003

484 51 0
                                    

Please don't be a silent readers.

~

Kamu berniat menikah di umur berapa?

Mata yang tadi mulai terkantuk itu kembali terbuka lebar sesaat setelah ia membaca sebuah notifikasi yang baru saja masuk dari aplikasi Instagram-nya.

Rasa kantuknya hilang. Lelahnya sirna. Semuanya tergantikan oleh rasa terkejut sekaligus takut saat mengetahui dari siapa pesan itu terkirim.

Fiki. Pria aneh itu yang baru saja mengirim pesan padanya. Iya, aneh. Sebutan pria aneh sudah Zahra sematkan untuk pria itu.

Bukan tanpa sebab, karena sudah hampir seminggu pria itu mengganggu hidup Zahra. Bukan hanya mengganggu, pria itu pun turut meneror dirinya.

Lihatlah, dari segala pesan yang pria itu kirim, ini adalah salah satu pesan yang membuat Zahra makin ketakutan. Untuk apa pertanyaan itu Fiki ajukan padanya? Bahkan, abi dan uminya pun belum pernah menanyakan hal itu.

Balas, saya tahu kalau kamu belum tidur.

Satu pesan kembali masuk. Kali ini membuat bulu kuduk Zahra meremang bagai melihat hantu. Zahra melihat sekeliling dengan parno. Sungguh, ia sangat takut kalau seandainya pria itu sedang memata-matainya. Atau, bisa jadi pria itu malah sudah menyadapnya.

Tekad Zahra masih bulat, ia tidak akan membalas semua pesan pria itu. Bukannya Zahra sombong, tapi pesan itu bukanlah pesan yang penting untuk mendapatkan balasan. Jadi, lebih baik Zahra tidak memusingkannya.

"Ra, kamu udah tidur, ya?"

Zahra menoleh ke arah pintu kamarnya yang sudah ditutup, mendengar suara uminya dari luar membuat Zahra bangkit untuk membukakan pintu.

Pintu Zahra buka, tepat saat pintu bercat putih itu terbuka, seorang wanita setengah baya sudah terlihat berdiri di sana. Senyum yang begitu menenangkan itu terbit tepat saat ia melihat wajah anaknya.

"Ada apa, Mi?"

Wanita bernama Rosa itu menggeleng. "Kirain Umi, kamu udah tidur. Ke bawah dulu yuk, Abi baru pulang, dia bawa martabak kesukaan kamu."

Mata Zahra berbinar dengan senyum yang merekah lebar kesenangan. Padahal tadi ia baru saja makan malam dan masih kenyang, tapi entah kenapa sekarang ia malah merasa kalau perutnya sudah kembali kosong dan meminta untuk diisi lagi setelah membayangkan kelezatan dari martabak kesukaannya.

"Ayo, Umi!" seru Zahra yang langsung menggaet lengan uminya untuk berjalan beriringan ke bawah.

Menuruni anak tangga, Zahra sudah dapat menangkap keberadaan abi dan juga Aa-nya yang sudah duduk bersebelahan di atas sofa. Melihat kalau Aa-nya masih mengenakan kemeja yang sama seperti saat tadi pagi berangkat kerja membuat Zahra jadi tahu kalau pria itu pun juga baru saja pulang dari rumah sakit.

Zahra langsung berlari kecil untuk ikut menimbrung di antara mereka, dan tentunya, ia juga sekalian ingin menikmati martabak favoritnya.

"Jangan lupa berdoa, Ra."

Mendengar peringatan dari abinya membuat Zahra tersenyum kikuk. Saking tak sabar menikmati kelezatan dari martabak favoritnya membuat Zahra sampai lupa untuk membaca doa dulu sebelum memakannya.

DESTINY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang