029

422 57 1
                                    

Please don't be a silent readers.

~

"Lukanya udah nggak papa?"

Zahra yang baru saja menyiapkan sepotong roti mengangguk dengan seulas senyum. "Hm, udah nggak papa. Kamu sarapan dulu."

Fiki berjalan mengambil duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan Zahra. Membaca doa, mereka mulai menyantap sarapan pagi ini dengan lahap.

"Kamu suka makanan apa?" To the point sekali Zahra melontarkan pertanyaan.

Fiki tak banyak berpikir, dia menjawab, "Aku pemakan segalanya."

"Aku tahu, tapi aku mau dapat jawaban yang lebih spesifik."

"Aku suka ayam kecap."

"Minumnya?"

"Es teh manis nggak ada tandingannya, sih."

"Kalau dessert?"

"Dulu, mama selalu sediain puding untuk jadi camilan sekaligus dessert di setiap akhir makanan."

"Puding rasa apa?"

"Aku suka yang cokelat."

Sadar akan sesuatu, Fiki langsung menatap Zahra curiga. "Kenapa tanya itu? Nggak kayak biasanya."

Zahra mengedikkan bahunya. "Mau tahu aja. Aku mau tahu lebih banyak tentang kamu."

Duh! Kenapa Fiki malah bersemu begini, sih, kan dia malu. Pria itu tak kuasa untuk tak tersenyum. Matanya menatap lekat Zahra yang tengah mengolesi selai di rotinya. Walaupun badan wanita itu ideal, terlebih dia adalah seorang model di salah satu butik, tapi Fiki heran dengan wanita itu yang tak pernah melakukan diet apa pun selama mereka tinggal di satu atap. Seperti sekarang, wanita itu malah mempersiapkan rotinya lagi untuk ronde kedua.

"Besok Minggu, kita piknik, ya?"

Fiki mengangguk kaku mendengar ajakan itu. "Kamu tahu tempat yang bagus untuk piknik?"

"Ya ... nggak tahu juga, sih. Tapi nggak papa, nanti aku cari di internet."

Setelah menghabiskan roti selai cokelat yang kedua kalinya, Zahra melipat tangannya di atas meja. Dia menatap Fiki yang sekarang sedang menyeruput secangkir kopi. "Nanti siang mau makan apa? Biar aku yang masak."

Fiki menggeleng kuat-kuat. "Nggak, nggak boleh, tangan kamu aja masih luka."

Zahra mendengkus malas. "Ini udah mau sembuh, lagian aku nggak papa kok."

"Aku aja yang masak, nanti kamu bantuin. Kita masak cumi balado sama sayur bayam gimana? Kata Umi, kamu suka itu?" tanya Fiki excited. Membahas makanan, ia jadi ikutan lapar. Untung saja, Fiki dan Zahra bukanlah tipe orang yang pemilih dalam memakan makanan. Selagi makanan itu halal dan enak, maka akan mereka makan.

Zahra tersenyum. Bahkan, pria itu tahu lebih dulu makanan yang ia sukai, daripada Zahra mengetahui makanan kesukaan pria itu.

Sepertinya, banyak sekali yang Fiki ketahui tentang dirinya.

°°°°

"Aku mau beli cokelat chip," pinta Zahra, ketika mereka melewati jajaran rak yang dikhususkan untuk bahan-bahan kue.

"Untuk apa?"

"Aku mau coba bikin kukis, boleh, ya?"

Fiki tak tahan untuk tak menjawil hidung Zahra saking gemasnya. Kenapa pula wanita itu imut sekali seperti anak kecil. "Boleh, Sayang."

DESTINY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang