Part 20

395 21 2
                                    

3 bulan kemudian....


Aku termenung sendirian diruang kerjaku, mengkhayalkan sesuatu yang hampir-hampir saja mungkin hanya sebuah angan-angan.

Menatap kembali layar biru ini membuat mataku penat, bukan hanya itu kepalaku juga ikut-ikutan sakit, pekerjaan ini seperti tidak ada habisnya, dan aku mulai kesal pada diriku sendiri.

Hari ini juga sama seperti hari-hari sebelumnya, dia hanya membalas pesan singkatku tak kalah singkatnya, hanya kata-kata 'ya', 'tidak', atau 'hm', aku sendiri tak pernah menyangka dia akan sependiam ini padahal dulu dia sangat cerewet, suka mengkitik bahkan bawelnya sama seperti mama.

3 bulan sudah dia pergi, akupun tak tahu kapan dia akan kembali, dia tak pernah menjawab jika aku menanyakan itu padanya dan akhirnya kamipun semakin jauh, karena komunikasi kami yang hanya satu arah, yaa.. hanya aku mengkhawatirkannya, hanya aku yang merindukannya, dan hanya aku yang memikirkannya setiap hari seperti orang gila.

Sampai pada suatu titik dan aku mulai menyerah, aku mulai mengacuhkannya, seharian tak berkirim pesan dengannya dan tebak bagaiamana dia, ya.. dia juga mengacuhkanku, jangankan pesan aplikasi pesannya saja jarang aktif , pesanku beberapa hari yang lalu bahkan belum dibacanya dan aku berpura-pura semua baik-baik saja.

Pernikahan macam apa ini? apakah hanya sampai sini saja cintanya padaku? mana pengorbanannya dulu yang seakan rela mati demi aku?

Ahh.... semua laki-laki sama saja!! nggak ada yang bisa dipercaya, aku mulai bosan dan mengumpatinya sepanjang hari dichat, walau setelah itu aku lalu menghapusnya, tapi lumayanlah untuk meredakan suasana hatiku yang sedang galau.

Untung saja pekerjaanku berjalan dengan lancar, tak secarut marut percintaanku. aku sukses mengembangkan online shop-ku kedalam aplikasi dan menjadi salah satu platform belanja online peling besar diJakarta, tiap hari pesananku bertumpuk dan endorse-endorse untukku semakin banyak, aku juga rajin meng-update gaya dan keseharianku di media sosial dan itu salah satu sumber penghasilan paling besar ke-2 untukku, selain online shop.

Barang yang kujual juga nggak melulu baju dan celana, tapi juga tas dan sepatu, konveksi yang diperuntukkan untukku juga makin besar tentunya dengan pemilik awal dan juga sahabat yang selalu mendukungku, aku sangat berterima kasih padanya, karena dia aku bisa menjalani semuanya dengan lancar tanpa halangan.

"Jadi bener La kamu mau nyusuk cecunguk itu ke Ausie?" Tanya Dwi padaku, dari awal aku merasa dia memang tidak rela kalau aku menikah dengan Rizki.

"Belum tahu Wi, kerjaanku banyak" Jawabku asal, yah.. sebenarnya aku gengsi kalau harus menyusul dia kesana, takut-takut kehadiranku disana tak diinginkan.

"Susul aja, toh udah 3 bulan, emang kamu nggak kangen?"

Aku menggeleng pelan lalu menyesap jus jeruk didepanku, jujur aku sangat rindu pada laki-laki itu apalagi dia pergi baik-baik dan kami juga tidak bermasalah sebelum dia berangkat.

"Nunggu apalagi sih La? kamu kan istrinya, bukan pacarnya, nyusul suami bukannya wajar?"

"Iya sih Wi, masalahnya kerjaan-"

"Kerjaan serahin aja ke aku, nggak usah khawatir"

"Tapi Wi..."

"Udahlah La, susulin aja, perasaanku nggak enak kalau kamu nggak nyusul dia"

Iyaa Wi, aku juga. dalam hati aku mengatakan hal itu, tapi didepan Dwi aku hanya diam, menunduk sambil memegang gelas yang mulai tak dingin lagi karena terlalu lama diacuhkan, sama sepertiku saat ini.

"Biar kulihat jadwalku dulu, kalau kosong yaa bolehlah"

Dwi memandangku sambil tertawa geli, katanya tingkahku mirip seorang CEO dari perusahaan besar saja dan aku mengakui jika barusan aku memang terlihat bodoh.

Perfection of loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang