2 minggu sudah aku nggak mendengar kabar apapun dari Dave, sejak kejadian itu Dave seperti hilang ditelan bumi, aku bahkan belum menanyakan apapun padanya, tentang apa yang terjadi dan siapa sesungguhnya 2 laki-laki yang menghajarnya kala itu.
Kejadian itu mirip film-film laga barat bahkan drakor yang sering kutonton, pemeran utama laki-laki babak belur dihajar rentenir atau penagih hutang, pemeran utama wanita nggak sengaja membantu silaki-laki dan mereka berujung saling jatuh cinta satu sama lain.
Membayangkan itu membuatku merinding, masa' iya aku dan Dave saling jatuh cinta, aku tertawa geli sendirian jika memikirkan itu, yah.. sebut saja yang kulakukan pada Dave adalah bentuk dari rasa kasihan dan kemanusiaan, lagipula siapa saja akan melakukan hal yang sama jika jadi aku, kan?
2 minggu ini juga tanpa terasa kulewati dengan tenang, pengerjaan butik sudah 80% rampung, semua rak dan gantungan baju sudah disusun, beberapa manekin sudah mulai berdatangan, sample barang juga sudah banyak yang masuk, aku melewati hariku dengan senang dan gembira, akhirnya keinginan lamaku terkabul juga.
Mama menyerahkan semuanya padaku, mulai dari nama merek, desain baju, dekorasi tempat bahkan semua anggaran dipercayakan padaku. Rizki juga mendukung segala yang kulakukan, walaupun aku tetap harus berhati-hati, Rizki juga sudah memintaku untuk mencari pegawai magang, aku nggak boleh pulang lebih dari jam 9 malam, kalau terpaksa Rizki harus menjemputku, awalnya kupikir lebay kan jarak flat dan tempat ini nggak sampai sejam, naik bus hanya butuh 30 menit, hanya saja setelah dipikir ada benarnya juga, aku baru disini dan nggak punya banyak kenalan, belum lagi banyak tempat yang nggak sama sekali aku tahu.
Acara pembukaann butik sudah kurencanakan tepat sebulan setelah hari ini, aku harus memastikan semua stok benar-benar sudah pas, aku enjoy melakukannya, aku udah biasa, di Jakarta semua awalnya kulakukan sendiri, ahhh...lagi-lagi aku kangen rumah? hiks..
Rizki makin sibuk dengan kuliahnya, tapi akhir-akhir ini aku tak begitu peduli, aku juga sibuk dengan kegiatanku sendiri, jadi jangan salahkan jika hubungan kami memang agak hambar, aku sibuk, dia juga sibuk, kami sama-sama sibuk.
Seperti hari ini, dia berangkat begitu pagi, kira-kira jam 6 pagi. sudah berhari-hari dia begitu dan aku hanya bisa mengawasinya sesaat saja, mau complain juga percuma, nggak ada waktu untuk itu.
"Ki, kamu nggak lupa bawa kaus kaki kamu lagi, kan? diluar dingin, nanti kaki kamu membeku lho" Ocehku sepagian ini, beberapa hari ini dia selalu melewatkan sesuatu, entah itu kaus kaki, bekal makan atau bahkan tas kuliahnya.
"Ohh, iya, makasih sayang udah diingetin"
Dan dia berlalu, setelah mengecup pipiku singkat, memang sesibuk apa sih kuliah disini, perasaan dulu aku kuliah nggak begini-begini amat?
Bodolah, pikirku. aku kembali kemeja kerjaku, menyusun beberapa rencana atau proposal ala kadarnya untuk mama, bagaimanapun juga mama adalah pemilik butik ini, aku harus memberikan laporan terkait perkembangan butik, apapun itu. aku bahkan mengirimkan mama rincian biayanya, walau aku yakin beliau nggak tertarik membacanya, yaahh.. namanya sosialita, aku baru menyadari jika mama mertuaku salah satu dari golongan orang-orang 'berduit' itu.
Ponselku berdering, ada nama mama disana, panjang umur pikirku, aku mengangkat panggilan itu dan sayup-sayup mendengar suara tawa meriah dibelakang mama, mungkin beliau sedang 'kongkow-kongkow' dengan teman-temannya.
"Iya ma?" Jawabku, mama menyapaku dengan suara riuh disana, singkatnya beliau memintaku bertemu besok siang, mama akan membawa teman-temannya, beliau bilang sedikit promosi dan aku mengiyakan.
Setelah itu ponselku kembali senyap dan aku kembali larut dengan ketikan jariku dikomputer kerja Rizki yang entah sejak kapan kujajah tanpa ijin pemiliknya.
Disela-sela itu aku masih melakukan pekerjaanku, memcuci baju, merapikan seisi ruangan, mencuci piring dan juga memasak untuk diriku sendiri, Rizki? ahh...dia sudah terlalu mandiri, selesai kuliah biasanya dia sudah kenyang, mungkin makan dikantin atau makan dengan senior kampusnya?
Ponselku kembali berdering, tapi kali ini hanya sebentar saja, tanda pesan dari seseorang yang belum kuketahui siapa. aku mengapai ponselku asal, masih fokus dengan layar komputer, membiarkan ponselku beroperasi sendiri, kalian tahulah saking seringnya memegang ponsel terkadang kita bahkan sudah hapal bagaimana harus membuka pesan dan aplikasi lainnya, hebat kan? semacam multitasking, tapi bohong, hehe.
Jantungku mencelos saat kulihat nama dilayar ponsel, setelah sekian lama dia menghubungiku lagi, walau hanya lewat pesan singkat.
Hai?
Pesan canggung macam apa ini? ini jelas bukan dia, lagian bukannya dia yang sudah memutus hubungan kami secara sepihak, menghakimiku seenak jidatnya dan sekarang dia menyapa dengan hanya dengan tiga huruf? Ingin kubalas dengan umpatan tapi kutahan karena aku masih sangat menyayanginya.
Disisi lain aku bingung harus menjawab apa, 'iya'? terlalu singkat, menanyakan kabarnya balik juga terlalu bertele-tele, mendiamkannya saja juga buka tindakan yang bijak, menelepon? Aku nggak mau ke-gr-an, bisa saja dia salah kirim?
Ya..anggap saja begitu, tapi bukan salahku kalau seandainya memang benar salah kirim, aku nggak pernah minta dia mengirimiku pesan, lagipula aku nggak cukup punya muka untuk melakukan itu.
Aku meraih ponselku dan mengetikkan beberapa kata disana, intinya aku menanyakan apa yang membuatnya mengirimiku pesan, isinya begini 'masih idup lo, gue pikir udah mati', yahh...kira-kira begitulah, tentu dengan bahasa yang halus.
'Hahahahahaha' diikuti emotikon ngakak, apasih maksudnya, dia udah gila ya?
Akhirnya mataku makin terbelalak saat satu lagi pesan darinya terkirim diponselku.
'Aku dan Laudya akan menikah'
Wahhh!!! Spontan aku memegangi dadaku saking kagetnya, sejak kapan mereka berdua pacaran? Dan kenapa sitengik ini mau menikahi sahabatku? Well, dia sahabatku juga, tapi jelas tempo hari Laudya bercerita padaku kalau dia sudah ditolak habis-habisan.
Tanpa berpikir panjang aku menelepon Laudya, satu detik, dua detik nggak ada respon dan akhirnya aku menelepon mama dan sama, mama juga nggak merespon, benar-benar disaat-saat seperti ini semuanya seperti bersekongkol mengerjaiku.
Gusar, aku mencoba terus menerus menghubungi mereka, sialnya nggak ada yang mengangkat panggilanku, sialan!! umpatku dalam hati, saat ini ingin rasanya aku terbang ke Jakarta dan minta penjelasan kepada orang rumah, 'ini ada apa sih?' atau 'kalian udah gila, ya?'
Daripada itu aku mencoba kembali mengiriminya pesan, yang intinya menanyakan, 'apa sih maksud lo, bukannya lo udah nolak Laudya tempo hari?' tentu dengan bahasa yang lebih halus.
Tring!
Aku fokus kelayar ponselku, kulihat dan kubaca lagi, sambil mengerutkan dahi, aku mencoba mencerna setiap kata yang tertulis disana, kalau jadi aku kalian bakal ngapain?
Terjun bebas dari lantai apartemen, atau koprol ditengah jalan padatnya Sidney? Saking merasa gilanya itulah yang sekarang sedang kurasakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Perfection of love
RomanceOlla adalah gadis super aktif yang sudah terikat dengan seorang laki-laki sejak usianya 10 tahun, mereka dijodohkan dan berpisah jarak setelahnya. Saat Rizki, tunangannya kembali Olla mulai bingung dan dihadapkan dengan berbagai kegelisahan tentang...