Please don't be a silent readers.
~
Tak terasa, waktu satu bulan berjalan begitu cepat. Hingga, sudah tiba saatnya di mana Fiki mulai kembali menginjakkan kaki di perusahaan tempatnya bekerja.
Senyum yang bertengger manis di wajahnya ia gunakan untuk menyapa semua karyawan yang berada di BI-soft. Orang-orang yang sudah cukup lama tak ia lihat.
Tak sedikit pula terdengar bisikan-bisikan dari beberapa karyawan yang membicarakan penampilannya yang sudah sangat berbeda.
Wajah dan tubuh pria itu memang masih sama, tetapi penampilan yang lebih rapi dari sebelumnya sudah pria itu tunjukkan. Tidak lupa juga dengan senyum yang merekah di wajahnya seolah memberikan aura yang positif.
"Shabahul khair, ya Akhi."
Mendengar sapaan dari suara yang begitu ia kenal, Fiki otomatis langsung berbalik untuk melihat sang pemilik suara.
Melihat Bihan dengan senyumnya yang merekah membuat Fiki tertawa renyah. Pemandangan yang jarang sekali terlihat, di mana Bihan memberikan senyum yang begitu lebar, terlebih di depan banyak orang.
Bihan terlihat melirik jam tangannya. "Ah, ternyata sudah siang," katanya terdengar cuek.
Fiki mendengkus, sudah siang apanya, padahal sekarang jam baru menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Memang Bihan aneh.
"Ruanganmu masih sama. Kau bisa langsung kembali bekerja sekarang."
Astaghfirullahaladzim, andai saja Fiki tak mengingat kalau memaki orang adalah perbuatan yang tercela dan dapat mendatangkan dosa, maka ia tak akan segan-segan untuk memaki pria itu.
Padahal, baru saja tadi Bihan terlihat cukup ramah, tapi kepribadian asli pria itu sudah datang kembali. Tak mengindahkan pria itu lagi, Fiki langsung pergi menuju ruangannya. Lagi pula, ia juga sudah merindukan ruangan beserta kursi jabatannya.
Embusan air conditioner langsung menerpa wajahnya ketika pintu ruangan miliknya ia buka. Matanya menjelajah ke setiap sisi ruangan. Ternyata, tidak ada yang berubah dari ruangan miliknya.
Dengan senyum yang masih melekat di wajahnya, Fiki melangkahkan kaki mendekat pada kursinya. Duduk di kursi jabatannya. Fiki memejamkan mata. Sudah lama ia tak menempati kursi ini.
Perlahan, matanya kembali terbuka. Tepat saat kedua mata itu terbuka, manik mata Fiki langsung terfokus pada sebuah bingkai foto kecil yang berada di atas mejanya. Tidak ada yang salah dengan bingkainya, melainkan foto yang terpajang di sanalah yang menarik perhatian pria itu.
Fiki mengembuskan napas beratnya, ia langsung menidurkan bingkai itu dengan posisi terbalik. Fiki benar-benar tak habis pikir dengan dirinya yang dulu, bagaimana bisa ia dengan tidak tahu malunya, mencetak bahkan memajang foto perempuan yang bukan mahramnya. Ia makin merasa bersalah ketika mengingat kalau wanita yang berada di dalam foto itu merupakan wanita yang sudah sangat berusaha menjaga diri dari pandangan lelaki ajnabi.
Di sisi lain, tanpa adanya ketukan di pintu ataupun salam yang terucap, Bihan berjalan masuk ke dalam ruangannya tanpa diminta.
Melihat kalau temannya yang juga CEO dari perusahaan tempatnya bekerja masuk, Fiki hanya melihat pria itu, tak memberikan sapaan apa pun.
"Temui keluarga wanita itu."
Mendengar ucapan yang tak masuk akal itu, Fiki jadi mendelik. "Kau gila?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [END]
Romance[Berubah judul menjadi DESTINY] Ketenangan dalam hidup Zahra bagai diporak-porandakan setelah ada pria 'gila' bernama Fiki yang tiba-tiba masuk ke dalam hidupnya mengambil peran. Fiki yang terobsesi untuk menaklukkan hati wanita itu membuatnya rela...