Part 6

920 32 2
                                    

Aku menelan ludahku seusai mengatakan kata-kata keramat itu, menunggu ekspresi wajahnya yang entah kenapa membuat napasku tertahan. Aku tahu aku tak berhak memaksakan keadaan sepenuhnya padanya, tapi bagaimana dengan pekerjaanku? Sebagai seorang suami sudah menjadi tugasku untuk menghidupi dan memberinya nafkah materi.

"La, kok diem?" Tanyaku memberanikan diri menanyakan pendapatnya duluan, kulihat tatapan matanya yang begitu serius memandangku.

"Maaf Ki, aku nggak bisa"

Satu helaan napasnya keluar begitu saja, seperti yang kuduga dia pasti akan menolak, yaa.. tentu saja dia akan menolak, memang aku ini siapa berani memintanya pergi bersamaku.

"Tapi aku harus kerja La, nggak mungkin aku gini terus"

"Kita..bisa LDR aja kan, kayak biasanya?"

Aku menghela napasku untuk kedua kalinya, tak kusangka kata itu begitu mudah keluar dari mulutnya, "Nggak, aku nggak mau" Jawabku tegas.

"Terus gimana?"

Kulihat dia mengigit bibir bawahnya dengan raut wajah penuh kekhawatiran, mungkin dia merasa tak enak padaku, dan aku sangat paham itu, tapi lagi-lagi aku tak ingin memaksanya, kalau dia tidak mau maka aku juga tidak akan pergi.

"Ya udah deh, mau gimana lagi" Jawabku pasrah dan Olla terdengar menghembuskan napasnya lega.

Malam ini aku sibuk menghubungi orang tuaku yang sudah kembali kerumah beberapa saat yang lalu, aku mengirim email pada mereka guna meminta surat-surat kepindahan sementaraku di Jakarta. Bukan perkara mudah memang, tapi mau bagaimana lagi aku tidak mungkin meninggalkan Olla yang baru saja menjadi istriku, tidak akan dan aku tidak mau.

Bukan salahnya jika dia enggan pergi, akupun akan melakukan hal itu jika jadi dia.

***

Perlahan kutarik selimut ranjang kami sampai sebatas perut, kuperhatikan lagi wanita yang tengah tertidur pulas disampingku, aku masih tak percaya pada semua ini. Dulu aku hanya bisa mengkhayalkannya, atau membayangkannya bergumul denganku lewat mimpi basahku, sekarang aku bisa menyentuhnya sesuka hatiku walau hari ini aku harus menahannya lantaran harus mengurus surat-surat itu. Aku berbaring miring dibelakang punggung lebarnya yang entah mengapa begitu menggodaku, memeluk tubuhnya dari belakang dan ikut terlelap dalam mimpiku yang indah.

Paginya ......

"Kiii ... aku cuma dapat ini dari papa"

Olla memberikan setelan jas berwarna hitam itu padaku, matanya masih terlihat sembab karena memang aku membangunkannya terlalu pagi.

"Thanks ya" Kataku singkat, lantas meletakkan setelan itu dilemari gantung kami.

"Kamu beneran mau cari kerja disini?"

"Ya masa' aku nganggur, La. Malu dong sama kamu, terlebih sama mama papa"

Olla menghembuskan napasnya, kelihatannya dia masih merasa sedikit bersalah.

"Udahlah, nggak usah dipikirin" Hiburku, "Rejeki nggak bakal kemana kok"

"Tapi, Ki. Kerjaan kamu disana kan juga udah mapan, aku beneran nggak apa-apa kok, kalau kamu mau kita bisa ketemu beberapa bulan sekali"

Aku menghela napasku jengah, "Jadi kamu mau ngusir aku?" Ledekku.

"Buk.. bukan itu maksudku. aku cuma nggak enak aja sama kamu"

"La, beneran aku nggak apa-apa"

Perlahan aku berjalan mendekatinya, kupeluk tubuhnya yang masih saja terasa kaku, "Aku nggak mau pisah dari kamu, cuma itu aja kok"

Perfection of loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang