun duduk di sofa ruang tamu yang terlihat sangat sunyi. Gini nih kalau ke rumah si Putri, serem. Padahal ada banyak orang di sini. Mungkin karena jauh dari cahaya matahari kali yah, dan dingin terus ruangannya meskipun disaat cuaca panas sekali pun. Tapi itung-itung mendinginkan diri gratis tanpa ace. Gitulah pokoknya.
Sudah beberapa menit dari awal aku menunggu, si Putri belum muncul juga. Kemana coba tuh anak? Ini minum udah habis beberapa gelas. Perutku sudah kembung karena air minum yang disuguhi Mama Sarah.
Aku melihat ke arah jendela. Nah, aku sangat terkejut ketika melihat pemandangan di luar sana yang di mana ada Putri dengan seorang Angga yang membawa sepedanya. "Anjir bawa cewek pake sepeda? Emang beda si Angga," ucapku pelan karena takut terdengar orang rumah.
Aku memperhatikan keduanya dari dalam sini. Dasar dua orang gengsi. Saling suka tapi tidak berani mengungkapkan. Aku sendiri juga bingung maunya mereka itu apa. Diembat orang lain, baru tahu rasa tuh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lumpiah [TERBIT]
Teen Fiction[Sudah terbit] Masa SMP itu masa yang nggak bisa dilupain gitu aja. Awal-awal kenal orang baru, karakter baru, kehidupan baru, kisah cinta monyet, dan pembelajaran yang lebih sulit dari sebelumnya. Masa SMP juga adalah masa dimana kita masih labil d...