Please don't be a silent readers.
~
Mencuci tangan di wastafel toilet, Zahra menatap pantulan dirinya di cermin. Mata tanpa riasan seperti biasanya telah memancarkan kelelahan.
Sebenarnya, sedari tadi ia hanya duduk-duduk saja di kantin BI-soft, sembari menunggu Adsila yang sedang mengobrol dengan Bihan di ruangan pria itu. Sejujurnya Zahra tak masalah, tapi menunggu jam makan siang seorang diri pun sangat membosankan baginya.
"Istri Pak Bihan cantik banget."
"Ck, lo lihat dong, Pak Bihan juga ganteng, jadi wajar aja kalau istrinya juga cantik!"
"Pasti istri Pak Fiki juga cantik."
"Loh, bukannya Pak Fiki belum menikah, Fir?"
"Serius?!"
"Gue juga naksir sama Pak Fiki, tapi semenjak dia ambil cuti lama banget, masa kepribadiannya tiba-tiba berubah. Dulu, gue makan siang semeja sama dia, dia nggak masalah tuh, eh sekarang malah jaga jarak banget sama gue. Emangnya gue itu najis apa?!"
Pembicaraan antar dua orang itu mampu membuat alis Zahra nyaris bertaut, ia tidak berniat menguping pembicaraan dua wanita di bilik toilet, tapi ketika nama Fiki disebut, kupingnya seakan sigap sekali untuk menangkap detail percakapan mereka.
"Siapa tahu, waktu cuti kemarin, ternyata Pak Fiki udah menikah, tapi sembunyi-sembunyi dari orang kantor. Bisa jadi 'kan, Ta?"
"Nggak mungkin, Fir. Kalau udah nikah, pasti dia pakai cincin, tapi buktinya, jari-jarinya aja masih kosong begitu."
"Ya terus, kalau belum nikah, lo mau apa?"
"Ya mau coba lah, siapa tahu dia jodoh gue!"
Mendelik adalah refleks yang Zahra tunjukkan. Jodoh katanya? Mimpi sekali wanita itu. Wong pria yang sedari tadi mereka bicarakan saja tengah berusaha untuk merebut hatinya. Ada-ada saja.
"Tipe Pak Fiki kayaknya bukan kayak lo deh, Ta."
"Fir, yang namanya jodoh mah nggak pandang tipe. Semua tipe yang udah lo susun di kepala, akan kalah sama orang yang bikin nyaman. Tugas gue tinggal bikin Pak Fiki nyaman sama gue."
"Bodoh banget deh lo, Ta. Pak Fiki tuh udah beda! Dia bukan pria hangat kayak kemarin, lo pun udah sadar 'kan kalau dia juga udah berubah?"
"Terserah, yang penting gue akan coba dulu. Gue akan berhenti kalau janur kuning udah melengkung!"
Tangan Zahra mengepal, ia buru-buru menutup keran, lalu berjalan keluar toilet dengan perasaan yang menggebu. Ia dongkol sendiri mendengar percakapan tadi, rasa-rasanya, ia ingin saja melabrak wanita itu kalau saja dirinya sudah tak punya malu.
Wanita itu menyukai Fiki? Ingin mendekati Fiki? Zahra mendengkus kesal. Bagaimana bisa ada wanita yang menyukai Fiki yang menyebalkan. Namun, senyum miring terpampang di wajahnya ketika mengingat fakta bahwa pria yang disenangi oleh wanita itu adalah pria yang menyukainya. Jadi, Zahra tak perlu khawatir, toh mau bagaimana pun wanita itu berusaha, Fiki tetap akan memilihnya.
Duk
"Aduh!"
"Eh, maaf."
Zahra mendongak, semua kata-kata omelan yang sudah siap meluncur itu tiba-tiba tertahan ketika melihat siapa orang yang baru saja ia tabrak. Fiki, dialah orangnya.
Perkara menggerutu hingga tak fokus pada jalan membuat Zahra tak sengaja menabrak dada bidang pria di depannya. Ya memang, sih, dia yang salah karena tak melihat jalan, tapi tetap saja pria ini pun salah karena berjalan dari arah berlawanan di depannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY [END]
Romance[Berubah judul menjadi DESTINY] Ketenangan dalam hidup Zahra bagai diporak-porandakan setelah ada pria 'gila' bernama Fiki yang tiba-tiba masuk ke dalam hidupnya mengambil peran. Fiki yang terobsesi untuk menaklukkan hati wanita itu membuatnya rela...