015

341 38 0
                                    

Please don't be a silent readers.

~

"Dia siapa, Ra?"

Mendengar pertanyaan dari Aa-nya, lamunan Zahra buyar. Tatapannya beralih menjadi menatap pria yang sedang fokus dengan kemudinya.

"Adam."

"Ck, Aa tahu. Bukan Adam, yang satunya."

Zahra mengembuskan napas, sudah ia duga kalau yang Aa-nya ini maksud adalah pria yang bernamakan Fiki. "Teman."

Entahlah, Zahra juga tidak yakin dengan jawabannya sendiri. Namun, tidak mungkin pula kalau ia harus menceritakan yang sebenarnya pada Rizky.

"Kok Aa baru tahu kalau kamu punya teman laki-laki?" tanya Rizky, ia sempat menatap adiknya, tetapi langsung kembali fokus pada jalanan di depan.

"Zahra juga punya teman laki-laki kali, A."

"Aa tahu, tapi baru tahu kalau dia teman laki-laki kamu. Teman baru? Kenal di mana? Kok bisa saling kenal?"

Astaghfirullah. Ingin rasanya Zahra menghilang saja daripada harus dicecar pertanyaan beruntun seperti ini. Kalau dipikir-pikir, Aa-nya ini terlihat lebih protektif daripada abinya sendiri. Aneh memang.

"A, Zahra mau cerita, tapi Aa harus dengar dulu sampai selesai, nggak boleh potong ucapan Zahra. Setuju?"

Mendengarnya, perhatian Rizky jadi sedikit tersita. "Mau berhenti dulu?"

"Nggak perlu. Dengar Zahra cerita aja, ya?"

Tak menjawab, melainkan sebuah anggukan yang menjadi respons dari pria itu. Kecepatan sengaja Rizky turunkan agar ia dapat fokus pada cerita adiknya, tetapi juga tidak kehilangan konsentrasi dalam mengemudi.

Zahra diam sebentar, ia sedikit berpikir untuk mulai menceritakannya dari mana. Karena, pertemuannya dengan Fiki adalah hal yang cukup rumit untuk diceritakan.

"Aa masih ingat 'kan kalau Zahra pernah diantar pulang sama laki-laki?" Pertanyaan pertama yang Zahra lontarkan untuk memulai ceritanya.

Rizky mengangguk, mana bisa ia melupakan hal itu.

"Nah, dia laki-laki yang antar Zahra pulang."

Rizky tak merespons apa-apa, sedari tadi ia hanya menyimak, karena ia pun tidak diizinkan untuk menginterupsi Zahra.

"Sebenarnya bukan itu yang mau Zahra ceritain." Zahra diam sebentar, berpikir untuk melanjutkannya atau tidak. "Nama dia Fiki. Dia ... suka sama Zahra."

Malu dengan ucapannya sendiri, tanpa sadar wajah Zahra sudah merona. Wajah yang sudah semerah tomat itu menunduk dalam, tak sanggup untuk menatap Aa-nya yang mungkin saja sudah menangkap perubahan warna pada wajahnya.

Rizky mengembuskan napas. "Oh, kamu juga suka sama dia."

Melotot, Zahra buru-buru menatap Rizky dengan tatapan tajam, ia menggelengkan kepalanya keras-keras pertanda tak terima dengan pernyataan pria itu.

"Kalau kamu nggak suka sama laki-laki itu, kenapa tadi wajah kamu merah?"

"Ha? Ng-nggak, Zahra cuma malu aja."

"Terus, kenapa waktu di panti kamu ngeliatin dia lama banget? Aa lihat loh, Ra."

Memilin jemarinya adalah apa yang Zahra lakukan sekarang, ia tak menyangka kalau Aa-nya itu memperhatikannya dalam diam. "Zahra kaget aja."

DESTINY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang