009

307 42 6
                                    

Please don't be a silent readers.

~

"Kak, gimana, ya?"

Zahra yang baru saja melahap sebungkus roti miliknya jadi menatap Laila yang sedang duduk di depannya. Wanita cantik itu terlihat bimbang seperti sedang dihadapkan oleh dua pilihan.

Setelah selesai menelan rotinya, Zahra bertanya, "Gimana apanya?"

Wanita dengan khimar hitam itu mengembuskan napas berat. "Kakak tahu Bu Sandra, 'kan?"

Zahra langsung mengangguk pertanda kalau ia mengenali wanita setengah baya yang baru saja Laila sebut. Bagaimana bisa ia tidak mengenali wanita itu, padahal wanita dengan nama Sandra itu adalah klien di butik Adsila. Tidak lupa juga, nama dan foto Sandra sudah seringkali menjelajahi beberapa majalah karena ia adalah istri dari seorang konglomerat sekaligus ibu dari seorang dokter muda yang sukses. Lebih tepatnya, wanita itu dikenal dengan julukan lucky woman.

"Memangnya Bu Sandra kenapa?"

"Beberapa hari yang lalu Bu Sandra datang untuk menemui Laila."

"Lalu?"

"Bu Sandra bilang mau ngobrol-ngobrol sama Laila."

"Loh, bagus dong?"

Laila mengembuskan napas. "Masalahnya, Bu Sandra suruh Laila ke rumahnya untuk ngobrol-ngobrol di sana."

Kalau saja Zahra sedang minum, pasti ia bisa langsung menyemburkan airnya saat ini juga. Ia benar-benar terkejut dengan apa yang Laila ucapkan.

Bagaimana bisa? Maksudnya, bagaimana bisa wanita itu mengajak Laila datang ke rumah. Padahal, kalau dipikir-pikir, Laila adalah orang asing bagi wanita itu.

"Kok tiba-tiba?" tanya Zahra, ia jadi begitu penasaran dibuatnya.

Mengedikkan bahu adalah apa yang Laila lakukan. Ia sendiri juga tidak tahu, bahkan ia pun terkejut mendengar ajakan Bu Sandra. Selain terkejut, rasa takut juga jadi mendominasi dirinya.

"Kayaknya Bu Sandra mau pesan busana lagi dengan desain yang berbeda, makanya dia ajak Laila untuk ke rumahnya guna membicarakan hal itu," kata Laila mencoba untuk tetap berpikir positif.

Ada keraguan dari raut Zahra, ia meragukan ucapan Laila. Masalahnya, Bu Sandra dapat langsung saja membicarakan perihal busana yang mau ia pesan di butik. Terlebih lagi, Bu Sandra dapat mendiskusikannya langsung dengan Adsila. Namun, anehnya, kenapa wanita setengah baya itu lebih memilih Laila untuk diajak berdiskusi mengenai desain busana ketimbang memilih Adsila yang lebih paham di bidang tersebut? Sangat mencurigakan.

"Terus, kamu terima ajakan itu?"

"Belum, sih. Laila masih bingung. Menurut Kak Zahra gimana?"

Zahra mengembuskan napas. Ia mencoba untuk menyingkirkan prasangka buruknya pada Bu Sandra. Sebetulnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, lagi pula Bu Sandra adalah orang yang baik dan paham betul dengan agama. Jadi, sepertinya prasangka-prasangka buruknya tentang wanita itu hanyalah bisikan setan semata.

"Mengingat kalau Bu Sandra orang yang baik begitu juga dengan keluarganya, menurutku nggak akan jadi masalah kalau kamu terima ajakan dari Bu Sandra."

Melihat kalau lawan bicaranya ini masih ragu, Zahra kembali bicara, "Ya udah, kalau masih bingung, lebih baik nanti kamu salat istikharah dulu. Minta petunjuk sama Allah baiknya gimana."

°°°°

Fiki menggeliat tak nyaman di atas kasur berukuran single itu, dengan decakan yang keluar dari mulutnya, ia mengusap sebulir keringat yang mengalir di pelipisnya.

DESTINY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang