002

649 59 1
                                    

Please don't be a silent readers.

~

"Kapan kamu mau menikah?"

Mata Fiki membulat sempurna. Padahal baru saja ia mengambil duduk di atas sofa rumahnya, tapi pertanyaan itu sudah dilempar begitu saja tanpa adanya basa-basi.

"Kamu mau menikah dengan wanita pilihanmu atau pilihan Mama?"

Wanita setengah baya bernama Renata itu kembali mengajukan pertanyaan. Wajahnya datar tak berekspresi seolah menandakan kalau ia sedang benar-benar serius.

"Ma—"

"Kamu tinggal jawab, Fiki."

Fiki mengembuskan napas. Tahu akan begini, ia jadi sedikit menyesal karena menuruti perintah mamanya untuk datang ke rumah.

"Fiki mau menikah dengan wanita pilihan Fiki sendiri."

"Bagus." Renata mengangguk-anggukkan kepalanya. "Sekarang, udah ada calonnya?" tanyanya dengan alis yang terangkat.

"Udah."

Ekspresi Renata langsung berubah, ia terkejut mendengarnya. Sebenarnya, bukan hanya Renata yang terkejut, Fiki pun ikut terkejut karena dengan spontan memberikan jawaban yang tak terduga.

"Kamu nggak lagi bercanda 'kan, Ki?"

Fiki menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia semakin dibuat bingung.

"Coba bawa ke sini, Mama mau lihat orangnya."

Entah apa yang ada di pikiran Fiki, sampai-sampai ia malah jadi teringat pada wanita yang beberapa jam lalu ia lihat di Instagram. Wanita yang sampai sekarang masih belum mengikuti balik akunnya.

"Dia belum mau sama Fiki," ucap Fiki berterus terang.

Renata diam sebentar. Ia butuh waktu untuk mencerna maksud dari anaknya. "Jadi, kamu suka duluan sama wanita itu?"

Tanpa perlu ada yang ditutupi, Fiki langsung mengangguk. Ya ... walaupun dirinya sedikit malu untuk mengakui.

Di sisi lain, Renata sedang menahan semburan tawanya. Tak biasanya anak satu-satunya itu menyukai seorang wanita lebih dulu seperti ini, apalagi sekarang cintanya sedang bertepuk sebelah tangan. Sangat menyedihkan.

"Fiki cuma mau menikah dengan dia. Jangan jodohin Fiki. Fiki nggak mau nantinya jadi kayak Bihan," jelas Fiki dengan cepat, seolah ia tahu mau dibawa ke mana arah pembicaraan mereka.

Renata menatap putranya dengan tatapan yang terheran-heran. Apakah harus sebegitunya? Renata jadi penasaran dengan wanita yang sudah membuat putranya itu jatuh hati.

"Kalau dia nggak mau sama kamu gimana?"

"Pasti mau, nggak mungkin nggak."

Renata mendengus, bulat juga tekad anaknya. Dan, percaya diri sekali anaknya itu sampai-sampai sebegitu yakinnya kalau ia akan mendapatkan wanita yang dicintai.

"Tiga bulan. Mama kasih waktu tiga bulan untuk kamu bisa bawa dia ke rumah menemui Mama. Kalau dalam tiga bulan nggak berhasil, kamu yang akan Mama temui sama wanita pilihan Mama."

DESTINY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang