Cara menjadi dewasa dan menemukan sosok paling tepat

67 9 0
                                    

"Bunda sama Ayah cerai? Suddenly?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bunda sama Ayah cerai? Suddenly?"

Bagai hujan deras yang tiba-tiba mengguyur kota saat langit sedang cerah-cerahnya, seorang Hadirija Sadendra kaget setengah mati mendengar cerita sang kekasih di siang bolong. Memang sudah tujuh hari mereka tak bertemu karena Rija yang selalu sibuk dengan tetek-bengek organisasi. Tak disangka perempuan yang paling ia sayangi datang membawa kabar duka: perceraian orang tua.

"Kenapa tiba-tiba cerai?" Sekali lagi cowok itu bertanya. Tangan sang gadis yang terletak di atas meja langsung digenggam erat. Tak ada alasan baginya untuk tidak berempati.

Kedua sudut bibir Kinara terangkat. Entah Rija sadar atau tidak, sudah banyak cerita tentang gadis itu yang ia lewatkan. Sejak beberapa bulan terakhir dilantik dan menjabat sebagai ketua himpunan, waktunya selalu tersita untuk mengurus masalah organisasi. Rija memang sosok ketua yang bertanggung jawab dan caranya memimpin himpunan periode tahun ini patut diacungi jempol, tapi dia lupa bahwa ada perempuan yang setiap malam selalu menunggu setidaknya satu bubble chat saja darinya.

"Bukan mereka yang tiba-tiba cerai."

"Terus apa?"

"Kamu yang nggak pernah bisa dengerin cerita aku, Ja. Kamu sibuk sama dunia kamu sendiri," jawab Kinara. Tak ada ekspresi marah, namun kekecewaan tersirat begitu jelas dari sepasang matanya.

Terdiam kaku sambil menatap wajah elok kekasih hati, cuma itu yang dilakukan Rija. Bahkan kata maaf pun tak bisa mengobati kekecewaan yang ia toreh di hati Kinara. Sekarang segala sesal dan rasa bersalah seperti sedang menumbuk hatinya, terasa begitu nyeri. Rija mulai sadar, dia jarang membagi waktu untuk Kinara akhir-akhir ini.

"Nara," panggilnya selembut mungkin.

Kinara yang sedang pura-pura menatap langit seketika menoleh. Saat di kampus atau di luar rumah, orang-orang akan memanggilnya dengan nama Nara. Tapi di lingkungan keluarga, gadis itu selalu dipanggil Kinar. Dan Rija memilih untuk panggil Nara saja, karena baginya lebih enak didengar. Toh, mau Kinar atau Nara orangnya tetap sama kok.

"Maafin aku, Ra."

"Kamu nggak salah, Ja, aku enggak apa-apa kok." Gadis itu menjawab dengan senyum. Namun semakin lebar senyum tersungging di bibirnya, semakin sakit pula hati Rija.

Cowok itu tertawa kecil sambil geleng-geleng kepala, lalu menyelipkan rambut-rambut Kinara yang berterbangan tertiup angin ke belakang daun telinga. Dia tak ingin sehelai rambut pun menutupi satu-satunya wajah yang paling ingin ia lihat setiap waktu. Demi tuhan, Rija mencintai Indah Kinara Lavika lebih dari apapun yang ia punya di dunia.

"Kamu ternyata belum dewasa sepenuhnya ya," ujar Rija. Mengejek namun tetap tenang.

"Maksud kamu?"

"Orang dewasa itu berani menyuarakan apa yang dia rasa. Kalau kecewa, ya bilang kecewa. Kalau marah, kamu selalu boleh bilang marah. Jangan sembunyi di balik kalimat aku nggak apa-apa."

Rumah Ke Rumah | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang