Part 11

550 23 1
                                        

"Mau sampai kapan kamu tinggal dirumah orang, apa kamu nggak malu udah gede masih jadi tanggungan orang lain"

"Aku bakal pindah kalau aku sudah siap pindah, bude nggak usah khawatirin aku, toh mereka sudah kuanggap seperti keluargaku sendiri"

"Halah, memangnya kamu tahu apa? Mending kamu ikut bude, bude ini kakak mama kamu, kamu lebih bebas kalau ikut bude"

"Makasih bude, aku sudah terlanjur nyaman tinggal bersama keluarga itu, lagian uang tabungan mama papa udah habis buat biaya sekolahku sampai kuliah, kalau bude berharap warisan, rumah itu juga sudah disita jauh sebelum papa mama nggak ada, jadi aku udah nggak punya apa-apa lagi, bude masih mau menerimaku?"

Wanita setengah baya itu berlalu begitu saja, meninggalkan Laudya sendiri ditengah hiruk pikuk kafe tempat mereka bertemu hari ini. Laudya tahu betul apa yang diinginkan budenya, yaa.. apalagi kalau bukan uang, Laudya yatim piatu dan tak ada saudara yang mau menampungnya, dan sekarang setelah tahu orang tuanya meninggalkan tabungan sanak saudara yang tadinya menolak satu persatu memintanya kembali.

Aneh memang Laudya sudah ditelantarkan setelah kedua orang tuanya meninggal karena kecelekaan saat usianya masih 16 tahun, mama dan papanya pergi meninggalkan hutang setelah kebangkrutan mereka dan itulah alasan Laudya tak diterima dikeluarga besarnya.

Hanya keluarga Olla yang berbesar hati mau menampungnya selama 9 tahun terakhir dirumah mereka, memberikan Laudya tempat berlindung, tempat berteduh dan tempat berkeluh kesah.

Bukan hal mudah bagi Laudya menerima kebaikan itu, lantaran dia dan keluarga Olla tak memiliki hubungan kekerabatan, hanya saja kedua orang tua mereka bersahabat begitu pula Laudya dan Olla yang sudah berteman dekat sejak kanak-kanak.

Laudya tumbuh menjadi gadis yang tegar dan ulet, diusianya yang masih muda Laudya sudah bisa membuktikan jika dia mampu menjadi mandiri, walaupun sampai sekarang masih bertahan dirumah Olla bukan berarti Laudya tak punya hunian sendiri, dia hanya enggan pergi karena sudah terlalu akrab dengan situasi ini.

"Ki, apa aku harus pindah ya, rasanya rumah om dan tante udah nggak cocok lagi kutinggali"

"Lha, jangan bilang gara-gara aku?"

"Nggak lah, aku udah mikir lama mau pindah, tapi nggak enak ngomongnya"

"Kalau emang kamu pikir itu baik ya menurutku sah-sah aja kamu pindah, toh aku dan Olla juga nggak mungkin tinggal disana selamanya"

"Kalau Olla kayaknya dia nggak akan kesulitan hidup tanpa om dan tante, dia udah biasa mandiri sejak masih SMA"

"Iyaa, aku dengar dulu Olla pernah tinggal misah sama om dan tante?"

"Ya, selama beberapa saat, sampai akhirnya kembali lagi bersama"

Pindah, bukan hal yang mudah bagi Laudya untuk mengutarakan keinginannya untuk pindah, mungkin mama Olla bisa mengerti tapi bagaimana dengan papanya? Papa Olla sangat menyayangi Laudya, bahkan mungkin sama seperti rasa sayangnya pada Laudya.

Alasan lain keinginannya untuk pindah adalah rasa pedulinya pada Olla, Laudya sangat meyayangi Olla lebih dari dirinya sendiri, sampai-sampai Laudya menjadi lupa diri dan sedikit mencampuri urusan Olla, sampai akhirnya Rizki datang yang Laudya inginkan hanya satu, mengetes apakah laki-laki itu tepat untuk sahabatnya atau tidak.

"La, kamu yakin mau nikah? Rizki itu bukan anak 10 tahun yang suka main kejar-kejaran sama kamu dulu lho"

"Emang kalau nggak sama dia aku mesti nikah sama siapa lagi, Ya?"

"Ya.. carilah pacar atau apalah gitu?"

"Orangnya aja belum datang kok kamu udah su'udzon sih"

"Justru itu, sebelum dia datang nggak ada salahnya kamu ngomong dulu sama om tante"

"Ngomong apa?"

Kata-kata Laudya terhenti, saat itu yang ada dipikirannya hanyalah bagaiamana jika sahabatnya tidak bahagia?

"Kalau ternyata dia jelek, gendut, terus item gimana?"

Olla menghela napasnya, lalu mengeluarkan sebuah foto dari dalam lacinya, "Segini masih kurang?" Tambah Olla.

Laudya menatap foto itu lekat-lekat, "Ini foto kapan?"

"3 tahun lalu"

"Foto lama ih, gimana kalau sekarang dia jelek?"

"Kalau jelek buat kamu aja"

Kadang Laudya masih sering terkikik sendiri jika mengingat dialog mereka berdua karena terbukti kekhawatirannya sama sekali tidak benar, Rizki adalah pemuda yang tampan dan baik, bahkan lebih baik dari yang dipikirkannya.

Sampai suatu hari Laudya merasa jika dirinya sudah terlalu jauh mengikuti alur kehidupan pribadi sahabatnya, bukan hanya Olla yang menjadi perhatian Laudya tapi juga Rizki, bagaimana cara Rizki memperlakukan Olla dan bagaimana caranya dekat dengan keluarganya begitu menarik perhatian Laudya, sampai-sampai gadis itu merasa nyaman dengan perhatian yang Rizki berikan pada semua orang, juga padanya.

Laudya tak mau menyebut jika perasaannya adalah rasa suka, mungkin hanya rasa kagum, atau mungkin hanya sekedar rasa nyaman yang akan segera berakhir jika mereka tak lagi bertemu, yaa.. Laudya akan mencoba segala cara agar rasa aneh itu segera menghilang.

***

"Om, tante, La. Yaya mau ngomong sesuatu"

Semua orang terdiam sesaat, saling pandang satu sama lain sampai akhirnya padangan ketiganya beralih pada Laudya.

"Yaya udah minta pendapat Rizki, dan kayaknya ini yang terbaik buat Yaya saat ini"

Olla melirik suaminya sejenak, terlihat Rizki tersenyum seolah sudah mengetahui semua yang ingin Laudya sampaikan.

"Yaya... mau pindah ke apartemen Yaya yang tempo hari Yaya beli"

Laudya melihat ada ekspresi kecewa diwajah papa Olla, laki-laki itu terlihat masih tak tega melepas Laudya sendirian.

"Kamu yakin? Kamu sudah pertimbangkan semua?"

"Laudya udah 25 tahun om, bentar lagi nyusul Olla nikah, masa' mau numpang disini terus"

"Kamu yakin Ya? apartemen kamu kan lumayan jauh dari sini?"

Laudya menatap Olla dengan tatapan meyakinkan, "Aku bisa suruh kamu jemput kalau tiba-tiba aku kangen masakan tante"

Entah kenapa dimata Laudya Olla sama sekali tak keberatan dengan kepergiannya, Laudya bukan tak tahu perkataannya tempo hari mungkin membuat Olla sedikit kesal, tapi bukan itu maksud Laudya, gadis itu hanya ingin sekedar mengingatkan sahabatnya agar tak mengulangi kesalahan yang sama.

Pukul 10 malam Olla masih sibuk memilih beberapa baju yang akan dikenakannya diacara seminar yang akan dihadirinya besok, dilantai atas Laudya diam-diam memperhatikan sahabatnya itu, berinisiatif membantu Laudya pun turun dan menyapa Olla.

"La, lagi apa?" Laudya merebut paksa atasan yang dipegang Olla dari belakang, "Asyik banget keliatannya, mau dibantu?"

"Nggak usah Ya, kamu sendiri nggak packing-packing?"

"Belum, kan pindahnya masih bulan depan"

Olla berbalik menatap Laudya dengan tatapan tajamnya, "Maksud kamu ngomong kayak kemarin apa sih? aku bener-bener nggak ngerti"

Laudya balik menatap Olla, jarak antara keduanya begitu dekat, "Kamu ingat Dwi? cowok yang kamu anggap sahabat?"

"Dwi? apa hubungannya sama Dwi?"

"Kamu terlalu polos sih La, sampai nggak tahu apa yang udah dilakuin Dwi kekamu"

"Sekarang aku tanya kamu balik deh Ya, menurut kamu Rizki gimana?"

Laudya mengerutkan keningnya bingung, "Apa hubungannya sama Rizki?"

"Kamu suka sama Rizki?"

"La!-"

"Jujur aja deh Ya, karena kamu bohongpun percuma, aku bakal tetep tahu"

Perfection of loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang