011

343 34 5
                                    

Please don't be a silent readers.

~

"Udah ketemu!"

Seisi ruangan langsung menoleh pada sesosok pria setengah baya yang sedang memegang ponsel dengan senyum lebar yang turut menghiasi wajahnya.

Zahra menatap abinya kebingungan. Heran saja ketika abinya berujar dengan heboh. "Ketemu apanya, Bi?"

Pratama menatap anak perempuannya yang baru saja bertanya. Senyumnya makin merekah menandakan kalau suasana hatinya sedang begitu senang. "Pesanan kamu."

Bukan hanya Zahra yang makin dibuat bingung, Rizky dan juga Rosa pun turut kebingungan saat mendengarnya.

"Pesanan? Emangnya kamu pesan apa sama Abi, Ra?" Rosa bertanya saking penasarannya.

Zahra diam, ia tampak berusaha berpikir. Namun, otaknya tak satu pun memutarkan ingatan tentang sesuatu yang berkaitan dengan 'pesanan' yang abinya maksud.

Dengan gelengan, Zahra berkata, "Zahra juga nggak tahu, Mi."

"Astaghfirullah, kamu lupa, Ra?"

Mendengar pertanyaan dari abinya, Zahra jadi menggaruk tengkuknya tak enak. Jujur saja, Zahra sama sekali tidak ingat apa pun. Memangnya ia pernah pesan apa pada abinya? Sepertinya tidak ada.

"Emangnya apa, Bi?" Saking penasarannya, Rizky pun tak sungkan-sungkan untuk ikut bertanya.

Pratama mendengkus. "Kalian mau tahu?"

Mereka semua kompak mengangguk. Melihat itu, senyum jahil langsung terbit di wajah Pratama. Ia tidak akan membiarkan keluarganya tahu dengan begitu mudah.

"Baik, jawab tebakan Abi dulu."

Kecewa. Mereka semua kompak mendesah kecewa. Bukan apa-apa, hanya saja mereka sangat malas jika harus meladeni tebak-tebakan dari abinya. Apalagi, terkadang jawaban dari tebak-tebakan itu sangatlah tidak masuk akal.

"Nggak bisa langsung dikasih tahu aja, Bi?" tanya Rosa, lebih terdengar seperti permohonan.

Pratama mengangkat dagunya, kemudian ia menggelengkan kepala sebagai jawaban. Bukannya kita harus berusaha dulu baru bisa mendapatkan apa yang kita mau? Maka dari itu, Pratama akan membuat keluarganya untuk berusaha terlebih dulu.

"Tebak dulu, nih, hewan apa yang sering terlambat ke sekolah?" Pratama mulai melontarkan tebak-tebakannya.

Mereka semua terdiam. Sedikit berpikir dan sisanya pasrah saja karena sudah pesimis duluan. Untuk dapat menjawab tebak-tebakan abinya itu memang harus memutar otak lebih dulu, itu pun belum tentu jawabannya benar.

"Rizky tahu!"

Mendengar suara bariton yang terdengar begitu percaya diri membuat perhatian mereka teralih ke arah sana. Zahra dan Rosa tampak terlihat terkejut, karena tumben sekali pria itu begitu semangat menjawab teka-teki dari Pratama.

"Apa?" tanya Pratama menanti.

Dengan rasa bangga di hati, Rizky berujar dengan percaya diri, "Siput, karena dia jalannya lambat."

Melihat kalau abinya terdiam cukup lama membuat rasa bangga di hatinya kembali melambung. Zahra dan Rosa pun tampak senang ketika melihatnya. Sudah dipastikan kalau jawaban Rizky yang satu ini pasti benar.

"Betul," ucap Pratama, membuat tiga orang di sana bersorak riang. "Betul kalau siput jalannya lambat, tapi jawaban kamu salah, Ky."

Sorakan riang nan heboh tadi terhenti, berganti dengan embusan napas kecewa. Seharusnya memang mereka tidak perlu berandai-andai untuk dapat menjawab tebak-tebakan dari abinya.

DESTINY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang