Khawatir adalah seni dalam mencintai

64 9 0
                                    

Punya wajah cantik, sifat baik, dan hati yang tulus bagai malaikat juga nggak bisa jadi jaminan agar laki-laki setia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Punya wajah cantik, sifat baik, dan hati yang tulus bagai malaikat juga nggak bisa jadi jaminan agar laki-laki setia. Mau sekeras apapun kita menjaga, jika dia punya niat mendua maka akan tetap mendua. Karena pada dasarnya setia itu berasal dari niat hati sendiri, bukan karena suruhan atau paksaan orang lain. Seorang Ametha Gesika banyak mendengar cerita dari orang lain tentang pacarnya, terutama tentang cowok itu yang hobi gonta-ganti cewek.

Sejak saat pertama jantungnya berdebar kencang di dekat Javier, Ametha sadar bahwa dia harus bersedia menerima apapun yang terjadi nanti. Terutama perihal patah hati apabila Javier tiba-tiba mencampakkannya. Sering kali gadis itu menduga-duga, apa saja yang dilakukan sang kekasih di belakangnya, seberapa banyak perempuan yang chattingan dengan Javier setiap malam, atau seberapa sering cowok itu merayu perempuan lain.

Namun selama satu bulan menjalin hubungan tak ada hal-hal buruk yang terjadi. Javier masih tetap pacarnya. Perlakuan cowok itu belum berubah, masih sama seperti pertama kali mereka saling kenal dan sepakat untuk saling jatuh cinta.

"Ametha-" Sebelum gadis itu menghilang di balik pintu rumah, dengan cekatan Javier menggenggam lengannya.

"Kenapa, Vier?"

Cowok itu mendongak, senyum hangat tersungging di bibirnya. "Coba lihat ke langit sekarang!" ujar Javier.

Tanpa protes, Ametha langsung mendongakkan kepala. Dengan hati berbunga-bunga, dia menatap langit jingga di atas sana. Ramai kawanan burung gereja berterbangan, pulang ke sangkar masing-masing karena waktu senja tiba.

"Langitnya cantik banget hari ini," puji Ametha, dia kagum akan ciptaan tuhan yang luar biasa.

"Menurut kamu, kenapa kita bisa pacaran?"

Beberapa detik gadis itu terdiam. Bisa jadi karena pertanyaan Javier terdengar aneh, atau bisa jadi karena sepasang mata cowok itu menatapnya intens. Ametha mendadak salah tingkah. "Karena saling suka dan sayang?"

"Itu bener, Tha. Tapi ada alasan lain lagi," ujar Javier sembari terkekeh pelan. Tangannya bergerak menepuk-nepuk puncak kepala sang gadis.

"Uhm, aku nggak tau. Apa emang?"

"Karena aku pilih kamu."

Javier tersenyum lagi, bagi Ametha senyum sang kekasih adalah candu baru buatnya. Gadis itu ingin setiap saat bisa melihat lengkung indah di bibir Javier. "Banyak perempuan yang aku temui. Semuanya bisa jadi cantik, tapi enggak ada satu pun yang bisa jadi Ametha Gesika. Kamu spesial, Tha, makanya aku pilih kamu. Dan terimakasih banyak karena kamu juga pilih aku."

Pertemuan hari ini ditutup dengan kecupan singkat di pipi kanan Ametha. Burung berkicau menjadi backsound sekaligus penonton aksi mesra mereka berdua. Entah bagaimana mengungkapkan bahagia, seribu kata pun tak akan cukup. Dua sejoli itu kembali ke rumah masing-masing dengan pipi yang bersemu merah.

Sepanjang perjalanan pulang, Javier tersenyum lebar menyapa siapapun yang beradu tatap dengannya. Cowok itu mau pamer, dia lagi bahagia. Berkali-kali hatinya bilang, dia sangat mencintai Ametha. Hingga kemudian eksistensi seorang gadis yang duduk menyendiri di halte pemberhentian bus membuat pikiran beserta perasaannya oleng. Pada siapa hatinya berlabuh? Apakah memang Ametha?

Rumah Ke Rumah | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang