018

298 42 0
                                    

Please don't be a silent readers.

~

Keputusan Fiki sudah bulat. Setelah bercerita pada mamanya dan juga berulang kali mencoba meminta jawaban dalam salat istikharah. Kini Fiki sudah dapat mengambil keputusan dengan yakin, keputusan untuk mencoba maju kembali mendekati wanita pujaannya.

Tidak, Fiki tidak akan mencoba memiliki Zahra dengan cara yang salah. Ia tidak akan mendekati wanita itu dengan cara yang salah lagi. Maka dari itu, hari ini, ia baru saja mengirimkan biodata lengkapnya pada Zahra, yang semoga saja biodatanya wanita itu baca dengan baik dan benar.

Seharusnya, hari ini ia datang ke rumah wanita itu sesuai dengan ucapannya kemarin. Namun, sayangnya Fiki tidak bisa, dikarenakan ada meeting penting yang tentunya tak bisa ia tinggalkan lagi seperti sebelum-sebelumnya.

Untungnya, Pratama tidak mempermasalahkan. Bahkan, pria itu malah mempermudah Fiki dan menyuruhnya untuk mengirimkan biodata saja.

Jadi, karena biodata sudah ia kirim, sekarang Fiki hanya bisa menunggu kabar dari pihak perempuan. Semoga saja Zahra tidak menolaknya lagi. Semoga saja, kali ini, takdir baik berpihak padanya.

°°°°

"Zahra, sini, Nak! Ini ada surat."

Wanita yang sedang membuka pintu lemari pendingin bergeming sejenak. Tak pikir lama lagi, ia segera mengambil sebotol air dan kembali pergi ke ruang tamu, di mana uminya tadi memanggil.

"Surat untuk Zahra, Umi?"

Rosa mengangguk, ia menyodorkan map kertas persegi panjang berwarna cokelat. "Iya, soalnya di situ tertera nama kamu."

Zahra segera mengambil map itu, raut kebingungan masih tak kunjung hilang dari wajahnya. Tak biasanya ada yang mengiriminya surat. Biasanya, para klien yang ingin berbicara padanya, pasti selalu menghubungi lewat Email, tidak seperti ini.

"Kalau gitu, Zahra ke atas dulu ya, Mi."

Rosa mengangguk, ia tak begitu mengindahkan, karena ia pikir itu adalah surat dari tempat kerja anaknya.

Menaiki tangga menuju kamar, Zahra masih setia mencari-cari nama sang pengirim surat. Tidak tertulis jelas, hanya ada sebuah inisial FA yang berada di ujung bawah kanan map.

Sampai di kamar, Zahra langsung mengambil duduk di pinggir kasur. Ia membuka map itu perlahan, takut-takut akan merusak isi di dalamnya.

Raut kebingungan itu semakin terlihat jelas ketika ia menemukan sebuah biodata di dalamnya. Aneh, padahal butik Adsila sedang tidak membuka lowongan pekerjaan.

Seketika, mata Zahra melotot dengan tubuh yang menegang. Bukan, ini bukanlah biodata untuk melamar pekerjaan. Bukan pula secarik CV dari seseorang. Namun, ini adalah biodata untuk mengajukan permohonan taaruf.

Jika saja Zahra memiliki jantung yang lemah, sudah dapat dipastikan kalau ia akan pingsan bahkan jantungan saat ini juga. Bagaimana bisa ia tidak terkejut ketika melihat sebuah biodata lengkap yang menampilkan data diri serta foto dari orang yang ia kenal?!

Zahra terpaku sepersekian detik, dirinya membeku, tak mengerti harus merespons seperti apa. Haruskah sekarang ia menangis? Meratapi nasibnya kelak.

Tok tok tok

Belum mendapatkan izin dari sang pemilik kamar, orang yang baru saja mengetuk pintu kamarnya itu langsung menarik hendel, yang membuat pintunya terbuka. Siapa lagi kalau bukan Rizky.

DESTINY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang